Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol memuat pengecualian sejumlah tempat yang tidak mendapatkan sanksi. Ketentuan itu dinilai perlu dipertegas melalui aturan turunan.
"Memang perlu aturan tambahan entah itu aturan peralihan, Perpres (peraturan presiden) atau PP (peraturan pemerintah) untuk menjelaskan bahwa minuman beralkohol itu tidak boleh di tempat-tempat tertentu," kata pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno kepada Medcom.id, Minggu, 15 November 2020.
Menurut Adi, aturan turunan itu penting agar tidak ada kesimpangsiuran dan tudingan negatif di publik. Selain itu, memberikan kepastian terhadap tempat yang masih menggunakan minuman beralkohol dalam adatnya.
"Aturan yang bisa menjelaskan bahwa minuman beralkohol tapi tidak untuk daerah yang dianggap sakral, masih memegang teguh adat istiadat budaya dan seterusnya," ucap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.
Baca: RUU Minuman Beralkohol, Ini Klasifikasi yang Dilarang
Mengutip draf Pasal 8 RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dari laman dpr.go.id, termaktub poin tempat-tempat yang diperbolehkan bersinggungan dengan minuman beralkohol. Pasal 8 ayat (1) berbunyi, larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 tidak berlaku untuk kepentingan terbatas.
Kemudian Pasal 8 ayat (2) menyebutkan, kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (a) kepentingan adat; (b) ritual keagamaan; (c) wisatawan; (c) farmasi; dan (e) tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
Huruf e diperjelas dengan bunyi, yang dimaksud dengan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan meliputi toko bebas bea, hotel bintang lima, restoran dengan tanda talam kencana dan talam selaka, bar, pub, klub malam, dan toko khusus penjualan minuman beralkohol.
Pasal 8 ayat (3) tertulis, ketentuan lebih lanjut mengenai kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pembahasan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol diajukan 21 anggota DPR. Mereka berasal tiga fraksi, yakni 18 anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), satu anggota Fraksi Gerindra, dan dua anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Jakarta: Rancangan Undang-Undang (
RUU) tentang Larangan
Minuman Beralkohol memuat pengecualian sejumlah tempat yang tidak mendapatkan sanksi. Ketentuan itu dinilai perlu dipertegas melalui aturan turunan.
"Memang perlu aturan tambahan entah itu aturan peralihan, Perpres (peraturan presiden) atau PP (peraturan pemerintah) untuk menjelaskan bahwa minuman beralkohol itu tidak boleh di tempat-tempat tertentu," kata pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno kepada
Medcom.id, Minggu, 15 November 2020.
Menurut Adi, aturan turunan itu penting agar tidak ada kesimpangsiuran dan tudingan negatif di publik. Selain itu, memberikan kepastian terhadap tempat yang masih menggunakan minuman beralkohol dalam adatnya.
"Aturan yang bisa menjelaskan bahwa minuman beralkohol tapi tidak untuk daerah yang dianggap sakral, masih memegang teguh adat istiadat budaya dan seterusnya," ucap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu.
Baca: RUU Minuman Beralkohol, Ini Klasifikasi yang Dilarang
Mengutip draf Pasal 8 RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol dari laman dpr.go.id, termaktub poin tempat-tempat yang diperbolehkan bersinggungan dengan minuman beralkohol. Pasal 8 ayat (1) berbunyi, larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 tidak berlaku untuk kepentingan terbatas.
Kemudian Pasal 8 ayat (2) menyebutkan, kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (a) kepentingan adat; (b) ritual keagamaan; (c) wisatawan; (c) farmasi; dan (e) tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
Huruf e diperjelas dengan bunyi, yang dimaksud dengan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan meliputi toko bebas bea, hotel bintang lima, restoran dengan tanda talam kencana dan talam selaka, bar, pub, klub malam, dan toko khusus penjualan minuman beralkohol.
Pasal 8 ayat (3) tertulis, ketentuan lebih lanjut mengenai kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pembahasan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol diajukan 21 anggota DPR. Mereka berasal tiga fraksi, yakni 18 anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), satu anggota Fraksi Gerindra, dan dua anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)