Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Tjahjo Kumolo mengatakan aparatur sipil negara (ASN) yang menerima bantuan sosial (bansos) bisa disanksi. Pemberian sanksi butuh kerja sama Menteri Sosial Tri Rismaharini.
"Menteri Sosial harus memiliki data lengkap nama, NIP (nomor induk pegawai), dan instansi/lokasi," kata Tjahjo dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 November 2021.
Data tersebut perlu dilaporkan kepada masing-masing pejabat pembina kepegawaian (PPK). Supaya PPK bisa menginvestigasi temuan Risma.
"Jika memang terbukti, barulah dapat diberikan sanksi disiplin, termasuk pengembalian uang bansos," kata Tjahjo.
Tjahjo menegaskan ASN bukan target penerima bantuan sosial (bansos). Sebab, ASN merupakan pegawai pemerintah yang memiliki gaji dan tunjangan dari negara.
"Pegawai ASN tidak termasuk dalam kriteria penyelenggaraan kesejahteraan sosial," ujar dia.
Tjahjo mengatakan penerima bansos sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non Tunai. Penerima bansos, yakni seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial.
Selain itu, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial mengatur penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan kepada mereka dengan kriteria tertentu. Yaitu, masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak layak serta memiliki kriteria masalah sosial.
Baca: MenPAN RB: ASN Bukan Target Penerima Bansos
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini menemukan 31.624 data Pegawai Negeri Sipil (PNS) aktif yang mendapatkan bantuan sosial. Data tersebut berdasarkan hasil verifikasi data yang diserahkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Jadi data kami setelah kami serahkan ke BKN data yang indikasinya PNS itu ada 31.624 ASN yang aktif itu, setelah kita cek di data BKN mungkin sisanya sudah pensiun, itu 28.965 ASN aktif," kata Risma di Gedung Kementerian Sosial, Jakarta Pusat, Kamis, 18 November 2021.
Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(MenPAN RB) Tjahjo Kumolo mengatakan
aparatur sipil negara (ASN) yang menerima
bantuan sosial (bansos) bisa disanksi. Pemberian sanksi butuh kerja sama Menteri Sosial Tri Rismaharini.
"Menteri Sosial harus memiliki data lengkap nama, NIP (nomor induk pegawai), dan instansi/lokasi," kata Tjahjo dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 November 2021.
Data tersebut perlu dilaporkan kepada masing-masing pejabat pembina kepegawaian (PPK). Supaya PPK bisa menginvestigasi temuan Risma.
"Jika memang terbukti, barulah dapat diberikan sanksi disiplin, termasuk pengembalian uang bansos," kata Tjahjo.
Tjahjo menegaskan ASN bukan target penerima bantuan sosial (bansos). Sebab, ASN merupakan pegawai pemerintah yang memiliki gaji dan tunjangan dari negara.
"Pegawai ASN tidak termasuk dalam kriteria penyelenggaraan kesejahteraan sosial," ujar dia.
Tjahjo mengatakan penerima bansos sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Non Tunai. Penerima bansos, yakni seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial.
Selain itu, Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial mengatur penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan kepada mereka dengan kriteria tertentu. Yaitu, masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak layak serta memiliki kriteria masalah sosial.
Baca:
MenPAN RB: ASN Bukan Target Penerima Bansos
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini menemukan 31.624 data Pegawai Negeri Sipil (PNS) aktif yang mendapatkan bantuan sosial. Data tersebut berdasarkan hasil verifikasi data yang diserahkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Jadi data kami setelah kami serahkan ke BKN data yang indikasinya PNS itu ada 31.624 ASN yang aktif itu, setelah kita cek di data BKN mungkin sisanya sudah pensiun, itu 28.965 ASN aktif," kata Risma di Gedung Kementerian Sosial, Jakarta Pusat, Kamis, 18 November 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)