Jakarta: Lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) disebabkan parlemen tanpa oposisi. Tak ada yang mengawasi dan kontra terhadap pengesahan aturan itu.
“Jadi, semua bebas bak jalan tol tanpa hambatan,” kata Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie kepada Medcom.id, Selasa, 6 Oktober 2020.
Dia menyebut parlemen tanpa oposisi, sebab semua fraksi di DPR sepakat membahas aturan sapu jagat itu, termasuk Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak pengesahan. Jerry melihat, PKS mengikuti pembahasan sejak awal panitia kerja ditetapkan, meski Demokrat baru terlibat saat pembahasan sudah setengah jalan.
Baca: Pengesahan RUU Ciptaker Dinilai Abaikan Suara Rakyat
Menurut Jerry, kedua partai baru menolak pengesahan ketika aturan itu sudah hampir pasti disahkan. Selain itu, dia maklum pengesahan RUU Ciptaker menuai protes dari masyarakat. Pembahasan aturan kurang melibatkan partisipasi masyarakat.
“Itu pentingnya saat bikin desain besar merancang RUU perlu melibatkan lembaga terkait dan masyarakat,” ujar dia.
Jerry mendorong pemerintah dan DPR lebih terbuka mendengar masukan masyarakat. Sebab peraturan perundang-undangan seharusnya mengutamakan kepentingan publik.
“Cita-cita demokrasi Indonesia adalah keadilan sosial untuk dilaksanakan sehari-hari,” tutur Jerry.
RUU Ciptaker disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin, 5 Oktober 2020. Undang-undang sapu jagat itu terdiri dari 15 bab dan 185 pasal.
Pengesahan RUU Ciptaker sempat dihujani interupsi. Salah satunya datang dari anggota Komisi II Fraksi Demokrat Benny K Harman yang bersikeras meminta kesempatan menyampaikan pandangan partai.
Namun, interupsi Benny dinilai tak bisa diakomodasi. Sebab tiap fraksi telah diberi kesempatan menyampaikan pandangan dalam rapat-rapat sebelumnya. Akhirnya, Benny dan perwakilan Partai Demokrat memilih keluar dari rapat.
“Kami Fraksi Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab,” tegas Benny.
Jakarta: Lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UU
Ciptaker) disebabkan parlemen tanpa oposisi. Tak ada yang mengawasi dan kontra terhadap pengesahan aturan itu.
“Jadi, semua bebas bak jalan tol tanpa hambatan,” kata Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie kepada
Medcom.id, Selasa, 6 Oktober 2020.
Dia menyebut parlemen tanpa oposisi, sebab semua fraksi di
DPR sepakat membahas aturan sapu jagat itu, termasuk Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak pengesahan. Jerry melihat, PKS mengikuti pembahasan sejak awal panitia kerja ditetapkan, meski Demokrat baru terlibat saat pembahasan sudah setengah jalan.
Baca: Pengesahan RUU Ciptaker Dinilai Abaikan Suara Rakyat
Menurut Jerry, kedua partai baru menolak pengesahan ketika aturan itu sudah hampir pasti disahkan. Selain itu, dia maklum pengesahan RUU Ciptaker menuai protes dari masyarakat. Pembahasan aturan kurang melibatkan partisipasi masyarakat.
“Itu pentingnya saat bikin desain besar merancang RUU perlu melibatkan lembaga terkait dan masyarakat,” ujar dia.
Jerry mendorong pemerintah dan DPR lebih terbuka mendengar masukan masyarakat. Sebab peraturan perundang-undangan seharusnya mengutamakan kepentingan publik.
“Cita-cita demokrasi Indonesia adalah keadilan sosial untuk dilaksanakan sehari-hari,” tutur Jerry.
RUU Ciptaker disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin, 5 Oktober 2020. Undang-undang sapu jagat itu terdiri dari 15 bab dan 185 pasal.
Pengesahan RUU Ciptaker sempat dihujani interupsi. Salah satunya datang dari anggota Komisi II Fraksi Demokrat Benny K Harman yang bersikeras meminta kesempatan menyampaikan pandangan partai.
Namun, interupsi Benny dinilai tak bisa diakomodasi. Sebab tiap fraksi telah diberi kesempatan menyampaikan pandangan dalam rapat-rapat sebelumnya. Akhirnya, Benny dan perwakilan Partai Demokrat memilih keluar dari rapat.
“Kami Fraksi Demokrat menyatakan
walk out dan tidak bertanggung jawab,” tegas Benny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)