Ketua baru DPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo
Ketua baru DPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Medcom.id/Ilham Wibowo

DPR Cari Celah Pemanggilan Paksa Bisa Diterapkan

Whisnu Mardiansyah • 29 Juni 2018 14:24
Jakarta: Ketua DPR Bambang Soesatyo mencari cara alternatif upaya pemanggilan paksa tetap bisa diberlakukan. DPR tak patah arang meski Pasal 73 UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Bamsoet, sapaan Bambang, mengungkapkan upaya pemanggilan paksa khususnya dialamatkan kepada para pembantu presiden. Pasalnya, dalam setiap pembahasan UU maupun pengawasan kerap mangkir saat dipanggil DPR.
 
"Apakah nanti melalui presiden, wapres agar menterinya hadir tidak mangkir. Karena ada beberapa case, baik dalam pembahasan UU maupun dalam pengawasan. Itu para menteri dan pejabat negara sulit dihadirkan," kata Bamsoet di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Juni 2018.

Sebagai contoh, pembahasan UU Karantina Kesehatan. Sampai detik ini DPR belum bisa menghadirkan pejabat dari Kemenkes dengan berbagai alasan.
 
"Kami tidak lagi punya alat paksa sehingga kami harus melobi menteri sampai ke presiden. Jadi itulah hambatan-hambatan kerja yang kami hadapi dan melatarbelakangi  kenapa pemanggilan paksa itu penting," jelas Bamsoet.
 
Baca juga: MK Kabulkan Uji Materi UU MD3
 
Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK).
 
"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Juni 2018.
 
Perkara No.16/PUU-XVI/2018 tersebut, menggugat pasal-pasal kontroversial. Sebanyak tiga pasal yang dikabulkan untuk tidak lanjutkan.
 
Adapun pasal yang dimaksud yakni Pasal 73 ayat (3), (4), (5), (6) tentang mekanisme pemanggilan paksa setiap orang yang mangkir dari pemanggilan DPR.
 
Kemudian Pasal 122 huruf l mengenai langkah hukum dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap penghina kehormatan anggota dan kelembagaan DPR. Lalu, Pasal 245 ayat (1) terkait pemeriksaan wakil rakyat yang didahului pertimbangan Mahkamah Kehormatan DPR sebelum disetujui secara tertulis dari Presiden.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan