Jakarta: Usulan politik uang dilegalkan dalam Pemilu ramai diperbincangkan. Anggota Komisi II DPR fraksi PDI Perjuangan Hugua sebelumnya menyampaikan hal tersebut dalam rapat bersama KPU, Bawaslu dan DKPP di Gedung DPR, Rabu, 15 Mei 2024.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Archy Strategy, Radis Hadi mengatakan, pengakuan atas politik uang tidak mencerminkan budaya demokrasi. Hal ini juga memperuncing pembiayaan politik yang berpatok pada angka.
“Ini seperti melestarikan budaya politik dan politisi ‘kolot’. Perlu dipikirkan dengan matang, apalagi jika ada patok angka yang sesungguhnya tidak semua kandidat bisa melakukan,” kata Radis kepada Medcom.id, Jumat, 17 Mei 2024.
Lebih lanjut Radis menjelaskan, sebutan kolot dipakainya karena politik kian hari identik dengan generasi muda yang kreatif menciptakan ketertarikan tanpa harus menggunakan politik uang. Menurutnya jika hal ini dilegalkan, publik dan generasi muda akan mempunyai perlawanan tersendiri.
“Saya pikir, politik uang bagi kandidat tidak melulu dilakukan sepanjang penerimaan publik atas tingkat kesukaan dirinya yang tinggi,” tuturnya.
Sebagai informasi, ide ini muncul karena Hugua mengklaim masyarakat tidak akan memilih politikus yang tidak menggunakan politik uang. Sehingga sebaiknya hal tersebut dilegalkan dengan batasan tertentu.
"Sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan jadi pemenang ke depan adalah para saudagar," kata Hugua.
Jakarta: Usulan
politik uang dilegalkan dalam Pemilu ramai diperbincangkan. Anggota Komisi II DPR fraksi
PDI Perjuangan Hugua sebelumnya menyampaikan hal tersebut dalam rapat bersama KPU, Bawaslu dan DKPP di Gedung DPR, Rabu, 15 Mei 2024.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Archy Strategy, Radis Hadi mengatakan, pengakuan atas politik uang tidak mencerminkan budaya demokrasi. Hal ini juga memperuncing pembiayaan politik yang berpatok pada angka.
“Ini seperti melestarikan budaya politik dan politisi ‘kolot’. Perlu dipikirkan dengan matang, apalagi jika ada patok angka yang sesungguhnya tidak semua kandidat bisa melakukan,” kata Radis kepada
Medcom.id, Jumat, 17 Mei 2024.
Lebih lanjut Radis menjelaskan, sebutan kolot dipakainya karena politik kian hari identik dengan generasi muda yang kreatif menciptakan ketertarikan tanpa harus menggunakan politik uang. Menurutnya jika hal ini dilegalkan, publik dan generasi muda akan mempunyai perlawanan tersendiri.
“Saya pikir, politik uang bagi kandidat tidak melulu dilakukan sepanjang penerimaan publik atas tingkat kesukaan dirinya yang tinggi,” tuturnya.
Sebagai informasi, ide ini muncul karena Hugua mengklaim masyarakat tidak akan memilih politikus yang tidak menggunakan politik uang. Sehingga sebaiknya hal tersebut dilegalkan dengan batasan tertentu.
"Sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan jadi pemenang ke depan adalah para saudagar," kata Hugua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)