Jakarta: Berbagai pihak terus mengingatkan pemerintah agar mengkaji ulang aturan pemotongan upah pekerja untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pakar Ketenagakerjaan dari UGM Tadjuddin Noer Effendi mengatakan, aturan ini belum memiliki kejelasan sehingga berpotensi menjadi skandal korupsi kedepannya.
“Kalau satu tahun ratusan triliun, ini kan bagaimana prosesnya? Kita tidak tahu implementasinya dan akan menimbulkan kekacauan. Mohon maaf, ini akan jadi skandal korupsi lagi,” kata Tadjuddin dalam tayangan Metro TV, Kamis, 30 Mei 2024.
Tadjuddin coba menghitung secara sederhana dana yang dihimpun dari pekerja untuk Tapera. Jika pendapatan pekerja rata-rata 5 juta per bulan, potongan per bulan untuk Tapera sekitar Rp200 ribu dikali jumlah angkatan kerja sekitar 139 juta, dana yang terhimpun bisa mencapai ratusan triliun.
“Katanya tujuannya untuk mereka yang tidak punya rumah, bagaimana kita mengetahui jumlah orang yang punya rumah dan tidak punya rumah, serta bagaimana penyalurannya,” ucap Tadjuddin.
Dia juga membandingkan Tapera dengan BPJS Kesehatan, menurutnya implementasi BPJS kesehatan sudah sangat bagus, tinggal membawa rujukan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan Tapera yang implementasinya belum jelas.
“Kalu ini dana dikumpulkan 2,5% dari pekerja, 0,5 persen dari perusahaan, enggak jelas kapan kita dapat menggunakan dana itu untuk mendapatkan perumahan, kapan itu? Kan nggak jelas,” ungkap Tadjuddin.
Jakarta: Berbagai pihak terus mengingatkan pemerintah agar mengkaji ulang aturan pemotongan upah pekerja untuk
Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pakar Ketenagakerjaan dari UGM Tadjuddin Noer Effendi mengatakan, aturan ini belum memiliki kejelasan sehingga berpotensi menjadi
skandal korupsi kedepannya.
“Kalau satu tahun ratusan triliun, ini kan bagaimana prosesnya? Kita tidak tahu implementasinya dan akan menimbulkan kekacauan. Mohon maaf, ini akan jadi skandal korupsi lagi,” kata Tadjuddin dalam tayangan Metro TV, Kamis, 30 Mei 2024.
Tadjuddin coba menghitung secara sederhana dana yang dihimpun dari pekerja untuk Tapera. Jika pendapatan pekerja rata-rata 5 juta per bulan, potongan per bulan untuk Tapera sekitar Rp200 ribu dikali jumlah angkatan kerja sekitar 139 juta, dana yang terhimpun bisa mencapai ratusan triliun.
“Katanya tujuannya untuk mereka yang tidak punya rumah, bagaimana kita mengetahui jumlah orang yang punya rumah dan tidak punya rumah, serta bagaimana penyalurannya,” ucap Tadjuddin.
Dia juga membandingkan Tapera dengan BPJS Kesehatan, menurutnya implementasi BPJS kesehatan sudah sangat bagus, tinggal membawa rujukan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan Tapera yang implementasinya belum jelas.
“Kalu ini dana dikumpulkan 2,5% dari pekerja, 0,5 persen dari perusahaan, enggak jelas kapan kita dapat menggunakan dana itu untuk mendapatkan perumahan, kapan itu? Kan nggak jelas,” ungkap Tadjuddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)