Gedung DPR. Ilustrasi: Medcom.id/Gregorius Yohandi.
Gedung DPR. Ilustrasi: Medcom.id/Gregorius Yohandi.

Penghidupan Kembali GBHN Tabrak Sistem Presidensial

Faisal Abdalla • 14 Agustus 2019 10:10
Jakarta: Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sarat kepentingan pragmatis. Wacana ini berdampak luas kepada kehidupan demokrasi.
 
"Saya kira itu menabrak sistem presidensial yang sekarang kita anut karena presiden dipilih langsung oleh rakyat," kata Lucius kepada Medcom.id usai diskusi di kantor DPP PSI, Jalan KH Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Agustus 2019.
 
Menurut dia, dalam sistem demokrasi saat ini, presiden dan wakil presiden dipilih publik karena visi-misinya. Sementara itu, kehadiran GBHN membawa kembalinya status MPR sebagai lembaga tertinggi negara. 

Status ini secara tak langsung membuat presiden menjadi lembaga mandataris MPR. Selain memiliki wewenang menyusun GBHN, MPR dapat meningkatkan mekanisme permintaan tanggung jawab kepada [residen. 
 
Baca: Pengamat: Penambahan Pimpinan MPR Buang-buang Anggaran
 
"Saya kira ada efek liar yang tak dibayangkan oleh pengusul yang akan berdampak buruk pada demokrasi kita dan mengembalikan demokrasi kita menjadi gaya Orde Baru dengan menghidupkan GBHN kembali," ujar Lucius. 
 
PDI Perjuangan getol menyuarakan amendemen terbatas UUD 1945. Draf amendemen tengah dibahas. Salah satu tujuannya ialah menghidupkan kembali GBHN. Usulan ini menjadi salah satu keputusan sidang paripurna VI dalam Kongres V PDIP di Bali pada Sabtu, 10 Agustus 2019.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan