Jakarta: Fraksi Partai NasDem menolak keras pengesahan rancangan undang-undang pembatasan transaksi tunai. Pembatasan nominal transaksi Rp100 juta bakal mematikan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Akan mengganggu perekonomian dan transaksi dunia usaha khususnya UMKM," kata Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate di ruang Fraksi Partai NasDem, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 April 2018.
Menurut dia, daerah dengan kondisi insfratruktur yang terbatas tak mungkin UMKM bisa menjalankan aturan ini. Mereka masih terbiasa menggunakan transaksi tunai dalam aktivitas ekonomi sehari-hari.
"Infrastruktur nontunai belum siap secara memadai di seluruh Indonesia walaupun telah ada GPN (gerbang pembayaran nasional)," ujar Plate.
Fraksi Partai NasDem mendorong pemerintah mencari alternatif lain, dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Pusat Penelurusan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bank Indonesia perlu memikirkan matang-matang.
Sementara itu, Kepala PPATK Ki Agus Badaruddin menyampaikan RUU ini belum masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2018. Angka nominal batasan transaksi masih dirumuskan.
"Itu angka pertama (Rp100 juta) yang ditawarkan tim penyusun. Nanti bisa saja melihat itu besar atau kecil bisa dimasukkan ke dalam inventarisasi masalah," jelas Ki Agus di Komisi III DPR RI.
Ki Agus menyarakan angka batasan maksimal transaksi tunai harus dipertimbangkan dengan bijak. Jangan sampai aturan ini justru menghambat roda perekonomian.
"Kita itu tidak boleh terlalu ketat juga karena harus diperhatikan masalah kelancaran transaksi," ujarnya.
Baca: Draf RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai Dikebut
Pemerintah mengebut draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Aturan pembatasan transaksi uang tunai diperlukan untuk menekan jumlah tindak pidana.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan RUU tersebut sudah dibahas sejak 2014. Diskusi melibatkan semua kementerian dan pemangku kepentingan. RUU tersebut juga masuk prolegnas 2018.
Menurut Yasonna, draf tersebut sudah hampir rampung. Namun, Bank Indonesia sebagai salah satu pihak yang terlibat ingin menyampaikan pandangannya kembali sehingga draf RUU perlu diubah.
Jakarta: Fraksi Partai NasDem menolak keras pengesahan rancangan undang-undang pembatasan transaksi tunai. Pembatasan nominal transaksi Rp100 juta bakal mematikan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Akan mengganggu perekonomian dan transaksi dunia usaha khususnya UMKM," kata Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate di ruang Fraksi Partai NasDem, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 18 April 2018.
Menurut dia, daerah dengan kondisi insfratruktur yang terbatas tak mungkin UMKM bisa menjalankan aturan ini. Mereka masih terbiasa menggunakan transaksi tunai dalam aktivitas ekonomi sehari-hari.
"Infrastruktur nontunai belum siap secara memadai di seluruh Indonesia walaupun telah ada GPN (gerbang pembayaran nasional)," ujar Plate.
Fraksi Partai NasDem mendorong pemerintah mencari alternatif lain, dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Pusat Penelurusan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bank Indonesia perlu memikirkan matang-matang.
Sementara itu, Kepala PPATK Ki Agus Badaruddin menyampaikan RUU ini belum masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2018. Angka nominal batasan transaksi masih dirumuskan.
"Itu angka pertama (Rp100 juta) yang ditawarkan tim penyusun. Nanti bisa saja melihat itu besar atau kecil bisa dimasukkan ke dalam inventarisasi masalah," jelas Ki Agus di Komisi III DPR RI.
Ki Agus menyarakan angka batasan maksimal transaksi tunai harus dipertimbangkan dengan bijak. Jangan sampai aturan ini justru menghambat roda perekonomian.
"Kita itu tidak boleh terlalu ketat juga karena harus diperhatikan masalah kelancaran transaksi," ujarnya.
Baca: Draf RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai Dikebut
Pemerintah mengebut draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Aturan pembatasan transaksi uang tunai diperlukan untuk menekan jumlah tindak pidana.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan RUU tersebut sudah dibahas sejak 2014. Diskusi melibatkan semua kementerian dan pemangku kepentingan. RUU tersebut juga masuk prolegnas 2018.
Menurut Yasonna, draf tersebut sudah hampir rampung. Namun, Bank Indonesia sebagai salah satu pihak yang terlibat ingin menyampaikan pandangannya kembali sehingga draf RUU perlu diubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)