Jakarta: Kementerian Kesehatan melaporkan stok oksigen yang dibutuhkan pasien bergejala sedang hingga berat terus menipis. Stok menipis akibat lonjakan kasus covid-19 beberapa hari terakhir.
Rasio peningkatan kasus saat ini sudah mencapai 7 hingga 10 kali lipat. Ini yang menyebabkan beberapa rumah sakit mulai kehabisan stok oksigen. Oksigen di beberapa daerah pun menjadi terbatas.
Di balik kehabisan stok oksigen, kamu perlu tahu teknik proning yang dapat membantu meningkatkan jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru. Teknik ini dinilai ampuh membantu pasien covid-19 dalam keadaan kritis. Namun, teknik ini juga memiliki risiko.
Apa itu proning?
Melansir halodoc, teknik proning atau memosisikan diri dalam keadaan tengkurap bisa menyelamatkan pengidap virus korona. Dalam posisi tersebut, jalur paru-paru akan terbuka sehingga oksigen dapat leluasa masuk ke dalam organ tersebut.
Baca: Kemenkes: Kasus Covid-19 Meningkat Tajam, Stok Oksigen Menipis
Teknik ini sering digunakan untuk merawat pasien covid-19 yang membutuhkan dukungan perawatan intensif. Menurut dokter paru-paru dan pakar perawatan kritis, Panagis Galiatsatos, banyak pasien covid-19 tidak mendapat cukup oksigen di paru-paru dan meningkatkan angka kematian.
"Meskipun mereka diberi oksigen, kadang-kadang itu tidak cukup. Jadi, yang kita lakukan adalah menelungkupkan pasien dengan perut pasien di bawah, agar paru-paru mereka mengembang," kata Galiatsatos, Senin, 28 Juni 2021.
Galiatsatos mengatakan bagian terberat dari paru-paru terletak di punggung. Pasien yang berbaring dengan berat badan bertumpu pada punggung akan lebih sulit mendapatkan udara yang cukup. Sebaliknya, teknik proning dapat meningkatkan aliran oksigen dan mendorong penggunaan berbagai bagian baru-baru.
Dianjurkan WHO
Pada Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan teknik proning untuk pasien covid-19 dewasa dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) untuk jangka waktu 12-16 jam sehari. Teknik ini tidak dipertimbangkan untuk anak-anak.
Korban meninggal akibat covid-19 paling banyak diakibatkan oleh sindrom ARDS, yang menyerang pasien dengan keluhan pneumonia atau influenza parah. Dalam studi kasus yang dilakukan tujuh tahun silam, peluang kematian pada pengidap ARDS dapat diperkecil dengan bantuan ventilator serta dibaringkan dengan posisi tengkurap.
Baca: Pemprov DKI Pastikan Stok Tabung Oksigen Ama
Risiko teknik proning
Meski dinilai ampuh menyelamatkan nyawa pasien covid-19, cara ini memiliki kelemahan. Para pengidap covid-19 yang menggunakan bantuan ventilator membutuhkan tambahan oksigen. Mereka harus berada dalam posisi tengkurap selama 16 jam per hari yang akan membuat mereka merasa tidak nyaman.
Oleh karena itu, mereka membutuhkan obat penenang agar dapat tinggal lebih lama di ruang ICU. Bagi pasien yang keberatan dengan prosedur itu, teknik proning hanya akan dilakukan selama empat jam dan dibagi dalam dua sesi.
Selain itu, mengubah posisi pasien dapat menimbulkan serangkaian komplikasi. Apalagi jika pasien memiliki penyakit obesitas, memiliki cedera dada, serta pasien dengan bantuan ventilator. Sebab, teknik ini memiliki risiko meningkatkan serangan jantung dan terkadang dapat menyebabkan penyumbatan saluran udara.
Jakarta:
Kementerian Kesehatan melaporkan stok oksigen yang dibutuhkan pasien bergejala sedang hingga berat terus menipis. Stok menipis akibat lonjakan kasus covid-19 beberapa hari terakhir.
Rasio peningkatan kasus saat ini sudah mencapai 7 hingga 10 kali lipat. Ini yang menyebabkan beberapa rumah sakit mulai kehabisan stok oksigen. Oksigen di beberapa daerah pun menjadi terbatas.
Di balik kehabisan stok oksigen, kamu perlu tahu teknik
proning yang dapat membantu meningkatkan jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru. Teknik ini dinilai ampuh membantu pasien covid-19 dalam keadaan kritis. Namun, teknik ini juga memiliki risiko.
Apa itu proning?
Melansir
halodoc, teknik
proning atau memosisikan diri dalam keadaan tengkurap bisa menyelamatkan pengidap virus korona. Dalam posisi tersebut, jalur paru-paru akan terbuka sehingga oksigen dapat leluasa masuk ke dalam organ tersebut.
Baca: Kemenkes: Kasus Covid-19 Meningkat Tajam, Stok Oksigen Menipis
Teknik ini sering digunakan untuk merawat pasien
covid-19 yang membutuhkan dukungan perawatan intensif. Menurut dokter paru-paru dan pakar perawatan kritis, Panagis Galiatsatos, banyak pasien covid-19 tidak mendapat cukup oksigen di paru-paru dan meningkatkan angka kematian.
"Meskipun mereka diberi oksigen, kadang-kadang itu tidak cukup. Jadi, yang kita lakukan adalah menelungkupkan pasien dengan perut pasien di bawah, agar paru-paru mereka mengembang," kata Galiatsatos, Senin, 28 Juni 2021.
Galiatsatos mengatakan bagian terberat dari paru-paru terletak di punggung. Pasien yang berbaring dengan berat badan bertumpu pada punggung akan lebih sulit mendapatkan udara yang cukup. Sebaliknya, teknik
proning dapat meningkatkan aliran oksigen dan mendorong penggunaan berbagai bagian baru-baru.
Dianjurkan WHO
Pada Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan teknik
proning untuk pasien covid-19 dewasa dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) untuk jangka waktu 12-16 jam sehari. Teknik ini tidak dipertimbangkan untuk anak-anak.
Korban meninggal akibat covid-19 paling banyak diakibatkan oleh sindrom ARDS, yang menyerang pasien dengan keluhan pneumonia atau influenza parah. Dalam studi kasus yang dilakukan tujuh tahun silam, peluang kematian pada pengidap ARDS dapat diperkecil dengan bantuan ventilator serta dibaringkan dengan posisi tengkurap.
Baca: Pemprov DKI Pastikan Stok Tabung Oksigen Ama
Risiko teknik proning
Meski dinilai ampuh menyelamatkan nyawa pasien covid-19, cara ini memiliki kelemahan. Para pengidap covid-19 yang menggunakan bantuan ventilator membutuhkan tambahan oksigen. Mereka harus berada dalam posisi tengkurap selama 16 jam per hari yang akan membuat mereka merasa tidak nyaman.
Oleh karena itu, mereka membutuhkan obat penenang agar dapat tinggal lebih lama di ruang ICU. Bagi pasien yang keberatan dengan prosedur itu, teknik
proning hanya akan dilakukan selama empat jam dan dibagi dalam dua sesi.
Selain itu, mengubah posisi pasien dapat menimbulkan serangkaian komplikasi. Apalagi jika pasien memiliki penyakit obesitas, memiliki cedera dada, serta pasien dengan bantuan ventilator. Sebab, teknik ini memiliki risiko meningkatkan serangan jantung dan terkadang dapat menyebabkan penyumbatan saluran udara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)