Jakarta: Pemerintah diharapkan menggunakan kajian mendalam terkait rokok elektrik. Misalnya, terkait keunggulan vape sebagai produk rendah risiko yang digunakan beberapa negara sebagai solusi perokok yang ingin beralih.
"Sehingga mendukung konsep harm reduction, bukan hanya dari sisi kendaraan (elektrik) saja," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Jumat, 15 Februari 2024.
Dia menilai belakangan peraturan yang dirancang pemerintah dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan tak mendukung industri tersebut. Bahkan, terkesan melangkahi aturan lain.
"Menurut pandangan kami, misalnya untuk kemasan rokok elektrik sudah diatur dengan sangat baik melalui Peraturan Menteri Keuangan yang sudah berjalan," kata Garindra.
Managing Director Politicial Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyoroti kebijakan dalam RPP Kesehatan. Menurut dia, peraturan seperti itu tak membuat jumlah perokok menurun, misalnya dengan menaikkan cukai rokok.
“Faktanya, hanya ilusi. Jumlah perokok tidak turun meskipun pemerintahan Joko Widodo menaikkan cukai rokok setiap tahun sejak 2015,” kata Anthony.
Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai aturan terkait berpotensi menurunkan penerimaan negara. Dia melihat penerimaan negara akan turun sekitar 0,53 persen jika pasal-pasal kontroversial tembakau di RPP Kesehatan disahkan.
"Dari sisi penerimaan negara, terdapat indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun,” jelas Tauhid.
Jakarta: Pemerintah diharapkan menggunakan kajian mendalam terkait
rokok elektrik. Misalnya, terkait keunggulan vape sebagai produk rendah risiko yang digunakan beberapa negara sebagai solusi perokok yang ingin beralih.
"Sehingga mendukung konsep harm reduction, bukan hanya dari sisi kendaraan (elektrik) saja," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal
Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Jumat, 15 Februari 2024.
Dia menilai belakangan peraturan yang dirancang pemerintah dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan tak mendukung industri tersebut. Bahkan, terkesan melangkahi aturan lain.
"Menurut pandangan kami, misalnya untuk kemasan rokok elektrik sudah diatur dengan sangat baik melalui Peraturan Menteri Keuangan yang sudah berjalan," kata Garindra.
Managing Director Politicial Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyoroti kebijakan dalam RPP Kesehatan. Menurut dia, peraturan seperti itu tak membuat jumlah perokok menurun, misalnya dengan menaikkan cukai rokok.
“Faktanya, hanya ilusi. Jumlah perokok tidak turun meskipun pemerintahan Joko Widodo menaikkan cukai rokok setiap tahun sejak 2015,” kata Anthony.
Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai aturan terkait berpotensi menurunkan penerimaan negara. Dia melihat penerimaan negara akan turun sekitar 0,53 persen jika pasal-pasal kontroversial tembakau di RPP Kesehatan disahkan.
"Dari sisi penerimaan negara, terdapat indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun,” jelas Tauhid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)