Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah melakukan seleksi terhadap calon hakim Mahkamah Konstutusi (MK). Namun, penyeleksian itu dinilai tak sungguh-sungguh.
"Ditengarai sejak awal, DPR dalam melakukan seleksi calon hakim MK ini hanya setengah hati, seakan-akan terbuka tapi sebetulnya mereka sudah memiliki rancangan besar atau agenda tersembunyi di belakang itu," ujar Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Jumat, 7 Februari 2019.
Bayu tak asal bicara. Ia mengaku sudah mengantongi bukti soal rancangan besar DPR di balik seleksi calon hakim MK itu.
Salah satu bukti dari agenda tersembunyi itu adalah jangka waktu pendaftaran yang sangat tidak proporsional dan tidak wajar. Bayu mencontohkan, waktu pendaftaran yang disediakan dalam seleksi hakim MK oleh Presiden adalah tiga minggu atau setidaknya 20 hari kerja.
"Begitu pula dengan pendaftaran komisioner KPK, pendaftaran hakim agung, rata-rata tiga minggu lama pendaftarannya, apalagi ini mencari sosok negarawan untuk menduduki jabatan sebagai Hakim Konstitusi," ujar Bayu.
Sementara, jangka waktu pendaftaran calon hakim MK kali hanya lima hari. Menurut Bayu, persyaratan seleksi hakim MK yang berat tidak akan memungkinkan bagi para kandidat untuk memenuhinya dalam jangka waktu kurang dari seminggu tersebut.
Baca: LHKPN Penentu Pemilihan Hakim MK
"Orang yang memiliki potensi untuk mendaftar, tapi tidak jadi mendaftar karena terhalang urusan administrasi yang tidak terpenuhi," tuturnya.
Tak hanya terkait jangka waktu pendaftaran. Menurut Bayu, hal lain yang membuktikan DPR ada maksud terselubung adalah tidak terbukanya mengenai panitia seleksi yang dipilih DPR.
"Ketika pendaftaran dibuka, panitia seleksi masih belum jelas. Lantas bagaimana orang mau mendaftar, bila mereka tidak tahu siapa juri dari seleksi ini. Mengingat kredibilitas juri itu sangat penting," tambah Bayu.
Atas poin-poin itu lah Bayu menilai DPR tampak tidak serius untuk membuka partisipasi publik atau membuka calon hakim MK secara luas untuk mendaftar. Belum lagi hakim yang ditunjuk oleh DPR ini nantinya akan memeriksa dan mengadili sengketa Pemilu 2019. Sehingga, Bayu menyebutkan adanya kesan tidak serius yang ditunjukkan oleh DPR.
Baca: Proses Seleksi Hakim MK Diserahkan ke Komisi III
Ia menduga, besar kemungkinan DPR sudah memiliki rencana untuk meloloskan calon tertentu. Ini terlihat dari cara mereka yang seolah-olah membuat proses seleksi ini terlihat terbuka.
"Tapi secara substansi tidak mengubah konsep rekrutmen hakim MK yang seharusnya transparan, obyektif, dan terbuka seluas-luasnya untuk orang-orang yang mendaftar," pungkas Bayu.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/wkBDZOBN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah melakukan seleksi terhadap calon hakim Mahkamah Konstutusi (MK). Namun, penyeleksian itu dinilai tak sungguh-sungguh.
"Ditengarai sejak awal, DPR dalam melakukan seleksi calon hakim MK ini hanya setengah hati, seakan-akan terbuka tapi sebetulnya mereka sudah memiliki rancangan besar atau agenda tersembunyi di belakang itu," ujar Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono di Jakarta, seperti dilansir dari
Antara, Jumat, 7 Februari 2019.
Bayu tak asal bicara. Ia mengaku sudah mengantongi bukti soal rancangan besar DPR di balik seleksi calon hakim MK itu.
Salah satu bukti dari agenda tersembunyi itu adalah jangka waktu pendaftaran yang sangat tidak proporsional dan tidak wajar. Bayu mencontohkan, waktu pendaftaran yang disediakan dalam seleksi hakim MK oleh Presiden adalah tiga minggu atau setidaknya 20 hari kerja.
"Begitu pula dengan pendaftaran komisioner KPK, pendaftaran hakim agung, rata-rata tiga minggu lama pendaftarannya, apalagi ini mencari sosok negarawan untuk menduduki jabatan sebagai Hakim Konstitusi," ujar Bayu.
Sementara, jangka waktu pendaftaran calon hakim MK kali hanya lima hari. Menurut Bayu, persyaratan seleksi hakim MK yang berat tidak akan memungkinkan bagi para kandidat untuk memenuhinya dalam jangka waktu kurang dari seminggu tersebut.
Baca: LHKPN Penentu Pemilihan Hakim MK
"Orang yang memiliki potensi untuk mendaftar, tapi tidak jadi mendaftar karena terhalang urusan administrasi yang tidak terpenuhi," tuturnya.
Tak hanya terkait jangka waktu pendaftaran. Menurut Bayu, hal lain yang membuktikan DPR ada maksud terselubung adalah tidak terbukanya mengenai panitia seleksi yang dipilih DPR.
"Ketika pendaftaran dibuka, panitia seleksi masih belum jelas. Lantas bagaimana orang mau mendaftar, bila mereka tidak tahu siapa juri dari seleksi ini. Mengingat kredibilitas juri itu sangat penting," tambah Bayu.
Atas poin-poin itu lah Bayu menilai DPR tampak tidak serius untuk membuka partisipasi publik atau membuka calon hakim MK secara luas untuk mendaftar. Belum lagi hakim yang ditunjuk oleh DPR ini nantinya akan memeriksa dan mengadili sengketa Pemilu 2019. Sehingga, Bayu menyebutkan adanya kesan tidak serius yang ditunjukkan oleh DPR.
Baca: Proses Seleksi Hakim MK Diserahkan ke Komisi III
Ia menduga, besar kemungkinan DPR sudah memiliki rencana untuk meloloskan calon tertentu. Ini terlihat dari cara mereka yang seolah-olah membuat proses seleksi ini terlihat terbuka.
"Tapi secara substansi tidak mengubah konsep rekrutmen hakim MK yang seharusnya transparan, obyektif, dan terbuka seluas-luasnya untuk orang-orang yang mendaftar," pungkas Bayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)