medcom.id, Jakarta: Jajang C. Noer membantah jika ada intervensi terhadap Arifin C. Noer, suaminya, saat membesut film Pengkhianatan G30S/PKI. Dia menegaskan Arifin dibebaskan untuk membuat film yang akhirnya menjadi kontroversial hingga kini.
Bahkan, kata Jajang, Arifin amat serius menggarap film itu. Untuk riset saja, Arifin membutuhkan waktu hingga dua tahun.
"Saya mengalami dua kali Lebaran selama membuat film ini bersama suami," kata Jajang ditemui di sela-sela diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 23 September 2017.
Jajang menyatakan tak ada intervensi yang datang dari pemerintahan Presiden Soeharto kala itu. Sebab, kata Jajang, mereka sangat menjaga agar Arifin fokus menggarap film ini.
"Skenario, begitu ditulis dan dibaca, tak ada protes lagi. tak ada intervensi. Tak ada semua itu. Kalau pun ada angkatan (aparat TNI), mereka menjaga kita saat proses pembuatan," kata dia.
Selama riset, bilang dia, Arifin dibantu Nugroho Notosusanto. Nugroho adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV. Ia pernah menjadi Rektor Universitas Indonesia. Ia berkarier di bidang militer dan pendidikan
Setelah riset dikumpulkan, baru skenario dibuat. "Semua pure berdasarkan data yang dimiliki. Saya perlu tekankan, ada data yang mengatakan penyiksaan, tapi mas Arifin tak percaya. Y.a dia buat itu hanya menjadi berdarah-darah," kata Jajang.
Pembuatan film ini menghabiskan dana Rp800 juta. Uang yang tak sedikit untuk membuat film pada 1984, tahun film itu dirilis. Dengan angka yang besar ini, kata Jajang, pastinya sutradara tak asal-asalan.
"Ya, tidak sembrono. Mas Arifin sangat detail dalam membuat film. Saya pun selalu mencatat semua karena memang dia inginnya detail," papar Jajang.
Baca: Remake Film G30S/PKI, Kemendikbud akan Kumpulkan Sejarawan
Perbincangan soal film G30S/PKI kembali muncul karena Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memerintahkan anak buahnya menonton film itu pada 30 September nanti. Alasan Gatot, agar para prajuritnya mengetahui salah satu momen sejarah kelam bangsa Indonesia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yNLewBgb" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Jajang C. Noer membantah jika ada intervensi terhadap Arifin C. Noer, suaminya, saat membesut film Pengkhianatan G30S/PKI. Dia menegaskan Arifin dibebaskan untuk membuat film yang akhirnya menjadi kontroversial hingga kini.
Bahkan, kata Jajang, Arifin amat serius menggarap film itu. Untuk riset saja, Arifin membutuhkan waktu hingga dua tahun.
"Saya mengalami dua kali Lebaran selama membuat film ini bersama suami," kata Jajang ditemui di sela-sela diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 23 September 2017.
Jajang menyatakan tak ada intervensi yang datang dari pemerintahan Presiden Soeharto kala itu. Sebab, kata Jajang, mereka sangat menjaga agar Arifin fokus menggarap film ini.
"Skenario, begitu ditulis dan dibaca, tak ada protes lagi. tak ada intervensi. Tak ada semua itu. Kalau pun ada angkatan (aparat TNI), mereka menjaga kita saat proses pembuatan," kata dia.
Selama riset, bilang dia, Arifin dibantu Nugroho Notosusanto. Nugroho adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV. Ia pernah menjadi Rektor Universitas Indonesia. Ia berkarier di bidang militer dan pendidikan
Setelah riset dikumpulkan, baru skenario dibuat. "Semua pure berdasarkan data yang dimiliki. Saya perlu tekankan, ada data yang mengatakan penyiksaan, tapi mas Arifin tak percaya. Y.a dia buat itu hanya menjadi berdarah-darah," kata Jajang.
Pembuatan film ini menghabiskan dana Rp800 juta. Uang yang tak sedikit untuk membuat film pada 1984, tahun film itu dirilis. Dengan angka yang besar ini, kata Jajang, pastinya sutradara tak asal-asalan.
"Ya, tidak sembrono. Mas Arifin sangat detail dalam membuat film. Saya pun selalu mencatat semua karena memang dia inginnya detail," papar Jajang.
Baca: Remake Film G30S/PKI, Kemendikbud akan Kumpulkan Sejarawan
Perbincangan soal film G30S/PKI kembali muncul karena Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memerintahkan anak buahnya menonton film itu pada 30 September nanti. Alasan Gatot, agar para prajuritnya mengetahui salah satu momen sejarah kelam bangsa Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)