Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

25 Tahun Reformasi

Agenda Reformasi Terancam Koyak Lewat Celah Revisi UU TNI

Medcom • 12 Mei 2023 11:15
Jakarta: Usulan merevisi UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) patut dikritisi. Apalagi usulan yang datang dari dalam tubuh TNI ini mengemuka di momen 25 tahun reformasi.
 
Menjadi kekhawatiran karena tiga pasal yang diusulkan untuk direvisi terancam mengkhianiati agenda reformasi. Tengok Pasal 47 ayat 2, Pasal 65, dan Pasal 66. 
 
Ketiganya dikhawatirkan akan menggerogoti salah satu tuntutan Reformasi 1998. Poin ketiga tuntutan reformasi adalah menghapus dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), kini bersalin nama menjadi TNI.

Nah, kedua pasal itu berbau pengkhianatan atas tuntutan reformasi. Mari kita bedah satu per satu.

Prajurit TNI semakin leluasa di jabatan sipil


Revisi Pasal 47 ayat 2 mengusulkan perluasan kewenangan prajurit TNI untuk menduduki jabatan sipil. Saat ini, UU TNI mempersilakan prajurit TNI untuk bisa menduduki jabatan di 10 kementerian atau lembaga. Ke depan, jika usulan disetujui, maka prajurit TNI bisa menduduki jabatan di 18 kementerian atau lembaga.
 
Sebelum revisi:
Prajurit TNI bisa menduduki jabatan di:
 
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), 
2. Kementerian Pertahanan, 
3. Sekretariat Militer Presiden, 
4. Badan Intelijen Negara (BIN), 
5. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), 
6. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, 
7. Badan Narkotika Nasional, dan 
8. Mahkamah Agung. 
 
Usulan revisi menambahkannya, yakni:
 
9. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, 
10. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 
11. Staf Kepresidenan, 
12. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),
13. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
14. Badan Nasional Pengamanan Perbatasan, 
15. Badan Keamanan Laut, 
16. Kejaksaan Agung, dan 
17. kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.
 
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi khawatir dengan kalimat usulan yang menyatakan prajurit aktif juga dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden. Dia menilai ketentuan tersebut menjadi semacam klausul karet. 
 
Menurutnya, klausul itu juga membuka peluang masuknya prajurit aktif ke kementerian atau lembaga yang urusannya tidak berkaitan atau beririsan langsung dengan tugas dan fungsi TNI.
 
"Maka hal itu sama saja dengan membuka jalan bagi kembalinya militer ke kancah politik, dan jelas bertentangan dengan amanat reformasi," kata  Khairul dilansir dari Media Indonesia, Kamis, 11 Mei 2023.

Menghapus peradilan umum


Usulan berikutnya yang bisa menggerogoti agenda reformasi adalah rencana menghapus peradilan umum bagi prajurit TNI. Usulan ini tegas tertuang di dalam usulan revisi Pasal Pasal 65.
 
Sebelum usulan, Pasal 65 ayat 2 UU TNI menyatakan:
 
Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang. 
 
Hendak direvisi menjadi: 
 
Prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan hukum pidana umum. 
 
Prajurit yang terbukti melakukan tindak pidana militer dan tindak pidana umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Militer".
 
Usulan ini juga berpotensi mencederai poin kelima Reformasi 1998. Tuntutan reformasi itu menyatakan supremasi hukum harus ditegakkan. Tidak pandang bulu, termasuk juga terhadap prajurit TNI.

Ingin lepas dari Kementerian Pertahanan


Revisi selanjutnya yang patut dikritisi ada di bunyi Pasal 66 ayat 1. Sebelum diusulkan revisi, bunyinya adalah:
 
Pasal 66 ayat 1: TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 
 
Pasal 66 ayat 2: Keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Departemen Pertahanan.
 
Lantas, ingin diubah menjadi:
 
Pasal 66 ayat 1: TNI dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 
 
Pasal 66 ayat 2: Keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke Kementerian Keuangan berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan.
 
Pengamat militer Anton Aliabbas menilai usulan ini melemahkan posisi Kementerian Pertahanan (Kemhan). Ketidakmampuan Kemhan untuk tidak lagi memberi dukungan administrasi pada TNI berpotensi melemahkan capaian reformasi TNI. 
 
"Ada semangat untuk mengurangi garis koordinasi dengan Kemhan. Draf ini secara eksplisit mengusulkan Kemhan tidak lagi memberi dukungan administrasi kepada TNI,” kata Anton.
 
Alhasil, implikasi ini bisa membuat TNI dapat mengelola kebutuhan dan anggaran dengan lebih otonom.

Langsung dibantah


TNI langsung membantah usulan revisi ini berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI. Apalagi mengkhianati semangat reformasi.
 
"Kemenkeu malah murni sipil semua. Coba lihat lebih detail,” ujar Julius.
 
Julius menerangkan sejauh ini TNI seringkali selalu membantu negara di pelbagai sektor. Contohnya, ikut menangani pandemi covid-19, bencana alam, ketahanan pangan, hingga penanaman mangrove.
 
"Bahkan sampai pembersihan sampah sungai dan laut oleh TNI, apakah itu tidak dwifungsi juga?” tutur dia.
 
Baca: Dikhawatirkan Kembalikan Dwifungsi, Revisi UU TNI Harus Dikawal
 
Pernyataan Julius didukung Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono. Dave menjamin revisi UU TNI tidak akan menghidupkan kembali dwi fungsi TNI. 
 
Musababnya, kata dia, UU TNI sejak awal lahir dengan semangat dan bagian dari reformasi sehingga semangat tersebut akan terus dijaga. Dalam perkembangannya, kata dia, dalam berdemokrasi pun ada sejumlah kebutuhan personel TNI di dalam kementerian sipil.
 
"UU TNI lahir karena bagian dari reformasi Indonesia. Tentu semangat reformasi itu harus terjadi dan diperjuangkan sesuai perkembagnan zaman," kata dia.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan