Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tak kunjung rampung. Kontras menilai ada resistensi dalam pengesahan revisi.
"Kami melihatnya sepertinya ada resistensi dari pihak tertentu yang akhirnya membuat produk hukum ini tidak dapat direvisi secara segera," kata peneliti dari KontraS, Rozy Brilian, saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 26 Maret 2024.
KontraS menilai revisi itu mendesak. Khususnya, untuk menyikapi penanganan kasus penyiksaan dilakukan sejumlah oknum prajurit TNI terhadap anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB).
KontraS, kata dia, sudah lama mendesak revisi UU tersebut. Terutama, dalam mengubah ketentuan proses peradilan bagi anggota TNI yang melakukan pelanggaran.
Revisi UU Peradilan Militer sempat mengemuka ketika mantan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, terjerat kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, kasus Henri dialihkan penanganannya.
"Tahun lalu betul sempat ada wacananya pada saat pengusutan dugaan kasus korupsi Kepala Basarnas, setelah dilakukan penyidikan justru diambil alih oleh Denpom. Padahal saat itu jabatannya jabatan sipil, seharusnya diusut lewat mekanisme sipil," ucap Rozy.
Beredar video berisi tindakan penyiksaan terhadap anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Puncak. Dalam video itu, terlihat seorang OAP sedang mengalami penyiksaan dengan keadaan kedua tangan diikat dari belakang, dan dimasukkan ke dalam drum warna biru.
Kepala korban berulang kali dipukul dan ditendang secara kejam oleh para pelaku yang bertubuh tegap, berkaos, dan berambut cepak. Salah satunya memakai kaos hijau bertuliskan angka 300.
Terhadap peristiwa itu, TNI telah menyampaikan permintaan maafnya. Permintaan maaf ini disampaikan Pangdam XVII/ Cenderawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan.
"Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat Papua dan kami akan terus bekerja agar kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa-masa mendatang,” kata Izak di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta, Senin, 25 Maret 2024.
Kadispenad Brigjen TNI Kristomei Sianturi, menjelaskan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh prajurit TNI dari Yonif 300/Raider itu tengah dilakukan investigasi lanjutan. Pemeriksaan dilakukan atas perintah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak.
“Bapak KSAD sudah memerintahkan dalam hal ini POM TNI AD dibantu oleh Pomdam III/Siliwangi untuk melakukan investigasi tentang keterkaitan oknum-oknum prajurit TNI yang terlibat secara langsung dalam tindakan kekerasan ini,” tegas Kristomei.
Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti revisi
Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tak kunjung rampung. Kontras menilai ada resistensi dalam pengesahan revisi.
"Kami melihatnya sepertinya ada resistensi dari pihak tertentu yang akhirnya membuat produk hukum ini tidak dapat direvisi secara segera," kata peneliti dari KontraS, Rozy Brilian, saat dihubungi
Medcom.id, Selasa, 26 Maret 2024.
KontraS menilai revisi itu mendesak. Khususnya, untuk menyikapi penanganan kasus penyiksaan dilakukan sejumlah oknum prajurit TNI terhadap anggota kelompok kriminal bersenjata (
KKB).
KontraS, kata dia, sudah lama mendesak revisi UU tersebut. Terutama, dalam mengubah ketentuan proses peradilan bagi anggota TNI yang melakukan pelanggaran.
Revisi UU Peradilan Militer sempat mengemuka ketika mantan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, terjerat kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, kasus Henri dialihkan penanganannya.
"Tahun lalu betul sempat ada wacananya pada saat pengusutan dugaan kasus korupsi Kepala Basarnas, setelah dilakukan penyidikan justru diambil alih oleh Denpom. Padahal saat itu jabatannya jabatan sipil, seharusnya diusut lewat mekanisme sipil," ucap Rozy.
Beredar video berisi tindakan penyiksaan terhadap anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Puncak. Dalam video itu, terlihat seorang OAP sedang mengalami penyiksaan dengan keadaan kedua tangan diikat dari belakang, dan dimasukkan ke dalam drum warna biru.
Kepala korban berulang kali dipukul dan ditendang secara kejam oleh para pelaku yang bertubuh tegap, berkaos, dan berambut cepak. Salah satunya memakai kaos hijau bertuliskan angka 300.
Terhadap peristiwa itu, TNI telah menyampaikan permintaan maafnya. Permintaan maaf ini disampaikan Pangdam XVII/ Cenderawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan.
"Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat Papua dan kami akan terus bekerja agar kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa-masa mendatang,” kata Izak di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta, Senin, 25 Maret 2024.
Kadispenad Brigjen TNI Kristomei Sianturi, menjelaskan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh prajurit TNI dari Yonif 300/Raider itu tengah dilakukan investigasi lanjutan. Pemeriksaan dilakukan atas perintah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak.
“Bapak KSAD sudah memerintahkan dalam hal ini POM TNI AD dibantu oleh Pomdam III/Siliwangi untuk melakukan investigasi tentang keterkaitan oknum-oknum prajurit TNI yang terlibat secara langsung dalam tindakan kekerasan ini,” tegas Kristomei.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)