medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Setya Novanto terkait frasa 'pemufakatan jahat'. Fraksi Partai Golkar membuat surat meminta pimpinan DPR merehabilitasi nama baik Novanto.
Permintaan tersebut tertuang dalam surat yang beredar lengkap dengan kop surat berlambang pohon beringin bernomor SJ.00. /FPG/DPR-RI/IX/2016.
"Jadi supaya ini tegas, paling tidak kita ingin agar ini lebih kondusif lagi dan pemulihan nama baik," kata Anggota Fraksi Golkar Hetifah Sjaifuddin saat dihubungi, Kamis (15/9/2016).
Anggota Komisi II ini mengklaim, 91 anggota fraksi setuju adanya pemulihan nama baik Ketua Umum Partai Golkar itu. Hal itu akan memengaruhi kinerja Fraksi Golkar di DPR.
"Ini menyangkut efektivitas kerja dan opini publik," ujarnya.
Baca: Novanto Anggap Putusan MK Berkah Iduladha
Namun, pemulihan nama baik yang diminta tak termasuk pemulihan kedudukan Novanto sebagai orang nomor satu di DPR. Menurut Hetifah, Novanto kini fokus berbenah dan menyusun kemenangan di Pilkada, Pileg, dan Pilpres 2019.
"Kita enggak ada pembicaraan itu. Kita ada tujuan yang lebih panjang seperti Pilpres dan Pileg, apalagi Pak Novanto cumaa menjabat tiga tahun sebagai ketua umum," ucapnya.
Secara terpisah, Juru Bicara Golkar Nurul Arifin mengatakan, rehabilitasi nama mantan Ketua DPR itu merupakan inisiatif anggota fraksi.
"Semua inisiatif teman-teman Golkar, bukan dari pak Novanto. Beliau tidak tahu sama sekali," ucap dia.
Semua persoalan menyangkut ini akan dipercayakan kepada fraksi partai beringin.
Sebelumnya, Novanto mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang teregistrasi dengan nomor perkara 20/PUU-XIV/2016.
Novanto merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE yang mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan yang sah.
Selain itu, Novanto juga merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 26A UU KPK yang menyatakan alat bukti yang sah berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, dan disimpan secara elektronik dengan alat serta dokumen yang setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Setya Novanto terkait frasa 'pemufakatan jahat'. Fraksi Partai Golkar membuat surat meminta pimpinan DPR merehabilitasi nama baik Novanto.
Permintaan tersebut tertuang dalam surat yang beredar lengkap dengan kop surat berlambang pohon beringin bernomor SJ.00. /FPG/DPR-RI/IX/2016.
"Jadi supaya ini tegas, paling tidak kita ingin agar ini lebih kondusif lagi dan pemulihan nama baik," kata Anggota Fraksi Golkar Hetifah Sjaifuddin saat dihubungi, Kamis (15/9/2016).
Anggota Komisi II ini mengklaim, 91 anggota fraksi setuju adanya pemulihan nama baik Ketua Umum Partai Golkar itu. Hal itu akan memengaruhi kinerja Fraksi Golkar di DPR.
"Ini menyangkut efektivitas kerja dan opini publik," ujarnya.
Baca: Novanto Anggap Putusan MK Berkah Iduladha
Namun, pemulihan nama baik yang diminta tak termasuk pemulihan kedudukan Novanto sebagai orang nomor satu di DPR. Menurut Hetifah, Novanto kini fokus berbenah dan menyusun kemenangan di Pilkada, Pileg, dan Pilpres 2019.
"Kita enggak ada pembicaraan itu. Kita ada tujuan yang lebih panjang seperti Pilpres dan Pileg, apalagi Pak Novanto cumaa menjabat tiga tahun sebagai ketua umum," ucapnya.
Secara terpisah, Juru Bicara Golkar Nurul Arifin mengatakan, rehabilitasi nama mantan Ketua DPR itu merupakan inisiatif anggota fraksi.
"Semua inisiatif teman-teman Golkar, bukan dari pak Novanto. Beliau tidak tahu sama sekali," ucap dia.
Semua persoalan menyangkut ini akan dipercayakan kepada fraksi partai beringin.
Sebelumnya, Novanto mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang teregistrasi dengan nomor perkara 20/PUU-XIV/2016.
Novanto merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE yang mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan yang sah.
Selain itu, Novanto juga merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 26A UU KPK yang menyatakan alat bukti yang sah berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, dan disimpan secara elektronik dengan alat serta dokumen yang setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)