Dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan, tidak sedikit korban yang memutuskan untuk mengambil tindakan aborsi. Hal tersebut lantaran malu atau ingin menghilangkan aib.
Secara teknis, aborsi merupakan tindakan menggugurkan anak saat masa kehamilan secara sengaja.
Adapun pelaksanaannya bisa secara medis atau non medis seperti mengkonsumsi obat tertentu yang dapat menggugurkan kehamilan.
Dari sisi hukum, melakukan aborsi bisa dijerat pidana. Hal itu tertuang dalam pasal 346 KUHP. Lalu bagaimana hukum aborsi, khususnya untuk janin hasil hubungan di luar pernikahan di dalam Islam?
Melansir dari NU Online, terdapat klasifikasi tentang hukum menggugurkan kandungan.
Pertama, tindakan aborsi hukumnya diperbolehkan dengan ketentuan tertentu. Lalu yang kedua, tindakan aborsi diharamkan secara mutlak, lantaran sama dengan pembunuhan.
Baca juga: Pemerintah Izinkan Aborsi Bersyarat, Ini Ketentuannya |
Hukum aborsi janin hasil hubungan di luar nikah
Dalam Fiqhul Islami milik Wahbah Az-Zuhaili dijelaskan kebolehan menggugurkan kandungan saat masa kandungan di bawah empat bulan atau 120 hari tanpa uzur. Adapun yang dimaksud dari uzur tersebut berupa janin yang divonis penyakit kronis seperti kanker, tuberkulosis sehingga membahayakan janin dan ibu yang mengandung.
Selain itu, ketika seorang ibu yang mengandung tidak dapat mengeluarkan air susunya, kemudian si suami tidak mampu membayar upah pada ibu susuannya, maka yang demikian termasuk uzur yang memperbolehkan aborsi.
Apabila melanggar kriteria yang sudah disepakati oleh para ulama, kemudian tetap melakukan tindakan aborsi, maka tindakan tersebut merupakan kriminal berat. Karena sudah menghabisi nyawa dan membunuh si janin. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Beirut Darul Fikri:1987], juz VI, halaman 2647).
Kesimpulannya, tidak ada satupun faktor yang membolehkan tindakan aborsi pada kehamilan di luar nikah. Kendatipun terjadinya pembuahan melalui proses yang diharamkan, bukan berarti hasil berupa janin tersebut menjadi sesuatu yang buruk pula.
Janin yang dikandung sebab hubungan di luar nikah tetap harus dirawat sebaik mungkin. Selayaknya janin yang dihasilkan oleh ikatan pernikahan yang sah.
Posisi dari anak hasil zina sama dengan umat Islam pada umumnya. Dari sudut pandang fiqih, hubungan zina hanya berpengaruh pada warisan, penisbatan, dan perwalian ketika nikah. Selebihnya sama dengan anak-anak pada umumnya.

Artinya, “Dari Waki’ dari Sufyan At-Tsauri dari Yunus dari Hasan Al-Bashri berkata: "Apakah anak dari zina sama dengan anak-anak lainnya?" Dari Waki’ dari Shubaih dari Hasan Al-Bashri menjawab: "Anak hasil zina statusnya sama dengan umat Islam lainnya, begitu juga budak wanita, ketika dirinya dinilai adil maka boleh untuk bersaksi.” (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah:2003], juz III, halaman 128).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id