Jakarta: Pelaksanaan hukuman kebiri belum direalisasikan meski termaktub dalam sejumlah aturan. Jangan sampai hukuman tambahan bagi predator seks itu menjadi pasal mati dalam hukum positif di Indonesia.
"Tindakan kebiri itu tidak menjadi pasal yang mati hanya ada di kertas, tapi tidak bisa dilaksanakan," kata anggota Komisi III Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Ketentuan kebiri ada di dua aturan. Yakni, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengeluarkan pelaksanaan teknis hukuman kebiri dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kebiri Kimia.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengakui masih ada pro dan kontra terkait pelaksanaan hukuman kebiri. Terutama dari pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menjadi salah satu eksekutor.
Dia menyampaikan IDI menghormati aturan yang berlaku di Indonesia. Pendapat mereka harus melalui pengujian untuk menghindari salah tafsir di tengah masyarakat.
"Kalau kemudian ada elemen masyarakat yang menafsirkan sendiri di luar sistem hukum kita, padahal dia bukan yang berwenang untuk melakukan penafsiran terhadap suatu ketentuan hukum, nanti hukum itu tidak jalan," ungkap dia.
Baca: IDI Bersedia Kebiri Kimia Pelaku Kekerasan Seksual, Ini Syaratnya
Menurut dia, ketentuan kebiri tetap harus dijalankan. Sebab, sudah menjadi hukum positif.
"Maka seyogianya itu dipersilakan ke anggota masing-masing untuk dilaksanakan atau tidak," sebut dia.
Dia juga mendorong agar hukuman kebiri dilakukan. Mengingat kejahatan seksual sudah sangat mengkhawatirkan, terutama kepada kelompok rentan seperti anak-anak.
"Kita berharap itu bisa dijatuhkan dan itu ketika sudah dijatuhkan putusannya sudah berkekuatan tetap ya silakan dieksekusi," ujar dia.
Jakarta: Pelaksanaan
hukuman kebiri belum direalisasikan meski termaktub dalam sejumlah aturan. Jangan sampai hukuman tambahan bagi predator seks itu menjadi pasal mati dalam hukum positif di Indonesia.
"Tindakan kebiri itu tidak menjadi pasal yang mati hanya ada di kertas, tapi tidak bisa dilaksanakan," kata anggota
Komisi III Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Ketentuan kebiri ada di dua aturan. Yakni, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengeluarkan pelaksanaan teknis hukuman kebiri dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kebiri Kimia.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengakui masih ada pro dan kontra terkait pelaksanaan hukuman kebiri. Terutama dari pihak Ikatan Dokter Indonesia (
IDI) yang menjadi salah satu eksekutor.
Dia menyampaikan IDI menghormati aturan yang berlaku di Indonesia. Pendapat mereka harus melalui pengujian untuk menghindari salah tafsir di tengah masyarakat.
"Kalau kemudian ada elemen masyarakat yang menafsirkan sendiri di luar sistem hukum kita, padahal dia bukan yang berwenang untuk melakukan penafsiran terhadap suatu ketentuan hukum, nanti hukum itu tidak jalan," ungkap dia.
Baca:
IDI Bersedia Kebiri Kimia Pelaku Kekerasan Seksual, Ini Syaratnya
Menurut dia, ketentuan kebiri tetap harus dijalankan. Sebab, sudah menjadi hukum positif.
"Maka seyogianya itu dipersilakan ke anggota masing-masing untuk dilaksanakan atau tidak," sebut dia.
Dia juga mendorong agar hukuman kebiri dilakukan. Mengingat kejahatan seksual sudah sangat mengkhawatirkan, terutama kepada kelompok rentan seperti anak-anak.
"Kita berharap itu bisa dijatuhkan dan itu ketika sudah dijatuhkan putusannya sudah berkekuatan tetap ya silakan dieksekusi," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)