Jakarta: Isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemuka dari wacana usulan hak angket Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, merealisasikan isu tersebut tak mudah.
"Kan enggak gampang dan singkat juga tuh angketnya berjalan. Bisa-bisa baru keluar pas masa jabatan Pak Jokowi selesai," kata pengamat politik dari Formappi Lucius Karus, dalam keterangan tertulis, Minggu, 5 November 2023.
Dia pun merespons soal kemungkinan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengisi posisi Presiden bila isu pemakzulan terealisasi. Menurut dia, secara mekanisme, hal itu bisa saja. Namun, dia mempertanyakan keberlangsungan wacana itu.
"Ya begitu, tapi apa ini beneran?" kata dia.
Hal senada disampaikan pengamat politik Ujang Komaruddin. Dia melihat bakal terjadi pertarungan politik apabila DPR jadi mengusulkan hak angket.
"Karena saya lihat pengusul langkah-langkah itu pasti juga akan diserang balik, yang akan dikerjain," kata dia.
Dia menilai posisi politik Jokowi masih kuat di Parlemen. Sehingga, isu pemakzulan bakal menguap dengan sendirinya.
"Jokowi masih kuat jadi agak berat masih melihatnya seperti itu. Apalagi Kiai Ma'ruf jadi presiden, itu masih jauh saya melihatnya begitu," ucap dia.
Sementara itu, anggota DPR Masinton Pasaribu tak mau banyak komentar soal isu Ma'ruf Amin yang bakal naik tahta bila wacana pemakzulan bergulir.
"Iya siap," kata dia.
Isu pemakzulan mencuat setelah sejumlah anggota Dewan mengajukan hak angket MK. Hak angket digulirkan akibat MK mengeluarkan putusan syarat batas usia capres-cawapres yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres.
Di samping itu, Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengatur soal pemakzulan presiden. Dalam aturan itu dijelaskan, presiden dan wakil presiden bisa diberhentikan jabatannya oleh MPR dan DPR dengan mekanisme tertentu. Pemakzulan bisa dilaksanakan apabila presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Pasal 7A dan 7B UUD 1945, secara lengkap berbunyi, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Jakarta: Isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (
Jokowi) mengemuka dari wacana usulan hak angket
Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, merealisasikan isu tersebut tak mudah.
"Kan enggak gampang dan singkat juga tuh angketnya berjalan. Bisa-bisa baru keluar pas masa jabatan Pak Jokowi selesai," kata pengamat politik dari Formappi Lucius Karus, dalam keterangan tertulis, Minggu, 5 November 2023.
Dia pun merespons soal kemungkinan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengisi posisi Presiden bila isu pemakzulan terealisasi. Menurut dia, secara mekanisme, hal itu bisa saja. Namun, dia mempertanyakan keberlangsungan wacana itu.
"Ya begitu, tapi apa ini beneran?" kata dia.
Hal senada disampaikan pengamat politik Ujang Komaruddin. Dia melihat bakal terjadi pertarungan politik apabila DPR jadi mengusulkan hak angket.
"Karena saya lihat pengusul langkah-langkah itu pasti juga akan diserang balik, yang akan dikerjain," kata dia.
Dia menilai posisi politik Jokowi masih kuat di Parlemen. Sehingga, isu pemakzulan bakal menguap dengan sendirinya.
"Jokowi masih kuat jadi agak berat masih melihatnya seperti itu. Apalagi Kiai Ma'ruf jadi presiden, itu masih jauh saya melihatnya begitu," ucap dia.
Sementara itu, anggota DPR Masinton Pasaribu tak mau banyak komentar soal isu Ma'ruf Amin yang bakal naik tahta bila wacana pemakzulan bergulir.
"Iya siap," kata dia.
Isu pemakzulan mencuat setelah sejumlah anggota Dewan mengajukan hak angket MK. Hak angket digulirkan akibat MK mengeluarkan putusan syarat batas usia capres-cawapres yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi cawapres.
Di samping itu, Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengatur soal pemakzulan presiden. Dalam aturan itu dijelaskan, presiden dan wakil presiden bisa diberhentikan jabatannya oleh MPR dan DPR dengan mekanisme tertentu. Pemakzulan bisa dilaksanakan apabila presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Pasal 7A dan 7B UUD 1945, secara lengkap berbunyi, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)