Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi (LP3ES) menyebut demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Salah satu indikasinya suara di Parlemen yang didominasi partai pendukung pemerintah.
"Di DPR itu suaranya suara negara semua," kata peneliti LP3ES Didik J Rachbini dalam acara Outlook Demokrasi LP3ES di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu, 21 Desember 2019.
Menurut dia, fungsi checks and balances di Parlemen hampir menghilang. Ia khawatir fungsi Parlemen sebagai pengawas yang kritis memudar setelah berduyun-duyun partai berlabuh ke kubu pemerintah.
"Tidak ada suara yang keras menyampaikan kritik. Ini seperti kembali 20 tahunan lalu," ungkap mantan anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Dia menilai mayoritas suara di Parlemen cenderung menyuarakan aspirasi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Fungsi demokrasi dikhawatirkan tidak berjalan.
"Suara Parlemen untuk checks and balances hampir mustahil karena semua yang di sana berebut kekuasaan, tidak memahami sistem," tegas Didik.
Peneliti demokrasi Universitas Diponegoro Wijayanto mengungkapkan hal senada. Demokrasi saat ini mulai memudar, bukan hanya di lingkaran kekuasaan tetapi juga masyarakat. Publik cenderung setengah hati dalam menjaga demokrasi.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) sempat menyebut indeks demokrasi Indonesia (IDI) pada 2018 mencapai angka 72,39. Angka ini meningkat tipis 0,28 poin dibandingkan IDI 2017 yang sebesar 72,11.
“Dengan angka IDI sebesar itu tingkat demokrasi Indonesia tetap berada dalam kategori sedang,” kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin, 29 Juli 2019.
IDI menjadi indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Capaian diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi.
Metodologi penghitungan IDI menggunakan empat sumber data. Hal ini meliputi pengulasan surat kabar lokal, pengulasan dokumen seperti peraturan daerah dan peraturan gubernur, diskusi kelompok terarah, dan wawancara mendalam.
Angka IDI menunjukkan sejak 2009 hingga 2018, tingkat demokrasi di Indonesia mengalami dinamika. Pada periode 2009–2013, IDI berfluktuasi di kisaran angka 60-an, sedangkan pada periode 2014–2018, IDI berada di kisaran angka 70an.
Klasifikasi tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori. IDI dianggap baik bila berada di atas angka 80, kategori sedang di angka 60–80, dan buruk bila IDI di bawah angka 60.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GNGM7Yrk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi (LP3ES) menyebut demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Salah satu indikasinya suara di Parlemen yang didominasi partai pendukung pemerintah.
"Di DPR itu suaranya suara negara semua," kata peneliti LP3ES Didik J Rachbini dalam acara Outlook Demokrasi LP3ES di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu, 21 Desember 2019.
Menurut dia, fungsi
checks and balances di Parlemen hampir menghilang. Ia khawatir fungsi Parlemen sebagai pengawas yang kritis memudar setelah berduyun-duyun partai berlabuh ke kubu pemerintah.
"Tidak ada suara yang keras menyampaikan kritik. Ini seperti kembali 20 tahunan lalu," ungkap mantan anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Dia menilai mayoritas suara di Parlemen cenderung menyuarakan aspirasi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Fungsi demokrasi dikhawatirkan tidak berjalan.
"Suara Parlemen untuk
checks and balances hampir mustahil karena semua yang di sana berebut kekuasaan, tidak memahami sistem," tegas Didik.
Peneliti demokrasi Universitas Diponegoro Wijayanto mengungkapkan hal senada. Demokrasi saat ini mulai memudar, bukan hanya di lingkaran kekuasaan tetapi juga masyarakat. Publik cenderung setengah hati dalam menjaga demokrasi.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) sempat menyebut indeks demokrasi Indonesia (IDI) pada 2018 mencapai angka 72,39. Angka ini meningkat tipis 0,28 poin dibandingkan IDI 2017 yang sebesar 72,11.
“Dengan angka IDI sebesar itu tingkat demokrasi Indonesia tetap berada dalam kategori sedang,” kata Kepala BPS Suhariyanto, Senin, 29 Juli 2019.
IDI menjadi indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Capaian diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi.
Metodologi penghitungan IDI menggunakan empat sumber data. Hal ini meliputi pengulasan surat kabar lokal, pengulasan dokumen seperti peraturan daerah dan peraturan gubernur, diskusi kelompok terarah, dan wawancara mendalam.
Angka IDI menunjukkan sejak 2009 hingga 2018, tingkat demokrasi di Indonesia mengalami dinamika. Pada periode 2009–2013, IDI berfluktuasi di kisaran angka 60-an, sedangkan pada periode 2014–2018, IDI berada di kisaran angka 70an.
Klasifikasi tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga kategori. IDI dianggap baik bila berada di atas angka 80, kategori sedang di angka 60–80, dan buruk bila IDI di bawah angka 60.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)