Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dinilai lamban dalam melakukan tugasnya. Hal ini menyusul belum disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme.
"DPR gagap mengahadapi persoalan rakyat. Mereka (DPR) tidak bisa merespon dengan cepat peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini. Padahal mereka telah berkomitmen untuk mengabdikan diri kepada rakyat," kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus di Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Jalan Dr Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 19 Mei 2018.
Menurutnya, kegagapan DPR ini tak hanya saat ini saja terjadi. Ia mengatakan DPR selalu kebingungan dalam menentukan mana yang paling prioritas untuk bangsa dan mana yang kurang prioritas.
"Bingung menentukan nama UU. Pertama terkait UU terorisme dan UU minuman beralkohol. Saya kira itu kelemahan DPR bersama dengan pemerintah dalam pembuatan legislasi," ungkapnya.
Suasana Diskusi di Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Jalan Dr Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 19 Mei 2018--Medcom.id/Siti Yona Hukmana.
Maka itu, ia mengaku menyesal Indonesia mempunyai DPR seperti itu. Selain itu, terkait bom yang bertubi-tubi terjadi, kata dia, masyarakat, DPR dan pemerintah begitu cepat melupakan. Sebab, ia menilai saat ini masyarakat sibuk mengomentari RUU Terorisme dan DPR dan pemerintah tengah sibuk membahas RUU Terosime.
Baca: Yasonna Sebut DPR Menghambat RUU Terorisme
Selain itu, lanjutnya, muncul pula keinginan presiden untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Orang begitu cepat beralih membicarakan soal bagaimana UU Terorisme ini diubah, bagaimana menyiapkan legislasi untuk mengantisipasi teroris ini. Pembicaraan ini membuat kita semua lupa, kurang peduli, kurang prihatin terhadap korban. Akibatnya, kita terjebak dalam permainan DPR dalam menyusun legislasi," ujar Lucius.
Mengenai Perppu, Lucius menilai harusnya pemerintah mendukung DPR dalam pengesahan RUU terorisme menjadi UU terorisme. Bukan malah berencana membuat Perppu.
"Terkait Perppu memang itu kewenangan istimewa selaku presiden. Perppu itu dilakukan presiden karena merasa ada kekosongan hukum. Namun, seharusnya pemerintah sendiri mendukung DPR untuk segera mengesahkan RUU Terorisme ini menjadi UU," pungkasnya.
Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dinilai lamban dalam melakukan tugasnya. Hal ini menyusul belum disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme.
"DPR gagap mengahadapi persoalan rakyat. Mereka (DPR) tidak bisa merespon dengan cepat peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini. Padahal mereka telah berkomitmen untuk mengabdikan diri kepada rakyat," kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus di Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Jalan Dr Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 19 Mei 2018.
Menurutnya, kegagapan DPR ini tak hanya saat ini saja terjadi. Ia mengatakan DPR selalu kebingungan dalam menentukan mana yang paling prioritas untuk bangsa dan mana yang kurang prioritas.
"Bingung menentukan nama UU. Pertama terkait UU terorisme dan UU minuman beralkohol. Saya kira itu kelemahan DPR bersama dengan pemerintah dalam pembuatan legislasi," ungkapnya.
Suasana Diskusi di Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Jalan Dr Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 19 Mei 2018--Medcom.id/Siti Yona Hukmana.
Maka itu, ia mengaku menyesal Indonesia mempunyai DPR seperti itu. Selain itu, terkait bom yang bertubi-tubi terjadi, kata dia, masyarakat, DPR dan pemerintah begitu cepat melupakan. Sebab, ia menilai saat ini masyarakat sibuk mengomentari RUU Terorisme dan DPR dan pemerintah tengah sibuk membahas RUU Terosime.
Baca: Yasonna Sebut DPR Menghambat RUU Terorisme
Selain itu, lanjutnya, muncul pula keinginan presiden untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Orang begitu cepat beralih membicarakan soal bagaimana UU Terorisme ini diubah, bagaimana menyiapkan legislasi untuk mengantisipasi teroris ini. Pembicaraan ini membuat kita semua lupa, kurang peduli, kurang prihatin terhadap korban. Akibatnya, kita terjebak dalam permainan DPR dalam menyusun legislasi," ujar Lucius.
Mengenai Perppu, Lucius menilai harusnya pemerintah mendukung DPR dalam pengesahan RUU terorisme menjadi UU terorisme. Bukan malah berencana membuat Perppu.
"Terkait Perppu memang itu kewenangan istimewa selaku presiden. Perppu itu dilakukan presiden karena merasa ada kekosongan hukum. Namun, seharusnya pemerintah sendiri mendukung DPR untuk segera mengesahkan RUU Terorisme ini menjadi UU," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)