Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur anggota TNI-Polri yang mengkritik kinerja pemerintah dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pemerintah mengategorikan tindakan itu sebagai radikalisme di kalangan TNI-Polri.
Beberapa pihak menuding Kepala Negara sudah kelewatan batas dengan mencampuri ranah privasi anggota TNI-Polri di grup WhatsApp. Pandangan itu dinilai salah. Jokowi berhak memantau pembicaraan TNI-Polri kalau dinilai berbau radikal.
"Makannya kalau mereka menuduh kok Presiden ngintip-ngintip? Ini pertama juga karena tidak punya pengetahuan tentang ilmu dan knowledge-nya rendah," kata Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin dalam acara Crosscheck by Medcom.id dengan tema 'Jokowi Gelisah Grup WA TNI dan Polri', Minggu, 6 Maret 2022.
Ngabalin mengatakan Kepala Negara memang tidak secara langsung memantau grup tersebut. Pemantauan dilakukan pembantu Presiden, dan memberikan laporan langsung.
"Presiden itu kan Kepala Negara, ada BIN (Badan Intelijen Negara) user-nya adalah Presiden, tentara ada Bais (Badan Intelijen Strategis), polisi ada Intelkam (intelijen dan keamanan)," tutur Ngabalin.
Baca: Ngabalin Sebut Radikalisme Menyusupi Grup WA Anggota TNI-Polri
Anggota TNI-Polri diminta tidak sembarangan menggunakan grup WA untuk menyebarkan sikap perlawanan terhadap pemerintah. Tindakan itu bisa menghancurkan negara.
"Jadi, narasi ini tidak boleh dipakai oleh orang-orang yang katanya punya pengetahuan tapi sesungguhnya tidak punya pengetahuan dan merusak dialog orang di luar publik," ujar Ngabalin.
Dia mengaku siap pasang badan untuk mencegah penyebaran radikalisme melalui grup WA. Pemahaman itu harus dibasmi tanpa pandang bulu.
"Ini tidak boleh, harus dicegah, dan itu yang akan saya lakukan perlawanan kepada siapa pun," ucap Ngabalin.
Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur anggota TNI-Polri yang mengkritik kinerja pemerintah dalam pembangunan
Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pemerintah mengategorikan tindakan itu sebagai radikalisme di kalangan
TNI-Polri.
Beberapa pihak menuding Kepala Negara sudah kelewatan batas dengan mencampuri ranah privasi anggota TNI-Polri di grup
WhatsApp. Pandangan itu dinilai salah.
Jokowi berhak memantau pembicaraan TNI-Polri kalau dinilai berbau radikal.
"Makannya kalau mereka menuduh
kok Presiden
ngintip-ngintip? Ini pertama juga karena tidak punya pengetahuan tentang ilmu dan
knowledge-nya rendah," kata Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin dalam acara
Crosscheck by Medcom.id dengan tema 'Jokowi Gelisah Grup WA TNI dan Polri', Minggu, 6 Maret 2022.
Ngabalin mengatakan Kepala Negara memang tidak secara langsung memantau grup tersebut. Pemantauan dilakukan pembantu Presiden, dan memberikan laporan langsung.
"Presiden itu kan Kepala Negara, ada BIN (Badan Intelijen Negara)
user-nya adalah Presiden, tentara ada Bais (Badan Intelijen Strategis), polisi ada Intelkam (intelijen dan keamanan)," tutur Ngabalin.
Baca:
Ngabalin Sebut Radikalisme Menyusupi Grup WA Anggota TNI-Polri
Anggota TNI-Polri diminta tidak sembarangan menggunakan grup WA untuk menyebarkan sikap perlawanan terhadap pemerintah. Tindakan itu bisa menghancurkan negara.
"Jadi, narasi ini tidak boleh dipakai oleh orang-orang yang katanya punya pengetahuan tapi sesungguhnya tidak punya pengetahuan dan merusak dialog orang di luar publik," ujar Ngabalin.
Dia mengaku siap pasang badan untuk mencegah penyebaran radikalisme melalui grup WA. Pemahaman itu harus dibasmi tanpa pandang bulu.
"Ini tidak boleh, harus dicegah, dan itu yang akan saya lakukan perlawanan kepada siapa pun," ucap Ngabalin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)