Jakarta: Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyampaikan kritik soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Ada dua hal yang disoroti Abraham.
"RUU perampasan ada kelemahan terbesar meski agak maju karena sistemnya perampasan aset tanpa pemidanaan," kata Samad dalam diskusi virtual, Rabu, 10 Mei 2023.
Samad mengatakan dirinya mengira perampasan aset nantinya betul-betul simpel. Namun, Abraham menilai teknis perampasan di RUU tersebut masih kurang sederhana.
"Seperti ketika permohonan penetapan penggantian nama di pengadilan negeri. Tapi hukum acara RUU Perampasan Aset tidak sesederhana itu," papar dia
Menurut Samad, hal itu tidak lepas dari fakta bahwa Indonesia menganut sistem pembuktian hukum terbatas. Dia membandingkan dengan Malaysia yang menganut sistem pembuktian hukum tidak terbatas.
"Jadi seseorang yang tidak bisa klarifikasi harta ke MACC (Malaysian Anti-Corruption Commission), asetnya bisa dirampas tanpa proses permohonan perampasan aset," ujar dia.
Abraham menyampaikan kritik kedua ialah permohonan perampasan hanya bisa dilakukan pengacara negara. Ketentuan itu dinilai rawan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.
"Karena satu-satunya lembaga yang punya kewenangan mengajukan permohonan. Itu problem. Bagaimana dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)?" ucap dia.
Abram mencontohkan negara lain seperti Bulgaria. Lembaga antikorupsi di Bulgaria diberi wewenang mengajukan perampasan aset.
"Tapi kita masih terikat ke sistem pembuktian terbatas, maka kita mengalami hambatan," jelas dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Eks Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyampaikan kritik soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Ada dua hal yang disoroti Abraham.
"RUU perampasan ada kelemahan terbesar meski agak maju karena sistemnya perampasan aset tanpa pemidanaan," kata Samad dalam diskusi virtual, Rabu, 10 Mei 2023.
Samad mengatakan dirinya mengira perampasan aset nantinya betul-betul simpel. Namun, Abraham menilai teknis perampasan di RUU tersebut masih kurang sederhana.
"Seperti ketika permohonan penetapan penggantian nama di pengadilan negeri. Tapi hukum acara
RUU Perampasan Aset tidak sesederhana itu," papar dia
Menurut Samad, hal itu tidak lepas dari fakta bahwa Indonesia menganut sistem pembuktian hukum terbatas. Dia membandingkan dengan
Malaysia yang menganut sistem pembuktian hukum tidak terbatas.
"Jadi seseorang yang tidak bisa klarifikasi harta ke MACC (Malaysian Anti-Corruption Commission), asetnya bisa dirampas tanpa proses permohonan perampasan aset," ujar dia.
Abraham menyampaikan kritik kedua ialah permohonan perampasan hanya bisa dilakukan pengacara negara. Ketentuan itu dinilai rawan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.
"Karena satu-satunya lembaga yang punya kewenangan mengajukan permohonan. Itu problem. Bagaimana dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)?" ucap dia.
Abram mencontohkan negara lain seperti Bulgaria. Lembaga antikorupsi di Bulgaria diberi wewenang mengajukan perampasan aset.
"Tapi kita masih terikat ke sistem pembuktian terbatas, maka kita mengalami hambatan," jelas dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)