Ilustrasi kepala daerah/Istimewa
Ilustrasi kepala daerah/Istimewa

Kemendagri Diminta Awasi Potensi Penyalahgunaan Wewenang Penjabat Kepala Daerah

Whisnu Mardiansyah • 18 Februari 2023 21:54
Jakarta: Pilkada serentak yang diundur dan direncanakan digelar pada 2024 sebagai agenda nasional mengakibatkan kosongnya 271 jabatan kepala daerah baik pada tingkat provinsi dalam hal ini gubernur maupun kabupaten/kota. 
 
Mengisi kekosongan jabatan itu, ditetapkan pengangkatan kepala daerah dan wakilnya yang berstatus sebagai Pelaksana Jabatan (PJ). Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 35 Tahun 2013. 
 
Forum Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia menyebutkan, pengangkatan Penjabat kepala daerah secara sepihak oleh pemerintah dikhawatirkan mengandung unsur politis yang dapat disalahgunakan oleh penjabat telah diberikan kepercayaan. 

Pengangkatan Pelaksana Jabatan (PJ) kepala daerah di periode 2022-2024 yang sangat masif dianggap tidak dapat disamakan dengan pengangkatan di masa-masa sebelumnya. Dibutuhkan mekanisme teknis agar pengangkatan ini akuntabel, transparan dan mampu menjaga masa tenggang sebelum daerah tersebut mendapatkan kepala daerah definitif yang dihasilkan lewat proses pemilihan umum
 
Baca: MK Tolak Gugatan Bupati Mandailing Soal Waktu Menjabat Kepala Daerah

Penjabat kepala daerah dikhawatirkan akan menjadi kanibal demokrasi dengan menjalankan roda pemerintahan selama masa tenggang untuk membawa misi pribadi maupun kelompok tertentu dalam suksesi Pemilu 2024 yang akan datang. 
 
"Dari beberapa pengangkatan kepala daerah tersebut salah satunya adalah Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara. Gubernur Sulawesi Tenggara sempat menolak untuk melantik saudara Dr Bahri sebagai Penjabat Bupati Muna Barat, karena Kemendagri sama sekali tidak mepertimbangkan usulan dari masyarakat dan pemerintah provinsi setempat," ucap Koordinator Aksi Forum Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia Betran, Sabtu, 18 Februari 2023. 
 
Dalam proses penunjukan Penjabat kepala daerah, kata Betran publik harus mengetahui tahapan atau mekanisme pengisiannya. Idealnya, publik juga memiliki hak untuk mengetahui tahapan-tahapan pengisian Penjabat kepala daerah. 
 
Betran mengatakan, Penjabat kepala daerah yang telah ditetapkan perlu diberikan peringatan lisan maupun tertulis, Penjabat tersebut tidak diperbolehkan untuk maju di pilkada selanjutnya. 
 
"Karena dari banyaknya problematika terkait pengangkatan kepala daerah tersebut beberapa Oknum PJ tersebut melakukan penyalahgunaan kekuasan, seperti kampanye terselubung, dugaan KKN, dan lain sebagainya," jelas Betran. 
 
Untuk ke depannya, Betran menyarankan kepada Kementerian Dalam Negeri, pengangkatan Penjabat kepala daerah harus transparan, akuntabel. Sehingga masukan atau aspirasi dari daerah tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan. 
 
"Penjabat kepala daerah seharusnya berasal dari putra putri terbaik daerah tersebut," kata Betran. 
 
Forum Komunikasi BEM Indonesia (FKBI) pun meminta Kemendagri lebih memperhatikan fakta integritas. Karena beberapa Penjabat Kepala Daerah diduga memanfaatkan jabatan untuk maju sebagai kepala daerah pada pilkada berikutnya. 
 
"Kabupaten Muna Barat adalah contoh konkrit dari hasil ketetapan Kemendagri terhadap Penjabat Bupati yang sedang menjabat saat ini, karena kewenangan yang diberikan digunakan untuk membawa misi pribadi agar dapat menjadi bupati defenitif," jelasnya. 
 
Ia menambahkan Kemendagri memperhatikan dan mempertimbangkan untuk tidak memperpanjang masa jabatan beberapa kepala daerah yang memanfaatkan kewenangannya untuk menjadi bupati defenitif.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan