Jakarta: Aktivis HAM dan juga mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD) Petrus Hariyanto mengatakan tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pangkat Jenderal Kehormatan TNI kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melukai hati para aktivis HAM.
"Telah menyakiti hati keluarga korban penculikan, juga menyakiti hati kami ini teman-temannya para aktivis yang sampai hari ini belum ditemukan,” kata Petrus pada Aksi Kamisan, 29 Februari 2024.
Dalam mengikuti aksi itu, Petrus harus menggunakan kursi roda. Namun, hal itu tidak menghalangi petrus untuk menyuarakan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu.
“Kebijakan jokowi itu semakin meneguhkan politik impunitas pelaku pelanggaran HAM tidak diadili bahkan menjauh dari proses hukum ketika kebijakan menaikan pangkat kehormatan terhadap pelaku penculikan,” ucap Petrus.
Petrus menilai tindakan Jokowi telah menginjak-injak para aktivis pro demokrasi. Pasalnya, kata dia, Prabowo dianggap sebagai sosok yang melawan nilai-nilai demokrasi saat itu.
“Seharusnya Presiden Jokowi di sisa-sisa akhir kekuasaannya meneruskan keputusan negara yang mengakui pelanggaran HAM masa lalu, termasuk penculikan. Negara harus meminta maaf, diteruskan pada proses yudisial bukan hanya proses non yudisial," jelas dia.
Petrus meminta agar Jokowi dapat menjalankan rekomendasi DPR tentang Pansus penghilangan paksa tahun 2009 dengan membentuk pengadilan HAM ad hoc untuk mengadili Prabowo, bukan sebaliknya memberikan penghargaan kenaikan pangkat kepada Prabowo.
Aksi kamisan yang dilakukan hari ini menurut Petrus sebagai bentuk kekecewaan dan kemarahan para aktivis kepada kebijakan Jokowi yang dinilai telah melewati batas. “Dia (Jokowi) bertubi-tubi melakukan kebijaksanaan jauh dari akal sehat, kebijakan yang melanggar koridor demokrasi, kebijaksanaan yang dianggap kebablasan,” tutup Petrus.
Jakarta: Aktivis HAM dan juga mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD) Petrus Hariyanto mengatakan tindakan Presiden Joko Widodo (
Jokowi) memberikan pangkat Jenderal Kehormatan TNI kepada Menteri Pertahanan
Prabowo Subianto melukai hati para aktivis HAM.
"Telah menyakiti hati keluarga korban penculikan, juga menyakiti hati kami ini teman-temannya para aktivis yang sampai hari ini belum ditemukan,” kata Petrus pada Aksi Kamisan, 29 Februari 2024.
Dalam mengikuti aksi itu, Petrus harus menggunakan kursi roda. Namun, hal itu tidak menghalangi petrus untuk menyuarakan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu.
“Kebijakan jokowi itu semakin meneguhkan politik impunitas pelaku pelanggaran HAM tidak diadili bahkan menjauh dari proses hukum ketika kebijakan menaikan pangkat kehormatan terhadap pelaku penculikan,” ucap Petrus.
Petrus menilai tindakan Jokowi telah menginjak-injak para aktivis pro demokrasi. Pasalnya, kata dia, Prabowo dianggap sebagai sosok yang melawan nilai-nilai demokrasi saat itu.
“Seharusnya Presiden Jokowi di sisa-sisa akhir kekuasaannya meneruskan keputusan negara yang mengakui pelanggaran HAM masa lalu, termasuk penculikan. Negara harus meminta maaf, diteruskan pada proses yudisial bukan hanya proses non yudisial," jelas dia.
Petrus meminta agar Jokowi dapat menjalankan rekomendasi DPR tentang Pansus penghilangan paksa tahun 2009 dengan membentuk pengadilan HAM
ad hoc untuk mengadili Prabowo, bukan sebaliknya memberikan penghargaan kenaikan pangkat kepada Prabowo.
Aksi kamisan yang dilakukan hari ini menurut Petrus sebagai bentuk kekecewaan dan kemarahan para aktivis kepada kebijakan Jokowi yang dinilai telah melewati batas. “Dia (Jokowi) bertubi-tubi melakukan kebijaksanaan jauh dari akal sehat, kebijakan yang melanggar koridor demokrasi, kebijaksanaan yang dianggap kebablasan,” tutup Petrus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)