Jakarta: Wakil Ketua Dewan Pembina Asosiasi Televisi Digital Indonesia (ATVDSI) Bambang Harymurti menyebut ada tiga pemilik industri media penyiaran yang menolak migrasi penyiaran televisi analog ke digital. Kondisi tersebut harus menjadi perhatian dari Presiden Joko Widodo.
Bambang mengatakan salah satu pemilik perusahaan itu memiliki pengaruh besar dalam perpolitikan di Tanah Air. Presiden Jokowi diharap tegas melawan yang bersangkutan.
"Ini tidak ada masalah teknis (dalam digital televisi). Ini cuman keputusan pemerintah berani enggak lawan (satu orang pemilik media)," kata Bambang dalam diskusi virtual Crosscheck Medcom.id, Minggu, 19 Juli 2020.
Pernyataan Bambang didasari keputusan Presiden menyetujui dibuatnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penyiaran. Kebijakan itu sudah didukung Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara kala menjabat periode 2014-2019.
Menurut dia, Kementerian Kominfo telah menghitung kerugian negara atas keterlambatan migrasi penyiaran yang mencapai Rp11 trilun setiap tahunnya. Namun, pemerintah membatalkan dibentuknya Perppu Penyiaran.
Bambang menyebut ada pihak nonpemerintah yang meminta agar perppu tidak dibentuk. Pihak itu meminta Menkominfo diberikan kesempatan menyelesaikan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
"Loh ini kan kerugian bagi Kemenkominfo Rp11 triliun per tahun dan RUU Penyiaran sudah 13 tahun (dibahas). Orang nonpemerintah ini saya tahu membuat (pengaruh) orang sangat tinggi," tutur dia.
Ia menambahkan pemilik perusahaan media penyiaran itu telah menyalurkan dana untuk beberapa partai politik. Dengan begitu, tidak heran keberadaannya berpengaruh terhadap keberlanjutan suatu kebijakan pemerintah, terutama terkait migrasi sistem penyiaran.
Baca: ATVSI Akui Ada Perbedaan Pendapat Waktu Digitalisasi TV
Bambang memaparkan dengan dana Rp11 triliun, pemerintah sejatinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan infrastruktur digitalisasi televisi. Hal ini meliputi TV atau laptop serta akses internet yang memadai.
"Apa anda tidak bayangin jahatnya orang ini. Kalau jutaan orang miskin tidak ada akses internet, tidak bisa belajar, bisa jadi orang bodoh, apa tidak jahat," kecam Bambang.
Jakarta: Wakil Ketua Dewan Pembina Asosiasi Televisi Digital Indonesia (ATVDSI) Bambang Harymurti menyebut ada tiga pemilik industri media penyiaran yang menolak migrasi penyiaran televisi analog ke digital. Kondisi tersebut harus menjadi perhatian dari Presiden Joko Widodo.
Bambang mengatakan salah satu pemilik perusahaan itu memiliki pengaruh besar dalam perpolitikan di Tanah Air. Presiden Jokowi diharap tegas melawan yang bersangkutan.
"Ini tidak ada masalah teknis (dalam digital televisi). Ini cuman keputusan pemerintah berani enggak lawan (satu orang pemilik media)," kata Bambang dalam diskusi virtual Crosscheck Medcom.id, Minggu, 19 Juli 2020.
Pernyataan Bambang didasari keputusan Presiden menyetujui dibuatnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penyiaran. Kebijakan itu sudah didukung Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara kala menjabat periode 2014-2019.
Menurut dia, Kementerian Kominfo telah menghitung kerugian negara atas keterlambatan migrasi penyiaran yang mencapai Rp11 trilun setiap tahunnya. Namun, pemerintah membatalkan dibentuknya Perppu Penyiaran.
Bambang menyebut ada pihak nonpemerintah yang meminta agar perppu tidak dibentuk. Pihak itu meminta Menkominfo diberikan kesempatan menyelesaikan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
"Loh ini kan kerugian bagi Kemenkominfo Rp11 triliun per tahun dan RUU Penyiaran sudah 13 tahun (dibahas). Orang nonpemerintah ini saya tahu membuat (pengaruh) orang sangat tinggi," tutur dia.
Ia menambahkan pemilik perusahaan media penyiaran itu telah menyalurkan dana untuk beberapa partai politik. Dengan begitu, tidak heran keberadaannya berpengaruh terhadap keberlanjutan suatu kebijakan pemerintah, terutama terkait migrasi sistem penyiaran.
Baca:
ATVSI Akui Ada Perbedaan Pendapat Waktu Digitalisasi TV
Bambang memaparkan dengan dana Rp11 triliun, pemerintah sejatinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan infrastruktur digitalisasi televisi. Hal ini meliputi TV atau laptop serta akses internet yang memadai.
"Apa anda tidak bayangin jahatnya orang ini. Kalau jutaan orang miskin tidak ada akses internet, tidak bisa belajar, bisa jadi orang bodoh, apa tidak jahat," kecam Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)