Jakarta: Kasus cekcok antara ibu anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dan seorang perempuan mengaku anak jenderal TNI berbuntut panjang hingga aksi saling lapor. Perseteruan pertama kali terungkap lewat video viral yang diunggah oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni melalui Instagram pribadinya, @ahmadsahroni88.
Di video tersebut, sang perempuan membentak bahkan memaki ibunda Arteria. Sang perempuan juga membawa pangkat dan jabatan saat cekcok.
Lantas mengapa seseorang cenderung membawa jabatan dan pangkat saat berseteru? Begini penjelasan psikologisnya:
1. Membenarkan tindakan dengan kekuasaan
Menurut psikolog forensik Reza Indragiri Amriel, perseteruan antara ibunda dan perempuan yang mengaku anak Jenderal TNI sebetulnya sebuah kejadian kecil yang dibesar-besarkan. Insiden itu merepresentasikan kelakuan dan tingkat keberadaban hukum.
"Kalau kita menganggap kita akan menang dan terbenarkan bukan karena kita berperilaku sesuai norma atau hukum, bukan berdiri di atas kebenaran, tapi justru karena kita memiliki bekingan kekuasaan," jelas Reza dalam Medcom Hari Ini, Rabu, 24 November 2021.
Baca: Polisi Segera Periksa Arteria Dahlan dan Wanita Ngaku Anak Jenderal
2. Menyalahgunakan kekuasaan
Reza menyayangkan tindakan kedua individu yang berseteru tersebut. Sebab, keduanya sama-sama menggunakan kekuasaan untuk menang.
Reza menuturkan salah satu pihak memainkan kekuasan dengan membangun narasi memiliki hubungan kekeluargaan dengan militer. Sedangkan, satu pihak memiliki relasi dengan petinggi partai politik.
"Di sadari atau tidak, sengaja atau tidak, ini mengirimkan pesan buruk bahwa hari ini organisasi militer TNI atau partai politik bisa dimanfaatkan untuk bekingan orang. Bisa ditunggangi, diperalat untuk memastikan saya ini benar, saya ini kuat, dan saya ini menang," ucap dia.
3. Bentuk pertahanan diri
Sementara itu, menurut psikolog Ikhsan Bella Persada, marah saat cekcok dan membawa jabatan juga merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri. Orang tersebut ingin melindungi harga diri.
"Ketika ditegur, individu itu perlu mengakui kesalahannya, kan? Sedangkan, individu yang marah ini tidak mau terlihat salah alias gengsi," jelas dia dikutip dari klikdokter.
4. Memiliki masalah dalam pengendalian emosi
Orang yang cenderung marah-marah juga disebut memiliki masalah dalam mengendalikan emosinya. Ikhsan menuturkan jika ada hal yang tidak sesuai keinginan, orang tersebut akan langsung mengutarakan rasa tidak suka.
"Ditunjukkan dengan apa? Ya, ditunjukkannya dengan marah-marah," ujar Ikhsan.
Baca: TNI Telusuri Kasus Wanita Ngaku Anak Jenderal vs Ibu Arteria Dahlan
Jakarta: Kasus cekcok antara ibu anggota Komisi III DPR
Arteria Dahlan dan seorang perempuan mengaku anak jenderal TNI berbuntut panjang hingga aksi saling lapor. Perseteruan pertama kali terungkap lewat video viral yang diunggah oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni melalui Instagram pribadinya,
@ahmadsahroni88.
Di video tersebut, sang perempuan membentak bahkan
memaki ibunda Arteria. Sang perempuan juga membawa pangkat dan jabatan saat cekcok.
Lantas mengapa seseorang cenderung membawa jabatan dan pangkat saat berseteru? Begini penjelasan psikologisnya:
1. Membenarkan tindakan dengan kekuasaan
Menurut psikolog forensik Reza Indragiri Amriel, perseteruan antara ibunda dan perempuan yang mengaku anak
Jenderal TNI sebetulnya sebuah kejadian kecil yang dibesar-besarkan. Insiden itu merepresentasikan kelakuan dan tingkat keberadaban hukum.
"Kalau kita menganggap kita akan menang dan terbenarkan bukan karena kita berperilaku sesuai norma atau hukum, bukan berdiri di atas kebenaran, tapi justru karena kita memiliki bekingan kekuasaan," jelas Reza dalam
Medcom Hari Ini, Rabu, 24 November 2021.
Baca:
Polisi Segera Periksa Arteria Dahlan dan Wanita Ngaku Anak Jenderal
2. Menyalahgunakan kekuasaan
Reza menyayangkan tindakan kedua individu yang berseteru tersebut. Sebab, keduanya sama-sama menggunakan kekuasaan untuk menang.
Reza menuturkan salah satu pihak memainkan kekuasan dengan membangun narasi memiliki hubungan kekeluargaan dengan militer. Sedangkan, satu pihak memiliki relasi dengan petinggi partai politik.
"Di sadari atau tidak, sengaja atau tidak, ini mengirimkan pesan buruk bahwa hari ini organisasi militer
TNI atau partai politik bisa dimanfaatkan untuk bekingan orang. Bisa ditunggangi, diperalat untuk memastikan saya ini benar, saya ini kuat, dan saya ini menang," ucap dia.
3. Bentuk pertahanan diri
Sementara itu, menurut psikolog Ikhsan Bella Persada, marah saat cekcok dan membawa jabatan juga merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri. Orang tersebut ingin melindungi harga diri.
"Ketika ditegur, individu itu perlu mengakui kesalahannya, kan? Sedangkan, individu yang marah ini tidak mau terlihat salah alias gengsi," jelas dia dikutip dari klikdokter.
4. Memiliki masalah dalam pengendalian emosi
Orang yang cenderung marah-marah juga disebut memiliki masalah dalam mengendalikan emosinya. Ikhsan menuturkan jika ada hal yang tidak sesuai keinginan, orang tersebut akan langsung mengutarakan rasa tidak suka.
"Ditunjukkan dengan apa? Ya, ditunjukkannya dengan marah-marah," ujar Ikhsan.
Baca:
TNI Telusuri Kasus Wanita Ngaku Anak Jenderal vs Ibu Arteria Dahlan Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CIN)