Jakarta: Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly telah menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian itu untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, serta terorisme.
Perjanjian tersebut diupayakan pemerintah sejak 1998. Kerja keras itu berbuah manis hingga ditandatangani Yasonna dan disaksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta Perdana Menteri Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau.
"Upaya pembentukan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura telah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998 dalam setiap kesempatan, baik dalam pertemuan bilateral maupun regional dengan Pemerintah Singapura," kata Yasonna melalui keterangan tertulis, Selasa, 25 Januari 2022.
Setelah 1998, dilakukan upaya dengan menggelar pertemuan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Thong pada 16 Desember 2002. Pertemuan bilateral guna membahas hal terkait pengembangan kerja sama kedua negara di segala bidang.
"Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah tercapainya kesepakatan bahwa Indonesia dan Singapura akan menyusun action plan/rencana aksi pembentukan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura," ujar Yasonna.
Pada 27 April 2007, Menteri Luar Negeri Indonesia Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. Namun, perjanjian itu tidak dapat diberlakukan kedua negara karena pemerintah Indonesia dan Singapura belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Baca: Pengamat: Indonesia Perlu Waspada dengan Strategi Singapura
Yasonna mengatakan kedua negara belum meratifikasi karena pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat agar pengesahan Perjanjian Ekstradisi dilakukan secara paralel dengan pengesahan Perjanjian Kerja Sama Keamanan Indonesia-Singapura. Dalam perkembangannya, Komisi I DPR periode 2004-2009 dalam Rapat Kerja dengan Menteri Luar Negeri pada 25 Juni 2007, menolak untuk mengesahkan Perjanjian Kerja Sama Keamanan yang telah ditandatangani.
"Sehingga, berdampak pada proses ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura," ucap Yasonna.
Pada 8 Oktober 2019, digelar Leaders Retreat Indonesia-Singapura membahas kembali tentang Persetujuan Penyesuaian Batas Wilayah Informasi Penerbangan Indonesia-Singapura dan Perjanjian Kerja Sama Keamanan.
Leaders Retreat adalah pertemuan tahunan antara Presiden Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara. Leaders Retreat dimulai pada 2016 hingga kini.
"Menindaklanjuti hasil Leaders Retreat 2019, Menteri Hukum dan HAM RI kemudian mengusulkan agar Perjanjian Ekstradisi yang sejak awal diparalelkan dengan Perjanjian Kerja Sama Keamanan juga dibahas kembali dalam framework for discussion," kata Yasonna.
Pada 22 Oktober 2021, kata Yasonna, Pemerintah Singapura menerima usulan Indonesia tersebut. Hal itu setelah melakukan korespondensi, konsultasi dan perundingan.
"Perjanjian Ekstadisi Indonesia-Singapura ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau, pada 25 Januari 2022," ucap Yasonna.
Jakarta: Menteri Hukum dan HAM
(Menkumham) Yasonna H Laoly telah menandatangani
Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian itu untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti
korupsi, narkotika, serta terorisme.
Perjanjian tersebut diupayakan pemerintah sejak 1998. Kerja keras itu berbuah manis hingga ditandatangani Yasonna dan disaksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta Perdana Menteri Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau.
"Upaya pembentukan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura telah mulai diupayakan pemerintah Indonesia sejak 1998 dalam setiap kesempatan, baik dalam pertemuan bilateral maupun regional dengan Pemerintah Singapura," kata Yasonna melalui keterangan tertulis, Selasa, 25 Januari 2022.
Setelah 1998, dilakukan upaya dengan menggelar pertemuan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Thong pada 16 Desember 2002. Pertemuan bilateral guna membahas hal terkait pengembangan kerja sama kedua negara di segala bidang.
"Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah tercapainya kesepakatan bahwa Indonesia dan Singapura akan menyusun action plan/rencana aksi pembentukan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura," ujar Yasonna.
Pada 27 April 2007, Menteri Luar Negeri Indonesia Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. Namun, perjanjian itu tidak dapat diberlakukan kedua negara karena pemerintah Indonesia dan Singapura belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Baca:
Pengamat: Indonesia Perlu Waspada dengan Strategi Singapura
Yasonna mengatakan kedua negara belum meratifikasi karena pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat agar pengesahan Perjanjian Ekstradisi dilakukan secara paralel dengan pengesahan Perjanjian Kerja Sama Keamanan Indonesia-Singapura. Dalam perkembangannya, Komisi I DPR periode 2004-2009 dalam Rapat Kerja dengan Menteri Luar Negeri pada 25 Juni 2007, menolak untuk mengesahkan Perjanjian Kerja Sama Keamanan yang telah ditandatangani.
"Sehingga, berdampak pada proses ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura," ucap Yasonna.
Pada 8 Oktober 2019, digelar Leaders Retreat Indonesia-Singapura membahas kembali tentang Persetujuan Penyesuaian Batas Wilayah Informasi Penerbangan Indonesia-Singapura dan Perjanjian Kerja Sama Keamanan.
Leaders Retreat adalah pertemuan tahunan antara Presiden Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara. Leaders Retreat dimulai pada 2016 hingga kini.
"Menindaklanjuti hasil Leaders Retreat 2019, Menteri Hukum dan HAM RI kemudian mengusulkan agar Perjanjian Ekstradisi yang sejak awal diparalelkan dengan Perjanjian Kerja Sama Keamanan juga dibahas kembali dalam framework for discussion," kata Yasonna.
Pada 22 Oktober 2021, kata Yasonna, Pemerintah Singapura menerima usulan Indonesia tersebut. Hal itu setelah melakukan korespondensi, konsultasi dan perundingan.
"Perjanjian Ekstadisi Indonesia-Singapura ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau, pada 25 Januari 2022," ucap Yasonna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)