Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Willy Aditya. Medcom.id/Arga Sumantri
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Willy Aditya. Medcom.id/Arga Sumantri

RUU TPKS Dipastikan Tak Mengakomodasi Unsur Persetujuan Seksual

Anggi Tondi Martaon • 18 November 2021 16:11
Jakarta: Panitia Kerja (Panja) telah menetapkan bentuk tindakan pidana kekerasan seksual dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Panja memastikan tidak ada unsur seksual consent atau persetujuan seksual di dalam draf itu.
 
"Dan, itu menjadi political commitment dari pimpinan dan panja untuk tidak memasukkan (seksual consent)," kata Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 18 November 2021.
 
Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem itu menyampaikan panja bersepakat pemasangan alat kontrasepsi secara paksa bukan bagian dari seksual consent. Tapi, bagian dari medical consent.

"Kami khusus untuk kontrasepsi itu bukan seksual consent, itu medical consent, jadi itu sudah clear," ungkap dia.
 
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) itu menegaskan RUU TPKS tidak melegalkan seks bebas atau perbuatan asusila menyimpang lainnya. Seluruh pihak diminta menyisir draf RUU TPKS apakah ada ketentuan seksual consent atau tidak.
 
"Tolong sampaikan kepada kami mana materi yang memberikan legalitas kepada seks bebas dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) itu," sebut dia.
 
Baca: Kasus Kekerasan Seksual di Unri Bukti RUU TPKS Dibutuhkan
 
Dia meminta tidak ada pihak yang memunculkan asumsi negatif terkait RUU TPKS. Sehingga, pembahasan bakal beleid ini ditentang masyarakat.
 
"Jangan kita selalu bermain asumsi, mengeksploitasi emosi publik, ya akhirnya yang menjadi korban publik itu sendiri," ujar dia.

Berikut bentuk kekerasan seksual yang telah disepakati dalam rapat finalisasi draf RUU TPKS yang berlangsung pada 17 November 2021:

Pasal 4

  • Setiap orang yang melakukan tindakan nonfisik berupa isyarat, tulisan, dan/atau perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait dengan keinginan seksual, dipidana karena pelecehan seksual non fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.
  1. Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan.
  2. Dalam hal pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Korban merupakan Anak atau Penyandang Disabilitas mental, pengaduan dapat dilakukan oleh orang tua atau walinya.

Pasal 5

  • Setiap orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya untuk sementara waktu, dipidana karena pemaksaan kontrasepsi, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50 juta.

Pasal 6

  • Setiap orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya secara tetap, dipidana karena pemaksaan sterilisasi, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling lama Rp200 juta.

Pasal 7

  • Setiap orang yang melakukan perbuatan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, untuk melakukan hubungan seksual, dengan memasukkan alat kelaminnya, bagian tubuhnya, atau benda ke alat kelamin, anus, mulut, atau bagian tubuh orang lain, dipidana karena pemaksaan hubungan seksual dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Pasal 8

  • Setiap Orang yang melakukan perbuatan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, nama identitas atau martabat palsu, penyalahgunaan kepercayaan, penyalahgunaan wewenang, atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantungan seseorang, agar seseorang melakukan hubungan seksual dengannya atau orang lain dan/atau perbuatan yang memanfaatkan tubuh orang tersebut yang terkait keinginan seksual dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan