STOP SARA-Lintas Pemuda Etnis Nusantara melakukan aksi kampanye ketika pelaksanaan car free day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (10/9)/MI/ROMMY PUJIANTO
STOP SARA-Lintas Pemuda Etnis Nusantara melakukan aksi kampanye ketika pelaksanaan car free day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (10/9)/MI/ROMMY PUJIANTO

FOKUS

Waspada Isu SARA di Bumi Pasundan

Sobih AW Adnan • 25 April 2017 21:08
medcom.id, Jakarta: Jawa Barat dan Jakarta tak berjarak jauh. Bukan cuma fisik yang tampak berbagi di sudut timur dan selatan Ibukota, tapi juga kerap senasib sepenanggungan dari sisi politik dan sejarah.
 
Kedua-keduanya, paling tidak, pernah lekat dengan sebutan Sunda. Tatar Sunda atau Soendalanden, adalah cara orang-orang Belanda menyebut Jawa Barat. Pun Sunda Kelapa untuk menyasar sekitaran Jakarta.
 
Bumi Pasundan, begitu provinsi terpadat di Indonesia ini berjuluk. Ihwal kekinian, Jawa Barat tengah menyiapkan diri untuk menggelar pesta demokrasi sebagai mana yang baru saja dirampungkan Jakarta, tempo hari.

Masih sekira 14 bulan lagi proses itu ditempuh. Tapi rasa-rasanya, hiruk pikuk yang sempat membakar Jakarta mulai turut hadir dan menggejala. Sentimen suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA), tampaknya hendak dimainkan juga oleh sebagian orang sebagai senjata.
 
Ridwan Kamil alias Kang Emil, tampaknya jadi orang pertama yang mesti berbesar hati berhadapan dengan isu-isu menggelikan itu. Tidak lama setelah Partai Nasional Demokrat (NasDem) memercayakan Wali Kota Bandung itu maju ke bursa calon Pemilihan gubernur/wakil gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2018, tudingan sebagai penganut Syiah hingga pemberi izin pendirian rumah ibadah yang berat sebelah langsung begitu deras mendera.
 
Masyarakat Jawa Barat, sebaiknya jangan mau jadi tungku penggorengan isu-isu agama.
 
Episode lanjutan
 
Jawa Barat, banyak yang meramal bakal menjelma sebagai episode lanjutan pertarungan di Ibukota. Koalisi-koalisi partai dan peta politik yang terbentuk pun tak jauh serupa. Ditambah, masyarakat Sunda yang dikenal relijius itu, jangan-jangan malah dianggap sebagai sasaran empuk para pemain SARA yang sebelumnya merasa banyak mendulang keuntungan.
 
Soal peta politik, berkaca dari Pilgub 2013, pasangan calon (paslon) usungan partai politik (parpol) Islam cukup berjaya. Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar yang didukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ditambah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) berhasil memenangi pemilihan dengan raihan suara sebanyak 32,39 persen. Angka itu, tidak berselisih begitu besar dengan paslon usungan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki yang memeroleh 28,41 persen suara.
 
Artinya, dari pertarungan dua suara terbesar itu, tampak garis nasionalis dan agama jadi isu dalam pembelahan politik yang terjadi di tengah masyarakat.
 
Di sinilah, orang-orang yang tidak bertanggung jawab biasanya merasa mendapat celah bermain SARA.
 
Untuk sementara, PDIP sebagai pemilik kursi terbanyak di DPRD Jawa Barat belum memberi keputusan dan pandangan tentang ke mana kapal kan dilabuhkan. Tapi jika mengamini tebakan orang-orang tentang sekuel Pilgub DKI Jakarta 2017, maka PDIP sangat mungkin akan kembali mewujudkan dukungan Partai NasDem sebagai mitra lama, sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.
 
Baca: Gaya Kepemimpinan ala Ridwan Kamil
 
Lalu, ya biasa, di sudut lain ada Partai Gerindera dan PKS. Ada juga parpol lain yang dalam rekam jejaknya bisa bergerak lebih dinamis. Namun jika ingin diperjelas, maka lima besar kekuatan parpol bisa diurut dari PDIP dengan 20 kursi, Partai Golkar 17 kursi, PKS dan Partai Demokrat masing-masing 12 kursi, serta Partai Gerindra 11 kursi.
 
Walhasil, jika dihitung melalui syarat calon berdasarkan UU Pilkada Nomor 10/2016, yakni pengusungan dari parpol dan gabungan parpol berupa 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah di pemilu legislatif terakhir, maka pemetaan seperti itu bisa sangat mungkin terjadi.
 
Bukan itu yang soal. Khawatir, yang namanya sekuel, dengan aktor yang berbeda pun atmosfer yang dirasakan di episode sebelumnya bisa dengan otomatis ikut hadir. Termasuk saling serang menggunakan isu-isu primordial dan sentimen SARA.
 
Tengok saja, baru kemarin berembus kabar, bahwa selama menjabat Wali Kota Bandung, Kang Emil telah memberikan izin pendirian 300 rumah ibadah non-muslim. Padahal, sebagai mana klarifikasi yang dilakukan, angka itu menghitung jumlah perizinan sejak masa Hindia Belanda. Sepanjang ia menjabat, baru mengeluarkan 10 izin saja. Itu pun, 5 untuk masjid, tiga gereja dan dua wihara.
 
Bukan Kang Emil saja yang berpotensi jadi sasaran serang isu SARA. Di daftar nama yang diprediksi bakal turut dalam pertarungan; ada juga sosok Dedi Mulyadi. Sisi kontroversial yang begitu lekat dengannya amat potensial menjadi korban. Apalagi, politisi Partai Golkar itu pun sudah pernah dituduh melakukan perbuatan syirik.
 
Ada banyak yang bisa diambil hikmah dan pelajaran dari pertarungan Pilgub DKI Jakarta kemarin. Putaran kedua yang cenderung aman, damai, dan demokratis, patut diteladani di Bumi Pasundan. 
 
Terkait isu SARA, semoga masyarakat pemilih di Jawa Barat bisa cerdas dan rasional.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan