Jakarta: Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai demonstrasi mahasiswa di DPR, Selasa, 24 September 2019, tidak ditunggangi siapa pun. Aksi itu masih murni digerakkan mahasiswa sendiri.
"Salah satu ciri bahwa demo tidak ditunggangi adalah mereka memiliki gagasan yang merupakan keinginan publik," kata Ubedilah dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 28 September 2019.
Menurut dia, unjuk rasa itu hanya menyampaikan keresahan publik terhadap sikap elite politik di parlemen dan pemerintah. Pedemo, ungkap dia, hanya fokus pada rancangan undang-undang (RUU) yang hendak disahkan DPR.
Mahasiswa mengecam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Di samping itu, massa menilai RUU Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak berpihak kepada pekerja.
RUU Pertanahan pun dianggap bertentangan dengan reforma agraria. Mahasiswa juga ingin pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ditunda. Selain itu, massa menyinggung isu lingkungan dan penghentian kriminalisasi aktivis.
Ubedilah menilai isu-isu ini menjadi kepentingan masyarakat banyak. "Karena isunya adalah isu bersama, isu kepentingan nasional," ujar dia.
Ubedilah memastikan demonstrasi ini tidak disusupi penumpang gelap karena mahasiswa turun ke jalan secara spontan. Mereka datang dari segala universitas karena resah dengan kondisi di DPR.
"Tidak ada yang memaksa mereka harus turun. Mereka sadar dan ketika kesadaran kolektif itu muncul, itu artinya mereka tidak dikendalikan oleh kepentingan apa pun," tukas dia.
Sebelumnya, ribuan mahasiswa menggelar aksi menolak RKUHP. DPR menanggapi aspirasi mahasiswa. DPR menunda pengesahan RKUHP. Pembahasan lanjutan RKUHP diserahkan kepada DPR periode 2019-2024.
Namun, demonstrasi tetap berlangsung hingga sore. Mahasiswa dari beberapa universitas memaksa masuk ke dalam Gedung Parlemen. Kericuhan pecah saat polisi menghalau demonstran menggunakan mobil water cannon dan gas air mata.
Massa sempat melawan dengan melemparkan batu. Para demonstran mundur dan berpencar ke sejumlah titik di sekitar Gedung Parlemen. Menjelang malam, situasi di sekitar Gedung DPR mencekam.
Sekelompok massa membakar pos polisi Palmerah dan pos polisi di Jalan Gerbang Pemuda yang berada tak jauh dari Gedung DPR. Kericuhan antara demonstran dan polisi juga sempat pecah di sekitar jembatan Semanggi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/9K5rp3RN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai demonstrasi mahasiswa di DPR, Selasa, 24 September 2019, tidak ditunggangi siapa pun. Aksi itu masih murni digerakkan mahasiswa sendiri.
"Salah satu ciri bahwa demo tidak ditunggangi adalah mereka memiliki gagasan yang merupakan keinginan publik," kata Ubedilah dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 28 September 2019.
Menurut dia, unjuk rasa itu hanya menyampaikan keresahan publik terhadap sikap elite politik di parlemen dan pemerintah. Pedemo, ungkap dia, hanya fokus pada rancangan undang-undang (RUU) yang hendak disahkan DPR.
Mahasiswa mengecam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Di samping itu, massa menilai RUU Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak berpihak kepada pekerja.
RUU Pertanahan pun dianggap bertentangan dengan reforma agraria. Mahasiswa juga ingin pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ditunda. Selain itu, massa menyinggung isu lingkungan dan penghentian kriminalisasi aktivis.
Ubedilah menilai isu-isu ini menjadi kepentingan masyarakat banyak. "Karena isunya adalah isu bersama, isu kepentingan nasional," ujar dia.
Ubedilah memastikan demonstrasi ini tidak disusupi penumpang gelap karena mahasiswa turun ke jalan secara spontan. Mereka datang dari segala universitas karena resah dengan kondisi di DPR.
"Tidak ada yang memaksa mereka harus turun. Mereka sadar dan ketika kesadaran kolektif itu muncul, itu artinya mereka tidak dikendalikan oleh kepentingan apa pun," tukas dia.
Sebelumnya, ribuan mahasiswa menggelar aksi menolak RKUHP. DPR menanggapi aspirasi mahasiswa. DPR menunda pengesahan RKUHP. Pembahasan lanjutan RKUHP diserahkan kepada DPR periode 2019-2024.
Namun,
demonstrasi tetap berlangsung hingga sore. Mahasiswa dari beberapa universitas memaksa masuk ke dalam Gedung Parlemen. Kericuhan pecah saat polisi menghalau demonstran menggunakan mobil
water cannon dan gas air mata.
Massa sempat melawan dengan melemparkan batu. Para demonstran mundur dan berpencar ke sejumlah titik di sekitar Gedung Parlemen. Menjelang malam, situasi di sekitar Gedung DPR mencekam.
Sekelompok massa membakar pos polisi Palmerah dan pos polisi di Jalan Gerbang Pemuda yang berada tak jauh dari Gedung DPR. Kericuhan antara demonstran dan polisi juga sempat pecah di sekitar jembatan Semanggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)