Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyoroti empat upaya pencurian kekayaan genetik milik Indonesia. Beruntung, upaya lancung tersebut dapat digagalkan.
"Keragaman genetik Indonesia harus dijaga dan dicegah agar tidak beralih kepada pihak asing tanpa sepengetahuan atau persetujuan pemerintah," kata Menteri LHK Siti Nurbaya, saat membuka diskusi terfokus (FGD) bertema Geopolitik dan Perlindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia, Selasa, 23 Maret 2021.
Keempat upaya pencurian yang disoroti Siti adalah, pertama publikasi peneliti asing tanpa izin atas penemuan spesies baru tawon raksasa (Megalara garuda) yang bernilai ekonomi tinggi. Kedua, pendaftaran paten atas sembilan jenis tumbuhan asli Indonesia oleh Shiseido, perusahaan kosmetik Jepang.
"Sempat dipatenkan, meski saat ini sudah dicabut kembali patennya," kata Siti.
Ketiga, pencurian kantong semar (Nephentes clipeata) di Taman Wisata Alam Gunung Kelam, Kalimantan Barat, oleh peneliti asing. Dan keempat, publikasi tanpa izin hasil penelitian amphibi dan reptil di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, oleh peneliti asing.
"Dan mungkin masih banyak lagi ke depannya jika kita tidak segera mengantisipasi pengalolaan sumber daya genetik kita," kata dia.
Siti mengajak peneliti Indonesia terus menemukan potensi sumber daya genetik atau keanekaragaman hayati Indonesia (bioprospeksi). Dia mengapresiasi pemanfaatan bakteri berguna (mikroba) untuk pengganti pupuk dan pestisida serta anti-frost. Penemuan anti-cancer pada soft coral di Taman Wisata Alam Teluk Kupang juga diapresiasi. Termasuk, budidaya jamur morel yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Taman Nasional Rinjani.
"Potensi-potensi seperti ini harus terus kita cari dan kembangkan," katanya.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan Indonesia telah melakukan berbagai upaya melindungi keanekaragaman hayati. Di tingkat internasional, Indonesia menjadi negara pihak konvensi keanekaragaman hayati atau CBD dan telah meratifikasinya menjadi UU No 5 Tahun 1994.
Indonesia juga telah meratifikasi International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA) melalui UU No 4 Tahun 2006 tentang Upaya Perlindungan Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian. Pengelolaan kehati Indonesia juga diatur dalam UU No 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya mengenai Akses pada Sumber Daya genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya.
"Pemerintah terus berupaya agar ada pembagian keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatan komponen kehati oleh pihak luar," kata Mahendra.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan LIPI berupaya melindungi sumber daya genetik melalui konservasi eksitu yaitu Kebun Raya. LIPI juga mengoleksi spesimen fisik/spesimen mati, baik flora, fauna, dan juga mikroba. Saat ini LIPI juga sudah melakukan ekstraksi data digitalnya, baik itu data DNA, struktur protein, dan juga senyawa-senyawa aktif yang dikandung di spesimen-spesimen tersebut.
"Informasi dari ekstraksi itu sangat penting karena saat ini kita tidak cukup hanya dengan tracing dari taksonomi konvensional, kita harus masuk ke level molekuler. Sehingga, kalau kita ingin menuntut benefit sharing sesuai dengan Protokol Nagoya yang telah kita ratifikasi, maka kita bisa membuktikan secara molukuler bahwa ini memang sumber daya genetik asli Indonesia," kata Laksana.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (
KLHK) menyoroti empat upaya pencurian kekayaan genetik milik Indonesia. Beruntung, upaya lancung tersebut dapat digagalkan.
"Keragaman genetik Indonesia harus dijaga dan dicegah agar tidak beralih kepada pihak asing tanpa sepengetahuan atau persetujuan pemerintah," kata Menteri LHK Siti Nurbaya, saat membuka diskusi terfokus (FGD) bertema Geopolitik dan Perlindungan Sumberdaya Genetik di Indonesia, Selasa, 23 Maret 2021.
Keempat upaya pencurian yang disoroti Siti adalah, pertama publikasi peneliti asing tanpa izin atas penemuan spesies baru tawon raksasa (Megalara garuda) yang bernilai ekonomi tinggi. Kedua, pendaftaran paten atas sembilan jenis tumbuhan asli Indonesia oleh Shiseido, perusahaan kosmetik Jepang.
"Sempat dipatenkan, meski saat ini sudah dicabut kembali patennya," kata Siti.
Ketiga, pencurian kantong semar (Nephentes clipeata) di Taman Wisata Alam Gunung Kelam, Kalimantan Barat, oleh peneliti asing. Dan keempat, publikasi tanpa izin hasil penelitian amphibi dan reptil di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, oleh peneliti asing.
"Dan mungkin masih banyak lagi ke depannya jika kita tidak segera mengantisipasi pengalolaan sumber daya genetik kita," kata dia.
Siti mengajak peneliti Indonesia terus menemukan potensi sumber daya genetik atau keanekaragaman hayati Indonesia (bioprospeksi). Dia mengapresiasi pemanfaatan bakteri berguna (mikroba) untuk pengganti pupuk dan pestisida serta
anti-frost. Penemuan
anti-cancer pada
soft coral di Taman Wisata Alam Teluk Kupang juga diapresiasi. Termasuk, budidaya jamur morel yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Taman Nasional Rinjani.
"Potensi-potensi seperti ini harus terus kita cari dan kembangkan," katanya.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan Indonesia telah melakukan berbagai upaya melindungi keanekaragaman hayati. Di tingkat internasional, Indonesia menjadi negara pihak konvensi keanekaragaman hayati atau CBD dan telah meratifikasinya menjadi UU No 5 Tahun 1994.
Indonesia juga telah meratifikasi International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA) melalui UU No 4 Tahun 2006 tentang Upaya Perlindungan Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian. Pengelolaan kehati Indonesia juga diatur dalam UU No 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya mengenai Akses pada Sumber Daya genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya.
"Pemerintah terus berupaya agar ada pembagian keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatan komponen kehati oleh pihak luar," kata Mahendra.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan LIPI berupaya melindungi sumber daya genetik melalui konservasi eksitu yaitu Kebun Raya. LIPI juga mengoleksi spesimen fisik/spesimen mati, baik flora, fauna, dan juga mikroba. Saat ini LIPI juga sudah melakukan ekstraksi data digitalnya, baik itu data DNA, struktur protein, dan juga senyawa-senyawa aktif yang dikandung di spesimen-spesimen tersebut.
"Informasi dari ekstraksi itu sangat penting karena saat ini kita tidak cukup hanya dengan tracing dari taksonomi konvensional, kita harus masuk ke level molekuler. Sehingga, kalau kita ingin menuntut benefit sharing sesuai dengan Protokol Nagoya yang telah kita ratifikasi, maka kita bisa membuktikan secara molukuler bahwa ini memang sumber daya genetik asli Indonesia," kata Laksana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)