Jakarta: Keputusan pemerintah bekerja sama dengan Tiongkok untuk membangun pabrik vaksin didukung. Aggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menilai kerja sama ini salah satu upaya Indonesia mencapai kedaulatan dalam hal produksi obat dan alat kesehatan.
"Dengan adanya investasi ini bisa memberikan azas manfaat bagi kita. Karena kedaulatan obat dan alat kesehatan akan terjamin," kata Rahmad dilansir dari Media Indonesia, Senin, 30 Agustus 2021.
Adanya pabrik tersebut, Indonesia bisa menjual produk farmasi ke luar negeri. Dengan begitu Indonesia bisa mendapatkan keuntungan.
Terkait opini pemerintah tidak mementingkan hilirisasi penelitian dalam negeri, Rahmad meminta semua pihak memahami akar masalahnya. Sebanyak 90 persen bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan di Indonesia masih impor.
Baca: Pemerintah Diminta Konsisten Menjalankan Inpres Percepatan Industri Farmasi dan Alkes
Pengusaha dalam maupun luar negeri belum ada yang berminat berinvestasi di bidang farmasi di Indonesia. Menurut Rahmat, membangun industri farmasi tidak mudah.
"Jangan serta-merta menolak tapi tidak tahu kesulitannya. Kita memang punya kemampuan untuk membuat, tapi masalahnya ada yang mau investasi enggak? Apakah BUMN atau perusahaan dalam negeri mau berinvestasi di bidang farmasi yang jumlahnya triliunan, tapi dengan risiko belum tentu jadi? Belum ada yang berani sampai saat ini," ucap Rahmad.
Ia mengatakan siapa pun yang ingin berinvestasi harus disambut. Dia menilai ini demi kebaikan bersama.
"Jadi saat ini sebaiknya siapapun yang mau investasi, entah asing atau dalam negeri, kita berikan karpet merah. Kita sambut dengan baik. Karena ini untuk kedaulatan kita bersama," tuturnya.
Jakarta: Keputusan pemerintah bekerja sama dengan Tiongkok untuk membangun pabrik vaksin didukung. Aggota Komisi IX
DPR RI Rahmad Handoyo menilai kerja sama ini salah satu upaya Indonesia mencapai kedaulatan dalam hal produksi obat dan
alat kesehatan.
"Dengan adanya investasi ini bisa memberikan azas manfaat bagi kita. Karena kedaulatan obat dan alat kesehatan akan terjamin," kata Rahmad dilansir dari
Media Indonesia, Senin, 30 Agustus 2021.
Adanya pabrik tersebut, Indonesia bisa menjual produk farmasi ke luar negeri. Dengan begitu Indonesia bisa mendapatkan keuntungan.
Terkait opini pemerintah tidak mementingkan hilirisasi penelitian dalam negeri, Rahmad meminta semua pihak memahami akar masalahnya. Sebanyak 90 persen bahan baku obat-obatan dan alat kesehatan di Indonesia masih impor.
Baca:
Pemerintah Diminta Konsisten Menjalankan Inpres Percepatan Industri Farmasi dan Alkes
Pengusaha dalam maupun luar negeri belum ada yang berminat berinvestasi di bidang farmasi di Indonesia. Menurut Rahmat, membangun industri farmasi tidak mudah.
"Jangan serta-merta menolak tapi tidak tahu kesulitannya. Kita memang punya kemampuan untuk membuat, tapi masalahnya ada yang mau investasi enggak? Apakah BUMN atau perusahaan dalam negeri mau berinvestasi di bidang farmasi yang jumlahnya triliunan, tapi dengan risiko belum tentu jadi? Belum ada yang berani sampai saat ini," ucap Rahmad.
Ia mengatakan siapa pun yang ingin berinvestasi harus disambut. Dia menilai ini demi kebaikan bersama.
"Jadi saat ini sebaiknya siapapun yang mau investasi, entah asing atau dalam negeri, kita berikan karpet merah. Kita sambut dengan baik. Karena ini untuk kedaulatan kita bersama," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(NUR)