"Saya kira larangan itu tepat karena wacana itu kalau kita runut sebenarnya datangnya dari elite juga," kata Nyarwi dilansir Antara, Kamis, 7 April 2022.
Diskursus soal perpanjangan masa jabatan presiden yang terus bergulir, dalam pandangannya, sudah tidak tepat lagi dan mengarah pada situasi kontraproduktif. Apalagi rakyat tengah dihadapkan dengan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng, serta kebutuhan pokok lainnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Disentil Jokowi, Luhut Patuh Tak Akan Bicara Soal Penundaan Pemilu
Nyarwi mengakui diskursus tersebut sebenarnya wajar dalam sebuah negara demokrasi. Namun, ada persoalan-persoalan publik lain yang lebih penting dan memerlukan penyelesaian.
"Ada yang jauh lebih penting menyangkut kehidupan publik yang harus segera diatasi, bukan soal presiden tiga periode tapi bagaimana mengantisipasi soal minyak goreng atau kenaikan tarif tol, BBM, dan lain-lain," ucap Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu.
Nyarwi meyakini berbagai pernyataan Jokowi soal ketaatannya pada konstitusi di berbagai kesempatan, merupakan pernyataan yang dibangun dengan kesadaran penuh sebagai seorang presiden dan publik figur. Sebab, inkonsistensi akan menjadi risiko yang mahal bagi seorang politisi, apalagi sekelas presiden.
Ia meyakini bahwa di fase-fase terakhir kepemimpinan sebagai presiden, Jokowi tidak akan mengambil risiko dengan merusak reputasi yang sudah banyak dibangun. "Tentu presiden tetap komitmen terhadap demokrasi yang sudah berjalan sebagaimana yang diamanatkan konstitusi. Taat terhadap fondasi-fondasi kehidupan bertata negara yang tertuang dalam konstitusi kita," kata dia.