Wakil Presiden Jusuf Kalla -- MI/Panca Syurkani
Wakil Presiden Jusuf Kalla -- MI/Panca Syurkani

Kalla: Tak Gampang Periksa Pikiran Calon Pegawai Pemerintah

Dheri Agriesta • 27 Januari 2017 16:35
medcom.id, Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, sulit mencari tahu pemahaman dan pikiran seorang pegawai pemerintahan. Hal tersebut terkait mantan pegawai Kementerian Keuangan yang kabarnya dipulangkan dari Turki karena diduga akan bergabung dengan Islamic State Iraq and Syria (ISIS).
 
"Anda boleh memeriksa dokumen seseorang, tapi memeriksa pikiran orang itu paling susah," kata Kalla di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017).
 
Kalla menjelaskan, memeriksa calon pegawai berdasarkan dokumen yang dimiliki terbilang gampang. Pemerintah bisa menanyakan surat-surat kependudukan atau kartu tanda penduduk (KTP) calon pegawai.

Tapi, lanjut Kalla, pemerintah tak bisa melihat isi otak dan pikiran seorang calon pegawai. Seorang pegawai tentu tahu konsekuensi yang diterima dengan seluruh pikiran dan paham yang mereka anut.
 
"Jadi, terserah masing-masing. Tapi, nanti risiko kan ada juga," kata dia.
 
(Baca: Mantan Pejabat Kemenkeu Diduga Mencoba Bergabung dengan IS)
 
Guna meminimalisir penyebaran paham radikal, pemerintah meminta setiap tempat ibadah di kantor pemerintahan dikelola dengan benar. Sebelumnya, tempat ibadah di kantor pemerintahan dikelola pegawai tingkat bawah. Penceramah yang diundang pun hanya yang mereka kenal dan cenderung memiliki materi ceramah keras.
 
"Jadi, kita anjurkan masjid ini dikelola betul oleh pejabat atau pegawai yang memahami masalahnya," kata dia.
 
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini mengatakan, DMI juga telah menyiapkan program untuk memantau aktivitas tempat ibadah dan ulama. "DMI lagi membuat suatu aplikasi untuk mengubungkan antara masjid dan ulama atau ustadz yang terdaftar," kata dia.
 
Sebelumnya, Kemenkeu menegaskan bahwa yang bersangkutan merupakan mantan pegawai Kemenkeu dengan pangkat terakhir IIIC. Berdasarkan keterangan tertulis Kemenkeu, di Jakarta, Jumat 27 Januari, dijelaskan pada Februari 2016 yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kemenkeu dengan alasan ingin mengurus pesantren anak yatim di Bogor. Sejak saat itu yang bersangkutan tidak dapat dihubungi.
 
(Baca: Kemenkeu Sebut Terduga Pendukung ISIS Mundur Sejak Agustus 2016)
 
Kemenkeu menyatakan tidak memberikan bantuan hukum kepada yang bersangkutan, menjunjung asas praduga tidak bersalah, dan menghormati proses penegakan hukum yang dilaksanakan oleh pihak Kepolisian.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan