Jakarta: Keluarga Cikeas disebut sebagai penyebab utama rontoknya pesona Partai Demokrat. Hal itu terlihat sejak kemerosotan perolehan suara partai pada Pemilu 2014 dan 2019.
"Ketika ditangani oleh full keluarga Cikeas, malah perolehan suara Demokrat semakin menurun," kata juru bicara DPP Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB), M Rahmad, dalam program Newsmaker Medcom.id, Sabtu, 20 Maret 2021.
Masalah ini terlihat semenjak Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai ketua umum (ketum) pada 2013. Saat itu, putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menjabat sebagai sekretaris jenderal (Sekjen) Demokrat.
Hasilnya, Demokrat hanya mampu meraup suara sekitar 10 persen pada Pemilu 2014. Sejatinya, partai lambang bintang mercy itu sempat menguasai sekitar 20 persen suara saat Pemilihan Legislatif (Pileg) 2009.
Baca: Demokrat Melejit pada 2004 dan 2009 Bukan Hanya Andil SBY
Setelah itu, SBY kembali dipercaya menjadi ketum pada Kongres 2015. Ibas juga masuk pada struktur inti DPP. Di pertengahan jalan, SBY kemudian menunjuk putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat.
"Dikeroyok ramai-ramai (SBY, Ibas, AHY), tapi perolehan suara (Pileg 2019) hanya 7,7 persen," ungkap dia.
Hal itu membuktikan keluarga Cikeas yang dipimpin SBY tidak mampu berbuat apa-apa. Demokrat tak menerima dampak signifikan meskipun ketiga tokoh itu memiliki elektabilitas bagus di tengah masyarakat.
Hal berbeda justru ditunjukkan Ketum Demokrat sebelumnya, yaitu Subur Budhisantoso dan Hadi Utomo. Tanpa embel-embel elektabilitas tinggi, mereka mampu melambungkan suara partai meski anak baru dalam kancah perpolitikan Indonesia.
"Saat dipegang oleh Pak Hadi, perolehan suara Demokrat itu 20,4 persen," ujar dia.
Jakarta: Keluarga Cikeas disebut sebagai penyebab utama rontoknya pesona
Partai Demokrat. Hal itu terlihat sejak kemerosotan perolehan suara partai pada Pemilu 2014 dan 2019.
"Ketika ditangani oleh
full keluarga Cikeas, malah perolehan suara Demokrat semakin menurun," kata juru bicara DPP Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (
KLB), M Rahmad, dalam program
Newsmaker Medcom.id, Sabtu, 20 Maret 2021.
Masalah ini terlihat semenjak Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (
SBY) menjabat sebagai ketua umum (ketum) pada 2013. Saat itu, putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menjabat sebagai sekretaris jenderal (Sekjen) Demokrat.
Hasilnya, Demokrat hanya mampu meraup suara sekitar 10 persen pada Pemilu 2014. Sejatinya, partai lambang bintang mercy itu sempat menguasai sekitar 20 persen suara saat Pemilihan Legislatif (Pileg) 2009.
Baca:
Demokrat Melejit pada 2004 dan 2009 Bukan Hanya Andil SBY
Setelah itu, SBY kembali dipercaya menjadi ketum pada Kongres 2015. Ibas juga masuk pada struktur inti DPP. Di pertengahan jalan, SBY kemudian menunjuk putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat.
"Dikeroyok ramai-ramai (SBY, Ibas, AHY), tapi perolehan suara (Pileg 2019) hanya 7,7 persen," ungkap dia.
Hal itu membuktikan keluarga Cikeas yang dipimpin SBY tidak mampu berbuat apa-apa. Demokrat tak menerima dampak signifikan meskipun ketiga tokoh itu memiliki elektabilitas bagus di tengah masyarakat.
Hal berbeda justru ditunjukkan Ketum Demokrat sebelumnya, yaitu Subur Budhisantoso dan Hadi Utomo. Tanpa embel-embel elektabilitas tinggi, mereka mampu melambungkan suara partai meski anak baru dalam kancah perpolitikan Indonesia.
"Saat dipegang oleh Pak Hadi, perolehan suara Demokrat itu 20,4 persen," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)