Jakarta: Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate menolak keras pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Tunai. Ia khawatir, sebab RUU ini rawan dipolitisasi menjelang tahun politik.
"RUU Pembatasan Transaksi Tunai hanya akan menjadi objek politisi menyerang pemerintah menjelang Pemilu 2019," kata Plate di ruang Fraksi Partai NasDem, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 April 2018.
(Baca juga: RUU Pembatasan Transaksi Tunai Matikan UMKM)
Upaya pemerintah mendesak RUU ini segera disahkan dianggap tak tepat. Apalagi melihat momentumnya yang dalam 1,5 tahun ke depan Indonesia akan menghadapi tahun politik.
"Mendorong RUU ini merupakan langkah yang tidak cerdas dari sisi momentum politik," ujar Plate.
Kepala PPATK Ki Agus Badaruddin menambahkan, RUU Pembatasan Transaksi Tunai belum masuk program legislasi nasional 2018. Ki Agus realistis, sebab RUU ini tak bisa dipaksakan untuk selesai tahun ini mengingat DPR masih ada RUU yang lebih diprioritaskan.
"Kita berharap cepat selesai tapi kita kadang-kadang harus realistis juga. Mereka banyak juga undang-undang lain yang harus didahulukan," ujar Agus.
(Baca juga: Draf RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai Dikebut)
Pemerintah mengebut draf RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Aturan ini diperlukan untuk menekan jumlah tindak pidana.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan RUU tersebut sudah dibahas sejak 2014 dengan melibatkan semua kementerian dan pemangku kepentingan. RUU tersebut juga masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018.
Menurut Yasonna, draf tersebut sudah hampir rampung. Namun, Bank Indonesia sebagai salah satu pihak yang terlibat, ingin menyampaikan pandangannya kembali, sehingga draf RUU perlu diubah.
Jakarta: Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate menolak keras pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Tunai. Ia khawatir, sebab RUU ini rawan dipolitisasi menjelang tahun politik.
"RUU Pembatasan Transaksi Tunai hanya akan menjadi objek politisi menyerang pemerintah menjelang Pemilu 2019," kata Plate di ruang Fraksi Partai NasDem, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 April 2018.
(Baca juga:
RUU Pembatasan Transaksi Tunai Matikan UMKM)
Upaya pemerintah mendesak RUU ini segera disahkan dianggap tak tepat. Apalagi melihat momentumnya yang dalam 1,5 tahun ke depan Indonesia akan menghadapi tahun politik.
"Mendorong RUU ini merupakan langkah yang tidak cerdas dari sisi momentum politik," ujar Plate.
Kepala PPATK Ki Agus Badaruddin menambahkan, RUU Pembatasan Transaksi Tunai belum masuk program legislasi nasional 2018. Ki Agus realistis, sebab RUU ini tak bisa dipaksakan untuk selesai tahun ini mengingat DPR masih ada RUU yang lebih diprioritaskan.
"Kita berharap cepat selesai tapi kita kadang-kadang harus realistis juga. Mereka banyak juga undang-undang lain yang harus didahulukan," ujar Agus.
(Baca juga:
Draf RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai Dikebut)
Pemerintah mengebut draf RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Aturan ini diperlukan untuk menekan jumlah tindak pidana.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan RUU tersebut sudah dibahas sejak 2014 dengan melibatkan semua kementerian dan pemangku kepentingan. RUU tersebut juga masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018.
Menurut Yasonna, draf tersebut sudah hampir rampung. Namun, Bank Indonesia sebagai salah satu pihak yang terlibat, ingin menyampaikan pandangannya kembali, sehingga draf RUU perlu diubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)