Jakarta: Wacana memunculkan calon presiden (capres) alternatif dinilai sinyal kejenuhan publik kepada figur yang sudah populer. Masyarakat diminta tak ragu menuntut figur dan partai politik fokus kepada tantangan pembangunan Indonesia pasca 2024.
“Capres alternatif itu bukan sekadar figur yang juga populer, melainkan figur yang memiliki gagasan dan terasosiasi dengan isu dan substansi tertentu. Seperti dalam bidang ekonomi kemandirian ada Rizal Ramli, di bidang pembangunan teknologi ada Ilham Habibie, dan di bidang demokrasi ada Jimly Asshiddique," ujar pengamat politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti, diskusi bertajuk “Mencari Capres Alternatif & Membaca Arah Koalisi” yang diselenggarakan oleh Para Syndicate, di Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022.
Menurut dia, capres alternatif harus memberikan efek kejut bagi partai yang mendukungnya. Efek kejut akan menarik perbincangan bukan lagi dari sekadar di dunia medsos, tetapi di dunia ide.
"Sebagai contoh, Ilham Habibie, kita kenal bukan orang yang ingin menonjol di dunia politik, tapi justru ini efek kejutnya, jika ada partai politik yang mendukungnya, maka akan menjadi perhatian publik,” jelas Ray.
Dia mengatakan terdapat dua model capres alternatif yakni capres strategis dan capres realistis. Capres strategis merupakan figur alternatif yang dapat ikut mengerek popularitas partai, seperti nama Ilham Habibie dan nama-nama lainnya yang perlu dipertimbangkan.
Sedangkan, capres realistis merupakan capres yang dipilih pada last minute sebelum didaftarkan ke KPU. Partai politik menengah justru perlu melirik cara memunculkan nama dengan efek kejut.
Hal senada disampaikan, Para Syndicate Ari Nurcahyo, menegaskan capres alternatif adalah figur yang dapat membuka perspektif bahwa elektabilitas, popularitas, dan akseptabilitas hanya satu variabel dalam penentuan capres.
Ari mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menegaskan capres 2024 harus bekerja keras untuk dapat menjawab tantangan pembangunan Indonesia ke depan.
Ari menambahkan konstelasi koalisi partai politik akan ditentukan dengan pemufakatan kandidasi paket capres-cawapres yang diusung. Dalam situasi tersebut, elektabilitas hasil survei hanya satu variabel dalam menentukan capres-cawapres, selebihnya adalah otonomi partai dan pemufakatan koalisi.
Menurut dia, nama-nama capres alternatif masih mungkin dimunculkan karena perlu upaya untuk memperkuat substansi dan minat publik terhadap pilpres.
Sementara itu, perwakilan Litbang Kompas, Toto Suryaningtyas, memaparkan hasil penelitian Litbang Kompas yang dilakukan pada Januari dan Juni 2022.
Dalam paparannya, nama-nama seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih menjadi tiga besar top of mind di masyarakat untuk capres 2024. Namun, ada gap yang sangat besar antara popularitas dan elektabilitas 3 nama tersebut.
“Elektabilitas tiga nama tadi mengalami stagnansi. Belum ada satupun capres yang benar-benar memiliki elektabiltas yang sangat tinggi,” terang dia.
Jakarta: Wacana memunculkan calon presiden (
capres) alternatif dinilai sinyal kejenuhan publik kepada figur yang sudah populer. Masyarakat diminta tak ragu menuntut figur dan partai politik fokus kepada tantangan pembangunan Indonesia pasca
2024.
“Capres alternatif itu bukan sekadar figur yang juga populer, melainkan figur yang memiliki gagasan dan terasosiasi dengan isu dan substansi tertentu. Seperti dalam bidang ekonomi kemandirian ada Rizal Ramli, di bidang pembangunan teknologi ada Ilham Habibie, dan di bidang demokrasi ada Jimly Asshiddique," ujar pengamat politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti, diskusi bertajuk “Mencari Capres Alternatif & Membaca Arah Koalisi” yang diselenggarakan oleh Para Syndicate, di Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022.
Menurut dia, capres alternatif harus memberikan efek kejut bagi partai yang mendukungnya. Efek kejut akan menarik perbincangan bukan lagi dari sekadar di dunia medsos, tetapi di dunia ide.
"Sebagai contoh, Ilham Habibie, kita kenal bukan orang yang ingin menonjol di dunia politik, tapi justru ini efek kejutnya, jika ada partai politik yang mendukungnya, maka akan menjadi perhatian publik,” jelas Ray.
Dia mengatakan terdapat dua model capres alternatif yakni capres strategis dan capres realistis. Capres strategis merupakan figur alternatif yang dapat ikut mengerek popularitas partai, seperti nama Ilham Habibie dan nama-nama lainnya yang perlu dipertimbangkan.
Sedangkan, capres realistis merupakan capres yang dipilih pada last minute sebelum didaftarkan ke KPU. Partai politik menengah justru perlu melirik cara memunculkan nama dengan efek kejut.
Hal senada disampaikan, Para Syndicate Ari Nurcahyo, menegaskan capres alternatif adalah figur yang dapat membuka perspektif bahwa elektabilitas, popularitas, dan akseptabilitas hanya satu variabel dalam penentuan capres.