Jakarta: Keterkaitan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Uji materi UU Pemilihan Umum menjadi polemik. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon pun menyayangkan langkah orang nomor dua di Indonesia itu.
Menurutnya, Kalla tak perlu menjadi pihak terkait dalam uji materi UU Nomor 7 tahun 2017. Ia menilai, baik rumusan konstitusi, UU Pemilu, hingga yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi, semuanya telah memberi penegasan yang jelas.
“Salah satu esensi demokrasi adalah pembatasan dan kontrol terhadap kekuasaan. Salah satunya melalui pembatasan periode jabatan," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis 26 Juli 2018.
Fadli mengatakan, perdebatan soal masa jabatan menjadi tidak relevan. Dalam UU tersebut jelas dikatakan pejabat yang sudah dua kali memegang jabatan tidak diperbolehkan menjabat kembali.
“Secara teoritis, cara untuk menafsirkan hukum itu kan ada dua, yaitu tafsir gramatikal dan tafsir historis. Tafsir gramatikal artinya penafsiran seturut kata dan kalimat. Sementara, tafsir historis dilakukan dengan melihat bagaimana jalannya perdebatan saat lahirnya norma tersebut. Jadi, sudah ada yurisprudensinya," terangnya.
Baca: Gugatan Pembatasan Masa Jabatan Berpeluang Tipis Dikabulkan
Ia menjelaskan, selama proses amandemen UUD 1945, sudah ditegaskan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, jika sudah dua kali menjabat maka tidak bisa dipilih kembali untuk jabatan yang sama. Artinya, presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali maksimal dua periode jabatan.
“Dengan demikian menjadi jelas, baik menurut konstitusi, maupun undang-undang yang berlaku, masa jabatan itu maksimal hanya dua kali. Silakan baca kembali Pasal 7 UUD 1945, Pasal 169 huruf (n) dan Pasal 227 huruf (i) UU No. 7/2017. Isinya sudah sangat jelas kok. Normanya koheren dan konsisten, sehingga tidak perlu lagi ada interpretasi. Tidak ada masa jabatan ketiga," tutur dia.
Politikus Partai Gerindra ini menilai langkah Kalla sangat tidak etis. Menurutnya, tindakan kalla seolah menarik mundur kembali semangat Reformasi.
“Apakah kita bisa membatalkan konvensi tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden? Sebenarnya bisa. Bahkan sangat bisa. Tapi itu hanya bisa dilakukan melalui amandemen konstitusi, bukan melalui uji materi. Jangan karena ambisi kekuasaan dan mempertahankan status quo, kita merusak kembali konstitusi dan konvensi ketatanegaraan hasil Reformasi," pungkas dia.
Jakarta: Keterkaitan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Uji materi UU Pemilihan Umum menjadi polemik. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon pun menyayangkan langkah orang nomor dua di Indonesia itu.
Menurutnya, Kalla tak perlu menjadi pihak terkait dalam uji materi UU Nomor 7 tahun 2017. Ia menilai, baik rumusan konstitusi, UU Pemilu, hingga yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi, semuanya telah memberi penegasan yang jelas.
“Salah satu esensi demokrasi adalah pembatasan dan kontrol terhadap kekuasaan. Salah satunya melalui pembatasan periode jabatan," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis 26 Juli 2018.
Fadli mengatakan, perdebatan soal masa jabatan menjadi tidak relevan. Dalam UU tersebut jelas dikatakan pejabat yang sudah dua kali memegang jabatan tidak diperbolehkan menjabat kembali.
“Secara teoritis, cara untuk menafsirkan hukum itu kan ada dua, yaitu tafsir gramatikal dan tafsir historis. Tafsir gramatikal artinya penafsiran seturut kata dan kalimat. Sementara, tafsir historis dilakukan dengan melihat bagaimana jalannya perdebatan saat lahirnya norma tersebut. Jadi, sudah ada yurisprudensinya," terangnya.
Baca: Gugatan Pembatasan Masa Jabatan Berpeluang Tipis Dikabulkan
Ia menjelaskan, selama proses amandemen UUD 1945, sudah ditegaskan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, jika sudah dua kali menjabat maka tidak bisa dipilih kembali untuk jabatan yang sama. Artinya, presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali maksimal dua periode jabatan.
“Dengan demikian menjadi jelas, baik menurut konstitusi, maupun undang-undang yang berlaku, masa jabatan itu maksimal hanya dua kali. Silakan baca kembali Pasal 7 UUD 1945, Pasal 169 huruf (n) dan Pasal 227 huruf (i) UU No. 7/2017. Isinya sudah sangat jelas kok. Normanya koheren dan konsisten, sehingga tidak perlu lagi ada interpretasi. Tidak ada masa jabatan ketiga," tutur dia.
Politikus Partai Gerindra ini menilai langkah Kalla sangat tidak etis. Menurutnya, tindakan kalla seolah menarik mundur kembali semangat Reformasi.
“Apakah kita bisa membatalkan konvensi tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden? Sebenarnya bisa. Bahkan sangat bisa. Tapi itu hanya bisa dilakukan melalui amandemen konstitusi, bukan melalui uji materi. Jangan karena ambisi kekuasaan dan mempertahankan status quo, kita merusak kembali konstitusi dan konvensi ketatanegaraan hasil Reformasi," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)