Jakarta: Banyaknya partai politik (parpol) pendukung pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai melahirkan executive heavy. Sementara, Indonesia yang menganut sistem presidensial memerlukan porsi oposisi untuk penyeimbang.
"Jadi ketika koalisinya paralel antara yang di eksekutif dengan di legislatif maka yang terjadi adalah executive heavy," kata Guru Besar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam program Crosscheck by Medcom.id di akun YouTube Medcom.id, Minggu, 12 Mei 2024.
Executive heavy sejatinya berdampak pada sejumlah kebijakan pemerintah yang berjalan mulus. Artinya, tidak ada sisi kritis dalam menyikapi kebijakan tersebut.
Khususnya sisi kritis dari fraksi-fraksi di DPR. Karena mayoritas fraksi di DPR merupakan partai politik (parpol) pendukung pemerintah.
"Lalu yang terjadi bukan DPR-nya kuat ya, atau legislatifnya kuat, dan eksekutifnya kuat, tidak. Itu yang terjadi legislatifnya agak lemah, eksekutifnya dominan," jelas Siti.
Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu mengatakan executive heavy juga merepotkan masyarakat sipil. Karena pendapat mereka belum tentu tersalurkan dan didengar oleh pemangku kepentingan karena kekuatan di eksekutif serta legislatif.
"Belum mampu menghentikan kebijakan yang katakan tidak memberikan kemanfaatan atau dampaknya tidak positif terhadap rakyat dan bahkan terhadap negara bangsa, ini yang membahayakan sebetulnya," ucap Siti.
Guru Besar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.
Jakarta: Banyaknya
partai politik (parpol) pendukung pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029,
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai melahirkan
executive heavy. Sementara, Indonesia yang menganut sistem presidensial memerlukan porsi oposisi untuk penyeimbang.
"Jadi ketika koalisinya paralel antara yang di eksekutif dengan di legislatif maka yang terjadi adalah
executive heavy," kata Guru Besar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam program
Crosscheck by Medcom.id di akun
YouTube Medcom.id, Minggu, 12 Mei 2024.
Executive heavy sejatinya berdampak pada sejumlah kebijakan pemerintah yang berjalan mulus. Artinya, tidak ada sisi kritis dalam menyikapi kebijakan tersebut.
Khususnya sisi kritis dari fraksi-fraksi di DPR. Karena mayoritas fraksi di DPR merupakan partai politik (parpol) pendukung pemerintah.
"Lalu yang terjadi bukan DPR-nya kuat ya, atau legislatifnya kuat, dan eksekutifnya kuat, tidak. Itu yang terjadi legislatifnya agak lemah, eksekutifnya dominan," jelas Siti.
Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu mengatakan
executive heavy juga merepotkan masyarakat sipil. Karena pendapat mereka belum tentu tersalurkan dan didengar oleh pemangku kepentingan karena kekuatan di eksekutif serta legislatif.
"Belum mampu menghentikan kebijakan yang katakan tidak memberikan kemanfaatan atau dampaknya tidak positif terhadap rakyat dan bahkan terhadap negara bangsa, ini yang membahayakan sebetulnya," ucap Siti.
Guru Besar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)