Jakarta: Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily meminta Menteri Agama Fachrul Razi mencabut Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Aturan itu dinilai rawan menimbulkan konflik di masyarakat.
"PMA itu (perlu) direvisi atau bahkan saya kira dicabut," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Desember 2019.
Ace menyesalkan adanya Permenag tersebut. Menurut dia, pemerintah tak bewenang mengatur kegiatan majelis taklim.
"Itu terlalu masuk ke dalam ranah yang bukan kewenangan dari pemerintah, nah itu yang sangat kami sesalkan," ujar dia.
Pasal 6 ayat 1 Permenag Nomor 29 Tahun 2019 berbunyi majelis taklim harus terdaftar di Kementerian Agama. Ace mempertanyakan urgensi dari ketentuan tersebut.
"Pertanyaan gini, apakah majelis taklim bermasalah? Apa majelis taklim dicurigai menebarkan radikalisme? Jadi, menurut saya tidak perlu punya kecurigaan apa yang berlangsung di tengah masyarakat," ucap dia.
Menurut dia, majelis taklim selama ini sangat positif membina nilai-nilai keagamaan. Negara tak perlu mengintervensi kegiatan positif yang sudah tumbuh di masyarakat.
Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag Juraidi menjelaskan terdaftarnya majelis taklim akan memudahkan Kemenag melakukan pembinaan. Ada banyak pembinaan yang bisa dilakukan, seperti workshop, dialog tentang manajemen majelis taklim dan materi dakwah, penguatan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, serta pemberdayaan jemaah.
Aturan ini juga bisa menjadi panduan masyarakat saat akan membentuk majelis taklim. Misalnya, salah satu rukun majelis taklim ialah jemaah. Dalam regulasi ini diatur jumlahnya minimal 15 orang. Hal ini supaya majelis taklim yang dibentuk benar-benar memiliki jemaah.
Jakarta: Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily meminta Menteri Agama Fachrul Razi mencabut Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Aturan itu dinilai rawan menimbulkan konflik di masyarakat.
"PMA itu (perlu) direvisi atau bahkan saya kira dicabut," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Desember 2019.
Ace menyesalkan adanya
Permenag tersebut. Menurut dia, pemerintah tak bewenang mengatur kegiatan majelis taklim.
"Itu terlalu masuk ke dalam ranah yang bukan kewenangan dari pemerintah, nah itu yang sangat kami sesalkan," ujar dia.
Pasal 6 ayat 1 Permenag Nomor 29 Tahun 2019 berbunyi majelis taklim harus terdaftar di Kementerian Agama. Ace mempertanyakan urgensi dari ketentuan tersebut.
"Pertanyaan gini, apakah majelis taklim bermasalah? Apa majelis taklim dicurigai menebarkan radikalisme? Jadi, menurut saya tidak perlu punya kecurigaan apa yang berlangsung di tengah masyarakat," ucap dia.
Menurut dia, majelis taklim selama ini sangat positif membina nilai-nilai keagamaan. Negara tak perlu mengintervensi kegiatan positif yang sudah tumbuh di masyarakat.
Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag Juraidi menjelaskan terdaftarnya majelis taklim akan memudahkan Kemenag melakukan pembinaan. Ada banyak pembinaan yang bisa dilakukan, seperti
workshop, dialog tentang manajemen majelis taklim dan materi dakwah, penguatan organisasi, peningkatan kompetensi pengurus, serta pemberdayaan jemaah.
Aturan ini juga bisa menjadi panduan masyarakat saat akan membentuk majelis taklim. Misalnya, salah satu rukun majelis taklim ialah jemaah. Dalam regulasi ini diatur jumlahnya minimal 15 orang. Hal ini supaya majelis taklim yang dibentuk benar-benar memiliki jemaah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)