Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut belasan aturan dan perundangan-undangan bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Legislatif diminta lebih hati-hati saat menyusun undang-undang.
"Kalau dia sudah menjadi undang-undang ada revisi mencabut pasal tertentu, kalau dia belum menjadi undang-undang, masih draf agar memperhatikan prinsip diskriminasi," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik usai rapat kerja (raker) bersama Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 6 April 2021.
Dia menyebut ketentuan yang dianggap bertentangan dengan HAM tidak bersifat keseluruhan. Namun, hanya di beberapa pasal.
Beberapa regulasi yang dianggap bertentangan dengan HAM, yaitu Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Aturan tersebut dinilai membahayakan keselamatan masyarakat umum karena pertahanan negara bukan kewajiban warga negara.
(Baca: Komnas Diminta Mencari Alternatif Penanganan HAM Berat Masa Lalu)
Ketentuan lain yang dianggap melanggar HAM, yaitu Pasal 28 UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Komnas HAM meminta pendekatan koersif dalam ketentuan tersebut dihapus.
Komnas HAM menilai Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah juga bertentangan dengan HAM. Sebab, regulasi tersebut mengarah pada pembatasan dan diskriminatif terkait syarat pendirian rumah ibadah yang bersifat subjektif.
Regulasi itu dinilai ada intervensi negara. Sehingga, mengganggu forum internal hak kebebasan bergama dan berkeyakinan.
"Poin ini sedang kami kaji intensif dengan Kemenag (Kementerian Agama)," ungkap dia.
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) juga dinilai bertentangan dengan HAM. Sebab, sejumlah materi menjadi ancaman terhadap upaya penegakan HAM. Di antaranya, melanggar realisasi progresif, upaya relaksasi atas ruang serta wilayah, dan lain sebagainya.
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (
Komnas HAM) menyebut belasan aturan dan perundangan-undangan bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Legislatif diminta lebih hati-hati saat menyusun undang-undang.
"Kalau dia sudah menjadi undang-undang ada revisi mencabut pasal tertentu, kalau dia belum menjadi undang-undang, masih draf agar memperhatikan prinsip diskriminasi," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik usai rapat kerja (raker) bersama
Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 6 April 2021.
Dia menyebut ketentuan yang dianggap bertentangan dengan HAM tidak bersifat keseluruhan. Namun, hanya di beberapa pasal.
Beberapa regulasi yang dianggap bertentangan dengan HAM, yaitu Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Aturan tersebut dinilai membahayakan keselamatan masyarakat umum karena pertahanan negara bukan kewajiban warga negara.
(Baca:
Komnas Diminta Mencari Alternatif Penanganan HAM Berat Masa Lalu)
Ketentuan lain yang dianggap melanggar HAM, yaitu Pasal 28 UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Komnas HAM meminta pendekatan koersif dalam ketentuan tersebut dihapus.
Komnas HAM menilai Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah juga bertentangan dengan HAM. Sebab, regulasi tersebut mengarah pada pembatasan dan diskriminatif terkait syarat pendirian rumah ibadah yang bersifat subjektif.
Regulasi itu dinilai ada intervensi negara. Sehingga, mengganggu forum internal hak kebebasan bergama dan berkeyakinan.
"Poin ini sedang kami kaji intensif dengan Kemenag (Kementerian Agama)," ungkap dia.
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) juga dinilai bertentangan dengan HAM. Sebab, sejumlah materi menjadi ancaman terhadap upaya penegakan HAM. Di antaranya, melanggar realisasi progresif, upaya relaksasi atas ruang serta wilayah, dan lain sebagainya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)