Jakarta: Penundaan pemeriksaan peserta Pemilu 2024 disayangkan oleh pegiat antikorupsi sebab dinilai menghalangi masyarakat mengetahui mana calon yang bersih dan tidak. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Zaenur Rohman menilai penundaan pemeriksaan perkara korupsi terhadap calon anggota legislatif dan eksekutif selama proses pemilu tidak tepat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membenarkan adanya penundaan pemeriksaan dugaan korupsi yang melibatkan calon presiden, calon wakil presiden hingga calon kepala daerah sampai selesainya seluruh tahapan Pemilu 2024. Alasannya menurut Mahfud untuk menghindari kampanye hitam terhadap para calon.
Zaenur menjelaskan sejumlah alasan. Pertama, penundaan pemeriksaan terhadap calon yang akan berkontestasi dalam pemilu, menurutnya sama saja melanggar prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law) yang diatur dalam UUD 1945.
“Semua warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Jika dikhususkan bagi calon anggota legislatif yang mengikuti Pemilu 2024 persoalan hukumnya dihentikan, ada perbedaan perlakuan dengan masyarakat lain dan itu menimbulkan ketidakadilan,” tutur Zaenur, ketika dihubungi, Minggu, 27 Agustus 2023.
Kedua, imbuh dia, menurutnya tidak ada ada dasar hukumnya aparat penegak hukum bisa menunda suatu dugaan perkara korupsi hanya karena agenda politik pemilu. Oleh karena itu, Zaenur berpandangan sebuah kebijakan tanpa dasar hukum berpotensi bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada alasan untuk menunda karena ada alasan pemilu,” ujar dia.
Ketiga, Zaenur mengatakan penundaan pemeriksaan terhadap calon yang diduga bermasalah dengan hukum justru menghalangi masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai calon anggota legislatif. Ia menilai itu sama saja masyarakat membeli kucing dalam karung.
“Kalau proses pemeriksaan terhadap calon anggota legislatif yang berujung pada penetapan tersangka, masyarakat justru akan terbantu. Ada kejelasan untuk mempertimbangkan apakah akan memilih atau tidak memilih. Kalau ada penundaan proses hukum, masyarakat tidak tahu calon-calon yang maju bersih atau tidak,” tuturnya.
Selain itu ia mengingatkan akan sangat mungkin mereka yang bermasalah secara hukum bisa terpilih dan menduduki jabatan strategis karena proses hukum terhadapnya ditunda. Mereka, kata Zaenur, nantinya duduk sebagai pejabat dan akan punya kekuasaan untuk mengulangi perbuatannya melakukan korupsi.
“Karena ditunda bisa saja mereka yang bermasalah secara hukum melakukan upaya penghindaran dari jerat hukum. Bisa mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti bahkan mempengaruhi saksi-saksi,” ungkapnya.
Ia pun menilai alasan pemerintah dan Kejaksaan Agung melakukan penundaan pemeriksaan untuk menghindari kampanye hitam terhadap para calon yang maju saat Pemilu 2024 mengada-ada.
Jika alasannya untuk menghindari kampanye hitam, ujar Zaenur, aparat penegak hukum seharusnya patuh pada peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sebelum menetapkan tersangka, aparat harus mendasarkan pada alat bukti permulaan yang cukup.
“Apakah ada bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka? Misalnya ada laporan terhadap seseorang yang akan maju dalam kontestasi pemilu, apakah ada cukup alat bukti? Kalau tidak ada maka tidak dilakukan proses hukum lebih lanjut oleh kejaksaan justru itu memberi kepastian hukum bagi terlapor,” tuturnya.
Selain itu, sambung Zaenur, jaksa agung dapat memberi perintah pada seluruh jajaran kejaksaan untuk menghindar dari perkara yang tidak cukup alat buktinya atau bahkan ada intervensi dari para politisi.
Jakarta: Penundaan pemeriksaan peserta
Pemilu 2024 disayangkan oleh pegiat antikorupsi sebab dinilai menghalangi masyarakat mengetahui mana calon yang bersih dan tidak. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Zaenur Rohman menilai penundaan pemeriksaan
perkara korupsi terhadap calon anggota legislatif dan eksekutif selama proses pemilu tidak tepat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membenarkan adanya penundaan pemeriksaan dugaan korupsi yang melibatkan calon presiden, calon wakil presiden hingga calon kepala daerah sampai selesainya seluruh tahapan Pemilu 2024. Alasannya menurut Mahfud untuk menghindari kampanye hitam terhadap para calon.
Zaenur menjelaskan sejumlah alasan. Pertama, penundaan pemeriksaan terhadap calon yang akan berkontestasi dalam pemilu, menurutnya sama saja melanggar prinsip persamaan di depan hukum (
equality before the law) yang diatur dalam UUD 1945.
“Semua warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Jika dikhususkan bagi calon anggota legislatif yang mengikuti Pemilu 2024 persoalan hukumnya dihentikan, ada perbedaan perlakuan dengan masyarakat lain dan itu menimbulkan ketidakadilan,” tutur Zaenur, ketika dihubungi, Minggu, 27 Agustus 2023.
Kedua, imbuh dia, menurutnya tidak ada ada dasar hukumnya aparat penegak hukum bisa menunda suatu dugaan perkara korupsi hanya karena agenda politik pemilu. Oleh karena itu, Zaenur berpandangan sebuah kebijakan tanpa dasar hukum berpotensi bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada alasan untuk menunda karena ada alasan pemilu,” ujar dia.
Ketiga, Zaenur mengatakan penundaan pemeriksaan terhadap calon yang diduga bermasalah dengan hukum justru menghalangi masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai calon anggota legislatif. Ia menilai itu sama saja masyarakat membeli kucing dalam karung.
“Kalau proses pemeriksaan terhadap calon anggota legislatif yang berujung pada penetapan tersangka, masyarakat justru akan terbantu. Ada kejelasan untuk mempertimbangkan apakah akan memilih atau tidak memilih. Kalau ada penundaan proses hukum, masyarakat tidak tahu calon-calon yang maju bersih atau tidak,” tuturnya.
Selain itu ia mengingatkan akan sangat mungkin mereka yang bermasalah secara hukum bisa terpilih dan menduduki jabatan strategis karena proses hukum terhadapnya ditunda. Mereka, kata Zaenur, nantinya duduk sebagai pejabat dan akan punya kekuasaan untuk mengulangi perbuatannya melakukan korupsi.
“Karena ditunda bisa saja mereka yang bermasalah secara hukum melakukan upaya penghindaran dari jerat hukum. Bisa mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti bahkan mempengaruhi saksi-saksi,” ungkapnya.
Ia pun menilai alasan pemerintah dan Kejaksaan Agung melakukan penundaan pemeriksaan untuk menghindari kampanye hitam terhadap para calon yang maju saat Pemilu 2024 mengada-ada.
Jika alasannya untuk menghindari kampanye hitam, ujar Zaenur, aparat penegak hukum seharusnya patuh pada peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sebelum menetapkan tersangka, aparat harus mendasarkan pada alat bukti permulaan yang cukup.
“Apakah ada bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka? Misalnya ada laporan terhadap seseorang yang akan maju dalam kontestasi pemilu, apakah ada cukup alat bukti? Kalau tidak ada maka tidak dilakukan proses hukum lebih lanjut oleh kejaksaan justru itu memberi kepastian hukum bagi terlapor,” tuturnya.
Selain itu, sambung Zaenur, jaksa agung dapat memberi perintah pada seluruh jajaran kejaksaan untuk menghindar dari perkara yang tidak cukup alat buktinya atau bahkan ada intervensi dari para politisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)