Ilustrasi Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komite Aksi Mahaiswa Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (17/10). ANTARA FOTO/Tatang.
Ilustrasi Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komite Aksi Mahaiswa Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (17/10). ANTARA FOTO/Tatang.

Demokrasi di Indonesia Dinilai Mengalami Kemunduran

Anggi Tondi Martaon • 14 Juni 2020 23:58
Jakarta: Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menilai demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Penilaian tersebut mengacu pada indikator matinya demokrasi di Amerika.
 
"Kita merujuk pada buku yang sangat menarik tentang bagaimana demokrasi di Amerika mati, melalui buku yang diterbitkan dua profesor di Harvard," kata Wijayanto dalam diskusi virtual YLBHI di Jakarta, Minggu, 14 Juni 2020.
 
Wijayanto menjelaskan ada empat indikator kemunduran demokrasi di Indonesia. Pertama, penolakan atau lemahnya komitmen terhadap aturan main demokrasi. Indikator ini marak terjadi pada 2019. Dia mencontohkan tidak ada tindak lanjut dari pelanggaran yang dilakukan aparatur sipil Negara (ASN) pada Pemilu 2019.

"Sudah jadi keputusan Bawaslu, tapi Bawaslu tidak bisa memberikan hukuman, hanya laporan. Hasilnya diserahkan kepada Mendagri, tapi Mendagri juga tidak mem-follow up," ungkap dia.
 
Kedua, menyangkal legitimasi lawan politik. Indikator ini dilakukan melalui pemberangusan oposisi. Kejadian itu terlihat pada konflik yang dialami Partai Golkar dan PPP pada 2015 serta 2016.
 
"Pada (Pemilu) 2014, Golkar dekat dengan Prabowo (calon presiden 2014). Tapi 2016 tiba-tiba Golkar adalah partai pertama yang mendeklarasikan diri mendukung kekuasaan, mendukung Jokowi untuk maju sebagai presiden tahun 2019," sebut dia.
 
Baca: Partai Politik Dalang Pelemahan Demokrasi
 
Indikator ketiga ialah toleransi atau anjuran terhadap kekerasan. Menurut dia, pembiaran kekerasan tidak dibenarkan pada negara yang menganut sistem demokrasi.
 
Wijayanto mencontohkan kasus meninggalnya dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sulteng), saat unjuk rasa menentang revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebelum disahkan. Pelaku yang merupakan aparat kepolisian hanya mendapat hukuman ringan.
 
"Mereka yang dinyatakan bersalah itu mendapatkan hukuman berupa teguran lisan, penundaan satu tahun kenaikan pangkat dan dikurung 21 hari. Jadi itu mungkin bisa dinilai betapa mencederai rasa keadilan publik," ujar dia.
 
Terakhir, ancaman kebebasan sipil, pers, dan akademik. Menurut dia, indikator ini paling terlihat sebagai bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia.
 
Dampaknya, peringkat kebebasan sipil di Indonesia cukup rendah. Bahkan, berdasarkan survei The Economist Intelligence Unit, kebebasan sipil di Indonesia termasuk paling rendah di ASEAN.
 
"Civil liberty kita yang paling jeblok. Kebebasan sipil kita buruk di ASEAN, yaitu 5,59. Sedangkan Malaysia sebessr 5,88, Singapura 7,06," ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan