Jakarta: Tanah Air sedang digemparkan dengan isu pencurian data siber yang dilakukan hacker (peretas) beridentitas Bjorka dalam sepekan terakhir. Tak main-main, aksi pencurian ini sudah masuk ke dalam ranah pemerintahan, termasuk surat dan dokumen pribadi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ramainya kabar pencurian data yang dilakukan hacker Bjorka ini mendapat tanggapan dari Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian. Ia meminta masyarakat tidak perlu resah dengan isu ini karena pencurian data yang dilancarkan Bjorka masih dalam kategori rendah.
"Kalau dilihat dari kategori atau klasifikasi serangan yang bersifat pencurian data itu masih intensitas rendah sebenarnya," kata Hinsa di Kantor BSSN, Depok, Jawa Barat, dikutip dari Antara pada Selasa, 13 September 2022.
3 klasifikasi serangan siber
Hinca menyebut intensitas ancaman serangan di ruang siber diklasifikasi menjadi tiga level. Dimulai dari rendah, sedang, hingga tinggi.
Menurut Hinsa, serangan siber dengan intensitas tinggi bisa melumpuhkan infrastruktur informasi vital. Sedangkan serangan intensitas yang dilancarkan Bjorka belum sampai pada level tersebut.
"Jadi, infrastruktur informasi vital ini adalah sistem elektronik yang sudah digunakan di objek vital nasional kita," lanjutnya.
Infrastruktur informasi vital di Tanah Air masih berjalan baik
Melihat situasi saat ini, Hinsa memastikan infrastruktur informasi vital di Indonesia masih berjalan dengan baik.
"Yang menjadi persoalan isu sekarang ini adalah masa data oleh Bjorka ini disebarkan sedemikian rupa," imbuh Hinsa.
Karena itu, BSSN telah melakukan proses validasi dan forensik digital terhadap data-data yang beredar tersebut. Sehingga, meskipun ada informasi valid dari data-data yang bocor tersebut, lanjutnya, validitas tersebut memiliki masa berlaku untuk menentukan apakah data tersebut merupakan informasi penting atau data terbaru.
"Setelah ditelisik, ini ada juga datanya berulang. Jadi, saya tidak katakan semuanya tidak valid, tapi ada juga valid, tapi juga ada masanya waktunya," jelas Hinsa.
Keamanan siber di Indonesia belum kuat
Pada kesempatan itu, Hinsa juga mengatakan isu peretasan data nasional yang mencuat belakangan ini perlu menjadi pengingat akan pentingnya meningkatkan keamanan siber, apalagi ancaman serangan siber bisa terus berkembang.
"Jadi enggak boleh sombong 'oh kami sudah kuat, sistem kami paling hebat', tidak ada. Karena apa? Teknologi kan berkembang, hacker dan ancaman berkembang," tutup Hinsa.
Jakarta: Tanah Air sedang digemparkan dengan isu pencurian data siber yang dilakukan
hacker (peretas) beridentitas
Bjorka dalam sepekan terakhir. Tak main-main, aksi pencurian ini sudah masuk ke dalam ranah pemerintahan, termasuk surat dan dokumen pribadi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ramainya kabar pencurian data yang dilakukan hacker Bjorka ini mendapat tanggapan dari Kepala
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian. Ia meminta masyarakat tidak perlu resah dengan isu ini karena pencurian data yang dilancarkan Bjorka masih dalam kategori rendah.
"Kalau dilihat dari kategori atau klasifikasi serangan yang bersifat pencurian data itu masih intensitas rendah sebenarnya," kata Hinsa di Kantor BSSN, Depok, Jawa Barat, dikutip dari
Antara pada Selasa, 13 September 2022.
3 klasifikasi serangan siber
Hinca menyebut intensitas ancaman serangan di ruang siber diklasifikasi menjadi tiga level. Dimulai dari rendah, sedang, hingga tinggi.
Menurut Hinsa, serangan siber dengan intensitas tinggi bisa melumpuhkan infrastruktur informasi vital. Sedangkan serangan intensitas yang dilancarkan Bjorka belum sampai pada level tersebut.
"Jadi, infrastruktur informasi vital ini adalah sistem elektronik yang sudah digunakan di objek vital nasional kita," lanjutnya.
Infrastruktur informasi vital di Tanah Air masih berjalan baik
Melihat situasi saat ini, Hinsa memastikan infrastruktur informasi vital di Indonesia masih berjalan dengan baik.
"Yang menjadi persoalan isu sekarang ini adalah masa data oleh Bjorka ini disebarkan sedemikian rupa," imbuh Hinsa.
Karena itu, BSSN telah melakukan proses validasi dan forensik digital terhadap data-data yang beredar tersebut. Sehingga, meskipun ada informasi valid dari data-data yang bocor tersebut, lanjutnya, validitas tersebut memiliki masa berlaku untuk menentukan apakah data tersebut merupakan informasi penting atau data terbaru.
"Setelah ditelisik, ini ada juga datanya berulang. Jadi, saya tidak katakan semuanya tidak valid, tapi ada juga valid, tapi juga ada masanya waktunya," jelas Hinsa.
Keamanan siber di Indonesia belum kuat
Pada kesempatan itu, Hinsa juga mengatakan isu peretasan data nasional yang mencuat belakangan ini perlu menjadi pengingat akan pentingnya meningkatkan keamanan siber, apalagi ancaman serangan siber bisa terus berkembang.
"Jadi enggak boleh sombong 'oh kami sudah kuat, sistem kami paling hebat', tidak ada. Karena apa? Teknologi kan berkembang, hacker dan ancaman berkembang," tutup Hinsa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PAT)