Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan DPR periode 2019-2024. Pasalnya, DPR periode 2014-2019 dinilai kontraproduktif dengan kerja pemberantasan korupsi.
"Misalnya, pembentukan hak angket pada beberapa waktu lalu yang justru terkesan ingin melemahkan kewenangan KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Medcom.id, Senin, 15 Juli 2019.
Selain itu, Kurnia melihat persoalan legislasi tak banyak berubah. Keinginan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi bukti nyata legislatif saat ini tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
"Kedua, potret DPR saat ini yang banyak terjaring praktik korupsi. Data ICW per April 2019 menyebutkan setidaknya 22 anggota DPR masa bakti 2014-2019 telah ditetapkan tersangka oleh KPK," ujar dia.
Menurut dia, hal ini menjadi salah satu alasan kuat untuk mendorong agar proses penentuan pimpinan KPK dilakukan DPR periode 2019-2024. Pasalnya, pimpinan KPK periode 2019-2023 secara kelembagaan juga harus berkoordinasi dengan DPR periode lima tahun ke depan.
"Untuk itu maka tidak ada urgensi bagi DPR kali ini memaksakan proses fit and proper test mesti dilakukan sebelum pelantikan legislatif baru. Lagi pula dinilai tidak etis jika dalam satu masa periode DPR melakukan dua kali proses seleksi pimpinan KPK," jelas Kurnia.
Dia juga menjelaskan fase awal pemilihan pimpinan KPK kali ini menjadi salah satu titik krusial yang semestinya dicermati Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK. Untuk menunjang hal itu, keterlibatan publik menjadi sebuah kewajiban yang benar-benar harus diakomodasi Pansel dalam proses pencarian rekam jejak para pendaftar.
"Karena bagaimanapun masa depan pemberantasan korupsi akan dipertaruhkan pada proses pemilihan Pimpinan KPK," pungkas Kurnia.
Baca: Pansel Capim KPK Dinilai Gagal Menciptakan Keterbukaan
Saat ini, sebanyak 192 pendaftar telah dinyatakan lulus seleksi administrasi Pansel Capim KPK. Nantinya, mereka wajib mengikuti seleksi berikutnya, yaitu uji kompetensi. Tahapan ini menguji pendaftar terkait objektif tes dan penulisan makalah.
Uji kompetensi dilaksanakan pada Kamis, 18 Juli 2019, di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sekretariat Negera (Setneg), Cilandak, Jakarta Selatan. Tes dimulai pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB.
Setelah pengumuman seleksi administrasi, ada 10 tahapan yang belum terjadwal dalam memilih capim KPK. Hal itu di antaranya pengumuman hasil uji kompetensi, psikotes, dan pengumuman hasil psikotes, asesmen profil, penelusuran rekam jejak, uji publik, tes kesehatan, wawancara, hingga penyampaian laporan pansel kepada presiden.
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan DPR periode 2019-2024. Pasalnya, DPR periode 2014-2019 dinilai kontraproduktif dengan kerja pemberantasan korupsi.
"Misalnya, pembentukan hak angket pada beberapa waktu lalu yang justru terkesan ingin melemahkan kewenangan KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada
Medcom.id, Senin, 15 Juli 2019.
Selain itu, Kurnia melihat persoalan legislasi tak banyak berubah. Keinginan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi bukti nyata legislatif saat ini tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
"Kedua, potret DPR saat ini yang banyak terjaring praktik korupsi. Data ICW per April 2019 menyebutkan setidaknya 22 anggota DPR masa bakti 2014-2019 telah ditetapkan tersangka oleh KPK," ujar dia.
Menurut dia, hal ini menjadi salah satu alasan kuat untuk mendorong agar proses penentuan pimpinan KPK dilakukan DPR periode 2019-2024. Pasalnya, pimpinan KPK periode 2019-2023 secara kelembagaan juga harus berkoordinasi dengan DPR periode lima tahun ke depan.
"Untuk itu maka tidak ada urgensi bagi DPR kali ini memaksakan proses
fit and proper test mesti dilakukan sebelum pelantikan legislatif baru. Lagi pula dinilai tidak etis jika dalam satu masa periode DPR melakukan dua kali proses seleksi pimpinan KPK," jelas Kurnia.
Dia juga menjelaskan fase awal pemilihan pimpinan KPK kali ini menjadi salah satu titik krusial yang semestinya dicermati Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK. Untuk menunjang hal itu, keterlibatan publik menjadi sebuah kewajiban yang benar-benar harus diakomodasi Pansel dalam proses pencarian rekam jejak para pendaftar.
"Karena bagaimanapun masa depan pemberantasan korupsi akan dipertaruhkan pada proses pemilihan Pimpinan KPK," pungkas Kurnia.
Baca: Pansel Capim KPK Dinilai Gagal Menciptakan Keterbukaan
Saat ini, sebanyak 192 pendaftar telah dinyatakan lulus seleksi administrasi Pansel Capim KPK. Nantinya, mereka wajib mengikuti seleksi berikutnya, yaitu uji kompetensi. Tahapan ini menguji pendaftar terkait objektif tes dan penulisan makalah.
Uji kompetensi dilaksanakan pada Kamis, 18 Juli 2019, di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sekretariat Negera (Setneg), Cilandak, Jakarta Selatan. Tes dimulai pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB.
Setelah pengumuman seleksi administrasi, ada 10 tahapan yang belum terjadwal dalam memilih capim KPK. Hal itu di antaranya pengumuman hasil uji kompetensi, psikotes, dan pengumuman hasil psikotes, asesmen profil, penelusuran rekam jejak, uji publik, tes kesehatan, wawancara, hingga penyampaian laporan pansel kepada presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)