Jakarta: Muncul wacana pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI oleh DPR. Hal tersebut menjadi sorotan, sebab berpotensi mencederai independensi dan profesionalitas TNI.
"Ini sangat berbahaya karena akan mengusik independensi TNI itu sendiri dan merusak profesionalisme TNI di masa yang akan datang," kata perwakilan Divisi Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Annisa Azzahra dikutip dari Media Indonesia, Minggu, 19 Mei 2024.
Annisa membeberkan penyebabnya, yakni draf revisi yang mengusulkan pendanaan TNI tak hanya bersumber dari APBN. Dana untuk TNI dapat bersumber dari luar APBN seperti APBD dan lain-lain.
Menurut Annisa, arah revisi itu tidak membawa pada penciptaan demokrasi yang lebih baik. Malah, terkesan mengakomodasi militer mendapat hal yang sama seperti masa Orde Baru.
"Kalau kita lihat draf revisi UU TNI maka sepertinya mereka ingin meminta kembali apa yang pernah mereka punya pada masa Orde Baru," kata dia.
Annisa mempertanyakan fokus pemerintah dan DPR terhadap revisi UU itu. Mengingat, banyak hal yang lebih mendesak.
"Pemerintah dan DPR juga abai terhadap revisi UU Peradilan Militer yang lebih urgen ketimbang merevisi UU TNI," kata dia.
Pengacara publik LBH Jakarta Fadhil Alfathan sepakat dengan pandangan Annisa. Menurut dia, peradilan militer harus ditinjau ulang dan lebih mendesak untuk direvisi.
"Peradilan Militer tentunya sangat problematik di mana Odituur atau jaksanya dan hakimnya itu merupakan unsur dari militer," kata dia.
Sistem Peradilan Militer, kata dia, harus ditinjau ulang. Karena, menempatkan pelakunya sebagai subjek peradilan.
"Bukan mengacu pada bentuk perkara yang ditanganinya. Hal ini bertentangan dengan prinsip pembentukan peradilan khusus di bawah Mahkamah Agung," kata dia.
Jakarta: Muncul wacana pembahasan revisi
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI oleh DPR. Hal tersebut menjadi sorotan, sebab berpotensi mencederai independensi dan profesionalitas TNI.
"Ini sangat berbahaya karena akan mengusik independensi TNI itu sendiri dan merusak profesionalisme TNI di masa yang akan datang," kata perwakilan Divisi Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Annisa Azzahra dikutip dari
Media Indonesia, Minggu, 19 Mei 2024.
Annisa membeberkan penyebabnya, yakni draf revisi yang mengusulkan pendanaan TNI tak hanya bersumber dari APBN. Dana untuk TNI dapat bersumber dari luar APBN seperti APBD dan lain-lain.
Menurut Annisa, arah revisi itu tidak membawa pada penciptaan demokrasi yang lebih baik. Malah, terkesan mengakomodasi militer mendapat hal yang sama seperti masa Orde Baru.
"Kalau kita lihat draf revisi UU
TNI maka sepertinya mereka ingin meminta kembali apa yang pernah mereka punya pada masa Orde Baru," kata dia.
Annisa mempertanyakan fokus pemerintah dan DPR terhadap revisi UU itu. Mengingat, banyak hal yang lebih mendesak.
"Pemerintah dan DPR juga abai terhadap revisi UU Peradilan Militer yang lebih urgen ketimbang merevisi UU TNI," kata dia.
Pengacara publik LBH Jakarta Fadhil Alfathan sepakat dengan pandangan Annisa. Menurut dia, peradilan militer harus ditinjau ulang dan lebih mendesak untuk direvisi.
"Peradilan Militer tentunya sangat problematik di mana Odituur atau jaksanya dan hakimnya itu merupakan unsur dari militer," kata dia.
Sistem Peradilan Militer, kata dia, harus ditinjau ulang. Karena, menempatkan pelakunya sebagai subjek peradilan.
"Bukan mengacu pada bentuk perkara yang ditanganinya. Hal ini bertentangan dengan prinsip pembentukan peradilan khusus di bawah Mahkamah Agung," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)