Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyatakan sebanyak 81 persen penanganan pelanggaran masih lahir dari temuan jajaran pengawas pemilu. Data didapatkan dari Pemilu 2019 silam.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, laporan dari masyarakat terkait adanya penanganan pelanggaran masih sangat kecil. Hal ini tentu menjadi tantangan penyelenggaraan pemilu mendatang.
"Angkanya masih 19 persen. Maka tantangan bagi Bawaslu di 2024 adalah bagaimana mampu mengerakkan masyarakat sipil, semua pihak, berkolaborasi melakukan pengawasan," ujar Lolly, Kamis, 1 Desember 2022.
Ia mengungkapkan, kualitas demokrasi akan sangat tergantung proses yang baik, sehingga memerlukan pengawasan bersama. Lolly mengaku upaya masyarakat agar mandiri melaporkan jika mengetahui adanya pelanggaran merupakan tantangan.
Selain masih terbatasnya pemahaman soal mana yang melanggar dan tidak melanggar, Lolly menilai masyarakat masih perlu literasi soal pengawasan kepemiluan. "Maka ini yang didorong Bawaslu saat ini untuk memperluas ruang-ruang belajar bersama," ujar dia.
Salah satu cara yang diambil Bawaslu adalah membentuk komunitas digital kepemiluan dengan 'nama jarimu awasi pemilu'. Dengan upaya ini, menurutnya, akan terbangun percakapan yang mengedukasi publik melalui seluruh kelompok kepentingan, komunitas hobi.
"Ini ruang literasi digital yang memang disiapkan Bawaslu. Dalam konteks apa lagi yang bisa dilakukan Bawaslu untuk memastikan prosesnya jalan, adalah kolaborasi semacam ini," ungkapnya.
Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (
Bawaslu) RI menyatakan sebanyak 81 persen penanganan pelanggaran masih lahir dari temuan jajaran
pengawas pemilu. Data didapatkan dari Pemilu 2019 silam.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, laporan dari masyarakat terkait adanya penanganan pelanggaran masih sangat kecil. Hal ini tentu menjadi tantangan penyelenggaraan
pemilu mendatang.
"Angkanya masih 19 persen. Maka tantangan bagi Bawaslu di 2024 adalah bagaimana mampu mengerakkan masyarakat sipil, semua pihak, berkolaborasi melakukan pengawasan," ujar Lolly, Kamis, 1 Desember 2022.
Ia mengungkapkan, kualitas demokrasi akan sangat tergantung proses yang baik, sehingga memerlukan pengawasan bersama. Lolly mengaku upaya masyarakat agar mandiri melaporkan jika mengetahui adanya pelanggaran merupakan tantangan.
Selain masih terbatasnya pemahaman soal mana yang melanggar dan tidak melanggar, Lolly menilai masyarakat masih perlu literasi soal pengawasan kepemiluan. "Maka ini yang didorong Bawaslu saat ini untuk memperluas ruang-ruang belajar bersama," ujar dia.
Salah satu cara yang diambil Bawaslu adalah membentuk komunitas digital
kepemiluan dengan 'nama jarimu awasi pemilu'. Dengan upaya ini, menurutnya, akan terbangun percakapan yang mengedukasi publik melalui seluruh kelompok kepentingan, komunitas hobi.
"Ini ruang literasi digital yang memang disiapkan Bawaslu. Dalam konteks apa lagi yang bisa dilakukan Bawaslu untuk memastikan prosesnya jalan, adalah kolaborasi semacam ini," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)