medcom.id, Purwakarta: Bila Anda penyuka hal unik, sekali-kali cobalah datang ke Purwakarta, Jawa Barat. Di kabupaten itu, kini bertebaran patung. Ada patung tokoh pewayangan, bekas presiden, legenda sunda serta patung-patung lain. Ukurannya relatif besar. Di Purwakarta pula batang pohon besar dibungkus kain bermotif kotak hitam dan putih, mirip di Bali.
Itu terjadi setelah daerah yang punya luas 971,72 kilometer persegi ini dipimpin Dedi Mulyadi, bupati yang menjabat sejak 2008. Patung-patung itu ada tak lama setelah Dedi berkuasa.
"Di kabupaten, seluruhnya ada 25, yang dihancurkan entahlah ada berapa," kata Dedi kepada Krisiandi Sacawisastra, Sigit A. Nugroho, dan Yudha Wirakusuma dari Metrotvnews.com di rumah dinas Bupati Purwakarta, Rabu 16 Maret.
Dedi mahfum resistensi terhadap keberadaan patung di Kabupaten Purwakarta, lumayan kencang. Beberapa patung bahkan sampai dihancurkan atau dibakar. Ada organisasi kemasyarakatan yang getol menolak. Menurut mereka, patung bisa merusak aqidah.
Perusakan patung terjadi tak sekali dua kali. Pelakunya sulit ditangkap. Yang teranyar, pada 11 Februari, Patung Arjuna Memanah di Situ Wanayasa dibakar orang tak dikenal.
Bukan hanya keberadaan patung yang diprotes. Dedi pun kerap ditolak bicara di depan warga. Terakhir, saat Dedi jadi tamu di Universitas Indonesia, 13 Januari. Ormas protes menolak kedatangannya. Penolakan itu juga tak terjadi sekali dua kali.
"Pernah saya diundang di salah satu kabupaten, masyarakatnya sudah siap, tempatnya penuh. Mereka nunggu saya datang. Saya sudah di tempat, tiba-tiba ada yang datang, katanya 'Pak Bupati lebih baik pulang, karena nanti kalau bapak tampil takut ada keributan'," cerita Dedi.
"Apa yang terjadi? Masyarakatnya ngamuk karena saya pulang. Akhirnya terjadi keributan, tapi itu karena masyarakat marah lantaran saya enggak jadi naik panggung," lanjut pria kelahiran Subang 11 April 1971.
Di hari kami bertandang ke rumah dinasnya, Dedi mengenakan pangsi--baju khas sunda--hitam bertuliskan 'Dangiang Ki Sunda', dan iket di kepala. Sehari-hari, saat dia memerintah, baju itu selalu dikenakan Dedi. "Kalau kemarau saya pakai yang putih, kalau musim hujan saya pakai yang hitam," ucapnya.
Dedi kini dikenal sebagai bupati yang kerap menelurkan kebijakan kontroversial. Selain patung, Dedi juga menerbitkan Peraturan Bupati soal jam malam, lalu memarkir kereta kencana di pendopo. Terakhir, dia juga membolehkan siswa tidur siang di kelas.
Dia bersemangat menjawab pertanyaan selama satu jam 23 menit. Suaranya lantang. Kerap tersenyum plus tertawa. Di rumah dinasnya, terdapat lukisan tokoh mitologi, misalnya, Dewi Kwan Im dan Nyi Roro Kidul (Dia menyebut Nyi Ratu Kidul). Dedi punya lima lukisan Nyi Ratu Kidul.
Pada wawancara khusus ini, Dedi juga menjelaskan persepsinya soal agama dan budaya, pandangannya terkait kelompok penolak kebijakannya, lalu soal isu pernikahannya dengan Nyi Roro Kidul. Dia juga bercerita tentang caranya mengelola keuangan daerah.
Dedi selalu bangga dengan APBD Purwakarta yang hanya Rp1,8 triliun (terkecil nomor dua di Jawa Barat setelah Kabupaten Pangandaran), tapi bisa menggratiskan sekolah, biaya berobat dan biaya melahirkan. "RT di Purwakarta gajinya Rp700 ribu, kepala desa Rp4 juta. Paling besar di Indonesia," katanya.
Bupati Dedi Mulyadi di kediamannya.MTVN/Krisiandi
Berikut petikan wawancaranya:
Beberapa kebijakan Anda, seperti pendirian patung, pemberlakuan jam malam, pembungkusan pohon dengan kain bermotif kotak-kotak jadi perbincangan khalayak. Anda sadar itu bakal jadi kontroversi?
Sebenarnya bukan kontroversi, tapi ini langkah pemimpin yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan ideologis. Kebijakan idelogis itu dilupakan oleh hampir semua pemimpin. Nah, karena kebijakan idelogis itu dianggap sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan rutin masyarakat, maka dianggap kontroversial.
Anda hanya cari popularitas?
Kita ini dipilih langsung oleh masyarakat. Karena dipilih langsung masyarakat, popularitas itu yang pertama, yang kedua elektabilitas.
Kalau saya berorientasi pada popularitas dan elektabilitas dalam mengambil keputusan, justru langkah saya itu secara politik rugi. Kenapa? Ada yang resisten. Artinya, ada kelompok yang otomatis tidak simpati pada saya, sampai kapan pun.
Justru kebijakan saya ini idelogis. Saya enggak penting elektabilitas, popularitas.
Bagi saya yang penting adalah waktu saya memimpin, secara idelogis saya harus menyatakan inilah negara yang berpancasila. Inilah kebudayaan, inilah Sunda, inilah ajaran Siliwangi yang harus hidup di kampungnya sendiri.
Ideologis, maksudnya?
Secara tegas Indonesia itu negara yang memiliki falsafah Pancasila, maka nilainya adalah nilai adaptif kebudayaan bangsa. Coba sekarang Anda lihat Jawa Barat. Hampir seluruh daerah itu tidak mau mengartikulasikan seluruh kearifan sehingga karakternya tidak muncul.
Mulai Jakarta, kita akan menemukan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Karawang Barat, Karawang Timur. Dari nama saja, sudah tidak lagi mencerminkan Jawa Barat. Terus kemudian kita geser ke Depok, Depok ke Bogor. Atmosfer yang ada dirasakan orang, ya Jakarta.
Kenapa sih ini terjadi? Karena, pertama secara substantif nilai-nilai dasar kearifan lingkungan itu tidak terwujud dalam kebijakan pembangunan daerah.
Yang kedua secara simbolik, tak ada rumusan simbolistik tentang karakter wilayah. Tidak ada rumusan simbolistik tentang bangunan, tidak ada rumusan simbolistik tentang pengelolaan taman, RT/RW secara simbolistik tidak mencerminkan kebudayaan itu.
Jadi, Anda ingin memimpin berdasarkan karakter budaya lokal?
Saya mencoba merumuskan itu. Saya mencoba menghadirkan itu. Tapi ketika saya hadirkan lalu jadi kontroversi.
Termasuk gaya Anda berpakaian, aksara Sunda di perkantoran, patung-patung itu?
Seluruh pakaian itu dirumuskan, didasarkannya pada kebutuhan. Saya pakai iket, itu cermin. Orang Sunda itu falsafahnya ada dua: cingcaringcing pageuh kancing sing saringset pageuh iket.
Cingcaringcing pageuh kancing itu, bahwa manusia itu berawal dari kebersihan hati. Dan itu adalah hal yang fundamen bagi orang Sunda. Sing saringset pageuh iket adalah yang terikat dengan kebersihan hati melahirkan khusyuk dalam salat, kalau dalam kehidupan artinya fokus. Sehingga lahirlah sosok manusia Sunda yang nyunda, nyantri, nyakola, nyinatria.
Dan baju, ini karena kultur, lingkungan saya kan pedesaan. Saya harus ke sawah, ke kebun, ke hutan, maka bajunya yang longgar. Kenapa longgar, karena kadar keringatnya tinggi, sehingga kalau tidak terlalu ketat bajunya, geraknya lebih kuat. Celana di atas tumit agar tidak terinjak, langkah-langkahnya jadi cepat.
Nah, baju hitam dan putih. Hitam itu dipakai saat musim hujan, putih saat musim kemarau.
Soal patung, apakah itu juga karakter budaya Sunda?
Misalnya patung, yang saya bangun waktu pertama itu kan pandawa lima. Itu, kan, nilai-nilai kearifan kebudayaan tentang manusia yang dilambangkan oleh lima wayang.
Kita ini sudah terlalu lama tidak mau mengakui adanya nilai-nilai yang bersifat transendental, filosofi yang itu adalah karakter bangsa kita. Terlalu lama kita tidak mengaku adanya filosofi bangsa.
Kita ini selalu ngambil, semuanya berasal dari Barat atau dari Timur Tengah. Seolah-olah kita tidak punya kearifan.
Nyatanya kebijakan ini jadi kontroversi. Misalnya, pembakaran patung?
Kontroversi itu lahir karena negara ragu untuk menegaskan ini negeri dasarnya konstitusi Pancasila. Orang tidak boleh mengeluarkan pendapat yang bersifat menghakimi orang lain tanpa didasarkan pada hukum positif.
Saya, misalnya, diadili oleh pengadilan kelompok. Pengadilan kelompoknya memiliki pendapat, syariat Islam berdasarkan persepsi yang dimilikinya.
Setelah itu dia punya tentara. Laskar tentara ini berhak mengadili saya, menghukumi saya. Nah di situ negara harus hadir, bahwa itu namanya separatisme, melakukan hukum di atas konstitusi, atas nama keyakinan, atas nama kitab suci yang diyakini berdasarkan persepsinya.
Selama ini negara tidak hadir?
Ya ada sih. Kadang hadir kadang enggak.
Bagaimana Anda menginternalisasi ideologi Anda ke Muspida Purwakarta?
Sebetulnya enggak perlu seideologi dengan saya, tapi cukup lihat konstitusi. Pendalaman dan pemahaman konstitusinya harus mulai ditingkatkan. Pendidikan idelogi di kalangan aparatur negara harus segera. Filsafat kebudayaan harus mulai diajarkan. Kalau enggak, ya, blank.
Dan yang paling utama menghilangkan keraguan pada dirinya. Ini yang harus segera dibangun.
Sampai sekarang keraguan itu masih ada?
Ada yang berani secara tegas, ada yang masih ragu.
Karena saya juga memahami, bahwa karier bagi sebagian pihak itu jadi sesuatu yang penting. Mungkin daripada ribut kemudian terjadi konflik, kehilangan kondusifitas, takut itu menghambat kariernya. Karena tugas penjaga keamanan itu membuat kondusif.
Tetapi ada yang saya sampaikan kalau terus dalam pikirannya adalah kondusifitas, tidak boleh ada konflik, tidak boleh itu tidak boleh ini, dan mereka berkembang terus kekuatannya, jaringannya semakin luas dan orang semakin tertarik untuk ikut untuk gagah-gagahan. Suatu saat tidak lagi bisa dikendalikan.
Artinya memang ada Muspida yang belum sepemikiran dengan Anda soal konstitusi?
Ya banyaklah yang sudah sepemikiran, 80 persen ada lah. Tinggal sisa-sisanya.
Tadi Anda bilang, yang “mengadili” Anda kelompok penegak syariat Islam. Kelompok mana itu?
Enggak usah disebut.
Mereka merasa memiliki tugas untuk menegakkan syariat Islam. Merasa dia memiliki otoritas untuk menegakkan syariat Islam. Merasa loh, ini merasa. Sehingga siapapun yang dirasa bertentangan dengan syariat Islam harus dilawan.
Sudah pernah coba komunikasi dengan kelompok itu?
Dulu pernah dialog, tapi titik temunya tidak pernah ada. Karena, kan, keyakinan. Kita tidak boleh juga mengintervensi keyakinan. Tinggal keyakinan itu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
Di halaman 11 buku 'Spirit Budaya Kang Dedi' Anda menuliskan 'Agama adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah agama'. Maksudnya apa?
Di kalimat sebelumnya ada begini, 'kebudayaan yang memiliki basis nilai kemanusiaan, alam yang bermuara pada Ketuhanan itulah agama'. Sehingga, agama adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah agama. Kan jelas itu.
Jadi, kalau orang sudah terintegrasi nilainya, memiliki nilai kemanusiaan, merawat alam secara sempurna, seluruh hidupnya diarahkan pada nilai-nilai ketuhanan, lantas itu apa?
Seperti apa persepsi Anda tentang agama?
Agama itu, kan, nilai yang ada pada lubuk hati kita yang paling dalam yang tidak bisa diketahui oleh siapa pun. Itu hubungannya murni manusia dengan Sang Pencipta.
Bagaimana Anda menerapkan agama dalam memimpin Purwakarta?
Justru saya balik, apa yang saya lakukan ini perintah agama. Misalnya, menjemput rakyat miskin. Dijemput ke rumahnya pakai ambulance on call, diantar ke rumah sakit, diobati sampai sembuh, dianterin ke rumah, itu agama.
Ponsel yang hidup 24 jam, melayani rumah roboh, orang kebanjiran, ada longsor, membuat pendidikan gratis, memberikan telur pada anak-anak, menyuruh anak ke sekolah jam 6 pagi, enggak boleh pakai motor, enggak boleh merokok, itu agama.
Saya bisa nol kritik. kalau saya tidak keukeuh pada kebudayaan. Kan kelompok yang mengkritik saya itu mengakui kepemimpinan saya bagus. Cuman mereka menyayangkan satu, Dedi itu mengedepankan kebudayaan, bukan agama.
Selama saya memimpin, saya belum pernah didemo tentang pembangunan. Saya pasti didemo pemikiran agama.
Selama jadi bupati, program apa yang jadi jadi jagoan Anda?
Saya tidak pernah menyebut program jadi unggulan. Seluruh program terintegrasi dan unggul. Karena hidup itu tidak ada yang unggul satu, semua orang itu satu sistem, satu nilai. Unggulannya satu saja: kesejahteraan publik. Kesejahteraan publik itu melalui pola pendidikan dan kesehatan.
Pendidikan itu bukan saja sekolah. Ketika anak baru berusia 15 tahun sudah pakai motor, itu tidak berpendidikan. Ketika anak baru berusia 15 tahun merokok, itu tidak berpendidikan. Lalu umur 15 tahun, jam 10 malam keluyuran, itu tidak berpendidikan.
Nah seharusnya menghadapi anak-anak begitu sekolah tegas. Mereka tidak berhak naik kelas, sehingga nanti yang naik kelas itu orang-orang yang punya kualifikasi, yang punya integritas.
Purwakarta menerapkan itu?
Saya menerapkan, walaupun belum semua sekolah berani.
Di bidang kesehatan?
Di Purwakarta itu, kan, dijamin dari kesehatan sampai melahirkan. Seluruh rakyat, enggak kaya enggak miskin. Bisa di kelas 3, kalau penuh naik ke kelas 2, kalau masih penuh naik ke kelas 1.
Tapi juga rakyat harus dididik, biar tidak manja. Melahirkan terus.
Nah saya keluarin Peraturan Bupati, yang ditanggung pemerintah daerah sampai anak yang kedua. Yang ketiga dan seterusnya tidak dilayani.
Misalnya lagi, pemerintah menjamin biaya kesehatan pengobatan. Tapi tidak menjamin kecelakaan lalu lintas anak di bawah umur. Walaupun susah juga, orang masuk rumah sakit mau mati masa enggak ditolong.
Bupati Dedi Mulyadi.MTVN/Krisiandi
APBD Purwakarta kan enggak besar-besar amat, kok bisa gratis?
APBD kita ini sebetulnya paling kecil di Jabar loh, kedua terendah setelah Pangandaran. Tapi kecerdasan pengelolaan keuangan yang mungkin orang lain enggak memiliki.
Bisa di-share bagaimana cara pengelolaannya?
Bupatinya harus jeli, harus hafal titik koma dalam anggaran. Saya hafal betul itu. Nah kita ini, kan, bukan hanya infrastruktur yang baik, sekolah-sekolah sudah relatif baik. Anak-anak dikasih telur.
Dan seluruh rakyat terhitung nanti 1 Juni (2016) punya listrik 100 persen. Saya pasangi 50 ribu KK. Lalu ibu yang usia tua ada jaminan uang saku dalam setiap bulan. Dan kita punya 200 ambulance on call untuk menjemput penduduk yang sakit.
Gaji RT kita tertinggi di Indonesia Rp700 ribu per bulan. Sementara RW Rp750 ribu. Kepala desa juga tertinggi loh, Rp4 juta.
Apa APBD enggak jebol?
Buktinya kita bisa. Artinya itu pengelolaan. Pemerintahan itu ada yang duitnya banyak tapi numpuk saja di kas daerah enggak dipakai, enggak terserap. Kalau kita kan duitnya keluar terus.
Pemerintah duitnya numpuk di bank itu enggak sehat. Kan itu dosa loh kepada masyarakat. Mungut pajak, mungut retribusi, duit kumpulin di bank. Duitnya banyak, jalannya bolong. Duitnya banyak, sekolahnya roboh.
Dengan APBD paling kecil tapi bisa banyak program gratis, strateginya?
Bupatinya harus punya kendali pada sistem. Dan anak-anak yang bekerja harus punya idealisme. Dan bersama saya banyak anak-anak muda yang saya didik sejak saya wakil bupati. Dan tentunya, strategi lainnya yaitu punya keyakinan bahwa kita mampu. Yang jelas ada ukurannya.
Apa yang Anda lakukan untuk Purwakarta selanjutnya?
Target saya tahun 2017 itu atau di periode saya yang terakhir, saya bangun rumah rakyat miskin sebanyak 15 ribu unit. Berarti bupati 2018 enak. Jalannya dibeton, sekolahnya bagus-bagus, tamannya bagus-bagus, kantor pemerintahannya bagus-bagus.
Rumah rakyat miskinnya sudah dibangunkan, rakyatnya punya listrik semua. Mau apalagi coba?
Tinggal investasi, nambahin uang untuk investasi. Nambah modal di bank. Investasi di sana-sini. Kalau semua daerah melakukan itu, Indonesia maju.
Investasinya ke mana saja?
Selama saya memimpin, banyak beli tanah. Yang kedua, selama saya memimpin banyak investasi dalam bentuk jaringan infrastruktur air bersih. Tahun ini kita (investasi) hampir Rp250 miliar, investasi air bersih bantuan dari pusat dan daerah. Itu enggak pernah dulu begitu.
Pada 2018, (uang daerah) saya simpan di salah satu perbankanlah. Simpanlah sekitar Rp150 miliar dalam bentuk penyertaan modal. Saya pengin begitu. Karena sudah selesai anggaran pembangunannya, (dana) simpan saja.
Bahkan saya punya gagasan, desa mempunyai investasi. Saat ini, desa mendapat subsidi tiap tahun. Ke depan, kalau pembangunan infrastrukturnya sudah selesai, suruh saja desa berinvestasi.
Bentuknya?
Ya investasi dalam bentuk penyertaan modal. Kalau tiap desa punya penyertaan modal Rp5 miliar, kemudian dividennya itu sekitar 20 persen, berarti desa itu punya Rp1 miliar. Enggak usah disubsidi negara. Dengan rumusan itu, negeri ini bisa makmur.
Memang diperbolehkan?
Boleh. Tidak melanggar peraturan. Menurut saya, lebih baik anggaran dikelola oleh orang-orang profesional. Desa, kabupaten, terima dalam bentuk jasa yang sudah memadai, dibanding dikelola lembaga yang belum tentu kejujurannya.
Anda sudah lakukan di Purwakarta?
Sudah. Kami investasi tanah. Di sini kami tidak mendapat untung langsung. Tapi harga tanah alami kenaikan terus menerus. Untuk anak cucu kita nanti.
Kembali ke kenyelenehan Anda yang pernah bilang pernah menikahi Ratu Kidul?
Pertanyaan saya adalah ketika ada orang yang bilang saya menikahi, berarti orang itu percaya dong Nyi Ratu Kidul itu ada.
Bagi saya, Nyi Ratu Kidul itu sebuah mistifikasi dari pemahaman orang terhadap laut. Di mana laut itu lambang kecantikan. Kalau laut dipelihara, dinikahi, maka laut akan memberikan kebahagiaan bagi manusia. Kebahagiaan terhadap alam kepariwisataan yang berkembang. Kebahagiaan terpeliharanya biota laut. Sehingga jadi ratu. Dan kalau ratu berarti makmur. Nah itu yang dimaksud prinsip-prinsip menikah.
Sebetulnya daerah laut selatan, Nyi Ratu itu bisa jadi branding bagi pengembangan industri pariwisata dan kelautan. Dan itu Bung Karno loh yang merumuskan. Cuma kita lambat mengidentifikasi. Kita malah ributnya pada mistik.
Yang jelas, rumusan Nyi Ratu itu kita gagal paham. Tahun 80-an, ada film Nyi Blorong, Nyi Roro Kidul, kemudian dibuat cerita seram.
Soal kereta kencana…?
Setiap daerah atau negara itu pasti punya simbol. Indonesia punya bendera merah putih. Kemudian merah putih disakralkan hanya pada 17 Agustus. Upacaranya dibikin jadi luar biasa.
Anak-anak latihan tiga bulan. Seolah-olah bendera itu menentukan nasib negara. Kalau masang benderanya terbalik, itu tanda-tanda katanya. Lah kan itu peristiwa sakral yang ditunggu setahun sekali. Saya juga pengin dong di Pendopo, di balai Paseban saya ada barang yang sakral yang orang menunggu kehadirannya, saya rumuskan kereta kencana.
Lalu, kenapa mesti diarak setiap setahun sekali dan diberi bunga di sekitaran kereta kencana itu?
Apa perbedaannya, kenapa bendera merah putih harus diarak? Kenapa bendera merah putih harus dibikin muter dengan pasukan berjumlah 17, 8 dan 45? Menaikan benderanya harus pakai sangkur, tentaranya lengkap? Kan biasanya sama Satpol PP tiap hari dikerek. Upacara itu untuk membangun sebuah nilai filosofi dan transendensi dari sebuah perjalanan kebangsaan.
Ya diarak setahun sekali lah. Dan yang enggak suka hanya beberapa orang, yang suka ratusan ribu orang, foto-foto mereka, selfie.
Pertanyaan berikutnya, kenapa harus dikasih bunga? Kenapa mobil harus dikasi pewangi, kenapa badan harus dikasih sabun ketika mandi, sama aja kan.
Apa sih cita-cita Anda yang belum tercapai selama jadi bupati?
Ideologi jadi konstitusi. Sekarang ini baru falsafah negara, belum jadi rumusan pasal-pasal. Rumusan pasalnya belum. Saya ke depan segera memuat pasal-pasal itu.
Misalnya begini. Kalau hutan, pakailah hukum kebudayaannya orang Dayak, dalam pengelolaan hutannya. Kalau hutan di Jabar, pakailah kebudayaan Siliwangi. Hutan di Jawa semua diatur, sehingga bagaimana memperlakukan air. Masalah gambut harus ada rumusan pengelolaan yang itu terbukti manjur. Enggak boleh dari sudut pandang Jakarta.
Dan ada cita-cita yang bakal diwujudkan, 2017 saya mau bangun masjid paling indah, minimal di Jawa Barat. Itu masjid dibangun di atas air. Berdesain arsitektur Padjadjaran. Lihat nanti.
Setelah pemerintahan Dedi Mulyadi berakhir, apa yang Anda lakukan agar program-program yang Anda terapkan bisa diteruskan?
Kita perdakan. Tahun ini. Namanya Perda Purwakarta Istimewa.
Ada rencana mencalonkan diri jadi Gubernur Jawa Barat pada 2018?
Belum.
Yang penting gini saja. Saya bekerja dengan baik sampai 12 Maret 2018. Pertama, setiap orang sudah punya alur. Kedua, tugas manusia itu bekerja dengan baik.
Orang yang bekerja dengan baik akan mendapat hasil yang terbaik. Di manapun, dalam bentuk tingkatan apapun.
Kalau sudah memberikan yang terbaik bagi masyarakat Purwakarta, saya akan mendapat yang terbaik di atas masyarakat Purwakarta. Masa sih kita ini tidak percaya sama perjalanan hidup. Masa orang kaya saya tidak dibutuhkan oleh negara ini.
medcom.id, Purwakarta: Bila Anda penyuka hal unik, sekali-kali cobalah datang ke Purwakarta, Jawa Barat. Di kabupaten itu, kini bertebaran patung. Ada patung tokoh pewayangan, bekas presiden, legenda sunda serta patung-patung lain. Ukurannya relatif besar. Di Purwakarta pula batang pohon besar dibungkus kain bermotif kotak hitam dan putih, mirip di Bali.
Itu terjadi setelah daerah yang punya luas 971,72 kilometer persegi ini dipimpin Dedi Mulyadi, bupati yang menjabat sejak 2008. Patung-patung itu ada tak lama setelah Dedi berkuasa.
"Di kabupaten, seluruhnya ada 25, yang dihancurkan entahlah ada berapa," kata Dedi kepada
Krisiandi Sacawisastra,
Sigit A. Nugroho, dan
Yudha Wirakusuma dari
Metrotvnews.com di rumah dinas Bupati Purwakarta, Rabu 16 Maret.
Dedi mahfum resistensi terhadap keberadaan patung di Kabupaten Purwakarta, lumayan kencang. Beberapa patung bahkan sampai dihancurkan atau dibakar. Ada organisasi kemasyarakatan yang getol menolak. Menurut mereka, patung bisa merusak aqidah.
Perusakan patung terjadi tak sekali dua kali. Pelakunya sulit ditangkap. Yang teranyar, pada 11 Februari, Patung Arjuna Memanah di Situ Wanayasa dibakar orang tak dikenal.
Bukan hanya keberadaan patung yang diprotes. Dedi pun kerap ditolak bicara di depan warga. Terakhir, saat Dedi jadi tamu di Universitas Indonesia, 13 Januari. Ormas protes menolak kedatangannya. Penolakan itu juga tak terjadi sekali dua kali.
"Pernah saya diundang di salah satu kabupaten, masyarakatnya sudah siap, tempatnya penuh. Mereka nunggu saya datang. Saya sudah di tempat, tiba-tiba ada yang datang, katanya 'Pak Bupati lebih baik pulang, karena nanti kalau bapak tampil takut ada keributan'," cerita Dedi.
"Apa yang terjadi? Masyarakatnya ngamuk karena saya pulang. Akhirnya terjadi keributan, tapi itu karena masyarakat marah lantaran saya enggak jadi naik panggung," lanjut pria kelahiran Subang 11 April 1971.
Di hari kami bertandang ke rumah dinasnya, Dedi mengenakan pangsi--baju khas sunda--hitam bertuliskan 'Dangiang Ki Sunda', dan iket di kepala. Sehari-hari, saat dia memerintah, baju itu selalu dikenakan Dedi. "Kalau kemarau saya pakai yang putih, kalau musim hujan saya pakai yang hitam," ucapnya.
Dedi kini dikenal sebagai bupati yang kerap menelurkan kebijakan kontroversial. Selain patung, Dedi juga menerbitkan Peraturan Bupati soal jam malam, lalu memarkir kereta kencana di pendopo. Terakhir, dia juga membolehkan siswa tidur siang di kelas.
Dia bersemangat menjawab pertanyaan selama satu jam 23 menit. Suaranya lantang. Kerap tersenyum plus tertawa. Di rumah dinasnya, terdapat lukisan tokoh mitologi, misalnya, Dewi Kwan Im dan Nyi Roro Kidul (Dia menyebut Nyi Ratu Kidul). Dedi punya lima lukisan Nyi Ratu Kidul.
Pada wawancara khusus ini, Dedi juga menjelaskan persepsinya soal agama dan budaya, pandangannya terkait kelompok penolak kebijakannya, lalu soal isu pernikahannya dengan Nyi Roro Kidul. Dia juga bercerita tentang caranya mengelola keuangan daerah.
Dedi selalu bangga dengan APBD Purwakarta yang hanya Rp1,8 triliun (terkecil nomor dua di Jawa Barat setelah Kabupaten Pangandaran), tapi bisa menggratiskan sekolah, biaya berobat dan biaya melahirkan. "RT di Purwakarta gajinya Rp700 ribu, kepala desa Rp4 juta. Paling besar di Indonesia," katanya.
Bupati Dedi Mulyadi di kediamannya.MTVN/Krisiandi
Berikut petikan wawancaranya:
Beberapa kebijakan Anda, seperti pendirian patung, pemberlakuan jam malam, pembungkusan pohon dengan kain bermotif kotak-kotak jadi perbincangan khalayak. Anda sadar itu bakal jadi kontroversi?
Sebenarnya bukan kontroversi, tapi ini langkah pemimpin yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan ideologis. Kebijakan idelogis itu dilupakan oleh hampir semua pemimpin. Nah, karena kebijakan idelogis itu dianggap sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan rutin masyarakat, maka dianggap kontroversial.
Anda hanya cari popularitas?
Kita ini dipilih langsung oleh masyarakat. Karena dipilih langsung masyarakat, popularitas itu yang pertama, yang kedua elektabilitas.
Kalau saya berorientasi pada popularitas dan elektabilitas dalam mengambil keputusan, justru langkah saya itu secara politik rugi. Kenapa? Ada yang resisten. Artinya, ada kelompok yang otomatis tidak simpati pada saya, sampai kapan pun.
Justru kebijakan saya ini idelogis. Saya enggak penting elektabilitas, popularitas.
Bagi saya yang penting adalah waktu saya memimpin, secara idelogis saya harus menyatakan inilah negara yang berpancasila. Inilah kebudayaan, inilah Sunda, inilah ajaran Siliwangi yang harus hidup di kampungnya sendiri.
Ideologis, maksudnya?
Secara tegas Indonesia itu negara yang memiliki falsafah Pancasila, maka nilainya adalah nilai adaptif kebudayaan bangsa. Coba sekarang Anda lihat Jawa Barat. Hampir seluruh daerah itu tidak mau mengartikulasikan seluruh kearifan sehingga karakternya tidak muncul.
Mulai Jakarta, kita akan menemukan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Karawang Barat, Karawang Timur. Dari nama saja, sudah tidak lagi mencerminkan Jawa Barat. Terus kemudian kita geser ke Depok, Depok ke Bogor. Atmosfer yang ada dirasakan orang, ya Jakarta.
Kenapa sih ini terjadi? Karena, pertama secara substantif nilai-nilai dasar kearifan lingkungan itu tidak terwujud dalam kebijakan pembangunan daerah.
Yang kedua secara simbolik, tak ada rumusan simbolistik tentang karakter wilayah. Tidak ada rumusan simbolistik tentang bangunan, tidak ada rumusan simbolistik tentang pengelolaan taman, RT/RW secara simbolistik tidak mencerminkan kebudayaan itu.
Jadi, Anda ingin memimpin berdasarkan karakter budaya lokal?
Saya mencoba merumuskan itu. Saya mencoba menghadirkan itu. Tapi ketika saya hadirkan lalu jadi kontroversi.
Termasuk gaya Anda berpakaian, aksara Sunda di perkantoran, patung-patung itu?
Seluruh pakaian itu dirumuskan, didasarkannya pada kebutuhan. Saya pakai
iket, itu cermin. Orang Sunda itu falsafahnya ada dua:
cingcaringcing pageuh kancing sing saringset pageuh iket.
Cingcaringcing pageuh kancing itu, bahwa manusia itu berawal dari kebersihan hati. Dan itu adalah hal yang fundamen bagi orang Sunda. Sing saringset pageuh iket adalah yang terikat dengan kebersihan hati melahirkan khusyuk dalam salat, kalau dalam kehidupan artinya fokus. Sehingga lahirlah sosok manusia Sunda yang nyunda, nyantri, nyakola, nyinatria.
Dan baju, ini karena kultur, lingkungan saya kan pedesaan. Saya harus ke sawah, ke kebun, ke hutan, maka bajunya yang longgar. Kenapa longgar, karena kadar keringatnya tinggi, sehingga kalau tidak terlalu ketat bajunya, geraknya lebih kuat. Celana di atas tumit agar tidak terinjak, langkah-langkahnya jadi cepat.
Nah, baju hitam dan putih. Hitam itu dipakai saat musim hujan, putih saat musim kemarau.
Soal patung, apakah itu juga karakter budaya Sunda?
Misalnya patung, yang saya bangun waktu pertama itu kan pandawa lima. Itu, kan, nilai-nilai kearifan kebudayaan tentang manusia yang dilambangkan oleh lima wayang.
Kita ini sudah terlalu lama tidak mau mengakui adanya nilai-nilai yang bersifat transendental, filosofi yang itu adalah karakter bangsa kita. Terlalu lama kita tidak mengaku adanya filosofi bangsa.
Kita ini selalu ngambil, semuanya berasal dari Barat atau dari Timur Tengah. Seolah-olah kita tidak punya kearifan.
Nyatanya kebijakan ini jadi kontroversi. Misalnya, pembakaran patung?
Kontroversi itu lahir karena negara ragu untuk menegaskan ini negeri dasarnya konstitusi Pancasila. Orang tidak boleh mengeluarkan pendapat yang bersifat menghakimi orang lain tanpa didasarkan pada hukum positif.
Saya, misalnya, diadili oleh pengadilan kelompok. Pengadilan kelompoknya memiliki pendapat, syariat Islam berdasarkan persepsi yang dimilikinya.
Setelah itu dia punya tentara. Laskar tentara ini berhak mengadili saya, menghukumi saya. Nah di situ negara harus hadir, bahwa itu namanya separatisme, melakukan hukum di atas konstitusi, atas nama keyakinan, atas nama kitab suci yang diyakini berdasarkan persepsinya.
Selama ini negara tidak hadir?
Ya ada sih. Kadang hadir kadang enggak.
Bagaimana Anda menginternalisasi ideologi Anda ke Muspida Purwakarta?
Sebetulnya enggak perlu seideologi dengan saya, tapi cukup lihat konstitusi. Pendalaman dan pemahaman konstitusinya harus mulai ditingkatkan. Pendidikan idelogi di kalangan aparatur negara harus segera. Filsafat kebudayaan harus mulai diajarkan. Kalau enggak, ya, blank.
Dan yang paling utama menghilangkan keraguan pada dirinya. Ini yang harus segera dibangun.
Sampai sekarang keraguan itu masih ada?
Ada yang berani secara tegas, ada yang masih ragu.
Karena saya juga memahami, bahwa karier bagi sebagian pihak itu jadi sesuatu yang penting. Mungkin daripada ribut kemudian terjadi konflik, kehilangan kondusifitas, takut itu menghambat kariernya. Karena tugas penjaga keamanan itu membuat kondusif.
Tetapi ada yang saya sampaikan kalau terus dalam pikirannya adalah kondusifitas, tidak boleh ada konflik, tidak boleh itu tidak boleh ini, dan mereka berkembang terus kekuatannya, jaringannya semakin luas dan orang semakin tertarik untuk ikut untuk gagah-gagahan. Suatu saat tidak lagi bisa dikendalikan.
Artinya memang ada Muspida yang belum sepemikiran dengan Anda soal konstitusi?
Ya banyaklah yang sudah sepemikiran, 80 persen ada lah. Tinggal sisa-sisanya.
Tadi Anda bilang, yang “mengadili” Anda kelompok penegak syariat Islam. Kelompok mana itu?
Enggak usah disebut.
Mereka merasa memiliki tugas untuk menegakkan syariat Islam. Merasa dia memiliki otoritas untuk menegakkan syariat Islam. Merasa loh, ini merasa. Sehingga siapapun yang dirasa bertentangan dengan syariat Islam harus dilawan.
Sudah pernah coba komunikasi dengan kelompok itu?
Dulu pernah dialog, tapi titik temunya tidak pernah ada. Karena, kan, keyakinan. Kita tidak boleh juga mengintervensi keyakinan. Tinggal keyakinan itu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
Di halaman 11 buku 'Spirit Budaya Kang Dedi' Anda menuliskan 'Agama adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah agama'. Maksudnya apa?
Di kalimat sebelumnya ada begini, 'kebudayaan yang memiliki basis nilai kemanusiaan, alam yang bermuara pada Ketuhanan itulah agama'. Sehingga, agama adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah agama. Kan jelas itu.
Jadi, kalau orang sudah terintegrasi nilainya, memiliki nilai kemanusiaan, merawat alam secara sempurna, seluruh hidupnya diarahkan pada nilai-nilai ketuhanan, lantas itu apa?
Seperti apa persepsi Anda tentang agama?
Agama itu, kan, nilai yang ada pada lubuk hati kita yang paling dalam yang tidak bisa diketahui oleh siapa pun. Itu hubungannya murni manusia dengan Sang Pencipta.
Bagaimana Anda menerapkan agama dalam memimpin Purwakarta?
Justru saya balik, apa yang saya lakukan ini perintah agama. Misalnya, menjemput rakyat miskin. Dijemput ke rumahnya pakai ambulance on call, diantar ke rumah sakit, diobati sampai sembuh, dianterin ke rumah, itu agama.
Ponsel yang hidup 24 jam, melayani rumah roboh, orang kebanjiran, ada longsor, membuat pendidikan gratis, memberikan telur pada anak-anak, menyuruh anak ke sekolah jam 6 pagi, enggak boleh pakai motor, enggak boleh merokok, itu agama.
Saya bisa nol kritik. kalau saya tidak keukeuh pada kebudayaan. Kan kelompok yang mengkritik saya itu mengakui kepemimpinan saya bagus. Cuman mereka menyayangkan satu, Dedi itu mengedepankan kebudayaan, bukan agama.
Selama saya memimpin, saya belum pernah didemo tentang pembangunan. Saya pasti didemo pemikiran agama.
Selama jadi bupati, program apa yang jadi jadi jagoan Anda?
Saya tidak pernah menyebut program jadi unggulan. Seluruh program terintegrasi dan unggul. Karena hidup itu tidak ada yang unggul satu, semua orang itu satu sistem, satu nilai. Unggulannya satu saja: kesejahteraan publik. Kesejahteraan publik itu melalui pola pendidikan dan kesehatan.
Pendidikan itu bukan saja sekolah. Ketika anak baru berusia 15 tahun sudah pakai motor, itu tidak berpendidikan. Ketika anak baru berusia 15 tahun merokok, itu tidak berpendidikan. Lalu umur 15 tahun, jam 10 malam keluyuran, itu tidak berpendidikan.
Nah seharusnya menghadapi anak-anak begitu sekolah tegas. Mereka tidak berhak naik kelas, sehingga nanti yang naik kelas itu orang-orang yang punya kualifikasi, yang punya integritas.
Purwakarta menerapkan itu?
Saya menerapkan, walaupun belum semua sekolah berani.
Di bidang kesehatan?
Di Purwakarta itu, kan, dijamin dari kesehatan sampai melahirkan. Seluruh rakyat, enggak kaya enggak miskin. Bisa di kelas 3, kalau penuh naik ke kelas 2, kalau masih penuh naik ke kelas 1.
Tapi juga rakyat harus dididik, biar tidak manja. Melahirkan terus.
Nah saya keluarin Peraturan Bupati, yang ditanggung pemerintah daerah sampai anak yang kedua. Yang ketiga dan seterusnya tidak dilayani.
Misalnya lagi, pemerintah menjamin biaya kesehatan pengobatan. Tapi tidak menjamin kecelakaan lalu lintas anak di bawah umur. Walaupun susah juga, orang masuk rumah sakit mau mati masa enggak ditolong.
Bupati Dedi Mulyadi.MTVN/Krisiandi
APBD Purwakarta kan enggak besar-besar amat, kok bisa gratis?
APBD kita ini sebetulnya paling kecil di Jabar loh, kedua terendah setelah Pangandaran. Tapi kecerdasan pengelolaan keuangan yang mungkin orang lain enggak memiliki.
Bisa di-share bagaimana cara pengelolaannya?
Bupatinya harus jeli, harus hafal titik koma dalam anggaran. Saya hafal betul itu. Nah kita ini, kan, bukan hanya infrastruktur yang baik, sekolah-sekolah sudah relatif baik. Anak-anak dikasih telur.
Dan seluruh rakyat terhitung nanti 1 Juni (2016) punya listrik 100 persen. Saya pasangi 50 ribu KK. Lalu ibu yang usia tua ada jaminan uang saku dalam setiap bulan. Dan kita punya 200 ambulance on call untuk menjemput penduduk yang sakit.
Gaji RT kita tertinggi di Indonesia Rp700 ribu per bulan. Sementara RW Rp750 ribu. Kepala desa juga tertinggi loh, Rp4 juta.
Apa APBD enggak jebol?
Buktinya kita bisa. Artinya itu pengelolaan. Pemerintahan itu ada yang duitnya banyak tapi numpuk saja di kas daerah enggak dipakai, enggak terserap. Kalau kita kan duitnya keluar terus.
Pemerintah duitnya numpuk di bank itu enggak sehat. Kan itu dosa loh kepada masyarakat. Mungut pajak, mungut retribusi, duit kumpulin di bank. Duitnya banyak, jalannya bolong. Duitnya banyak, sekolahnya roboh.
Dengan APBD paling kecil tapi bisa banyak program gratis, strateginya?
Bupatinya harus punya kendali pada sistem. Dan anak-anak yang bekerja harus punya idealisme. Dan bersama saya banyak anak-anak muda yang saya didik sejak saya wakil bupati. Dan tentunya, strategi lainnya yaitu punya keyakinan bahwa kita mampu. Yang jelas ada ukurannya.
Apa yang Anda lakukan untuk Purwakarta selanjutnya?
Target saya tahun 2017 itu atau di periode saya yang terakhir, saya bangun rumah rakyat miskin sebanyak 15 ribu unit. Berarti bupati 2018 enak. Jalannya dibeton, sekolahnya bagus-bagus, tamannya bagus-bagus, kantor pemerintahannya bagus-bagus.
Rumah rakyat miskinnya sudah dibangunkan, rakyatnya punya listrik semua. Mau apalagi coba?
Tinggal investasi, nambahin uang untuk investasi. Nambah modal di bank. Investasi di sana-sini. Kalau semua daerah melakukan itu, Indonesia maju.
Investasinya ke mana saja?
Selama saya memimpin, banyak beli tanah. Yang kedua, selama saya memimpin banyak investasi dalam bentuk jaringan infrastruktur air bersih. Tahun ini kita (investasi) hampir Rp250 miliar, investasi air bersih bantuan dari pusat dan daerah. Itu enggak pernah dulu begitu.
Pada 2018, (uang daerah) saya simpan di salah satu perbankanlah. Simpanlah sekitar Rp150 miliar dalam bentuk penyertaan modal. Saya pengin begitu. Karena sudah selesai anggaran pembangunannya, (dana) simpan saja.
Bahkan saya punya gagasan, desa mempunyai investasi. Saat ini, desa mendapat subsidi tiap tahun. Ke depan, kalau pembangunan infrastrukturnya sudah selesai, suruh saja desa berinvestasi.
Bentuknya?
Ya investasi dalam bentuk penyertaan modal. Kalau tiap desa punya penyertaan modal Rp5 miliar, kemudian dividennya itu sekitar 20 persen, berarti desa itu punya Rp1 miliar. Enggak usah disubsidi negara. Dengan rumusan itu, negeri ini bisa makmur.
Memang diperbolehkan?
Boleh. Tidak melanggar peraturan. Menurut saya, lebih baik anggaran dikelola oleh orang-orang profesional. Desa, kabupaten, terima dalam bentuk jasa yang sudah memadai, dibanding dikelola lembaga yang belum tentu kejujurannya.
Anda sudah lakukan di Purwakarta?
Sudah. Kami investasi tanah. Di sini kami tidak mendapat untung langsung. Tapi harga tanah alami kenaikan terus menerus. Untuk anak cucu kita nanti.
Kembali ke kenyelenehan Anda yang pernah bilang pernah menikahi Ratu Kidul?
Pertanyaan saya adalah ketika ada orang yang bilang saya menikahi, berarti orang itu percaya dong Nyi Ratu Kidul itu ada.
Bagi saya, Nyi Ratu Kidul itu sebuah mistifikasi dari pemahaman orang terhadap laut. Di mana laut itu lambang kecantikan. Kalau laut dipelihara, dinikahi, maka laut akan memberikan kebahagiaan bagi manusia. Kebahagiaan terhadap alam kepariwisataan yang berkembang. Kebahagiaan terpeliharanya biota laut. Sehingga jadi ratu. Dan kalau ratu berarti makmur. Nah itu yang dimaksud prinsip-prinsip menikah.
Sebetulnya daerah laut selatan, Nyi Ratu itu bisa jadi branding bagi pengembangan industri pariwisata dan kelautan. Dan itu Bung Karno loh yang merumuskan. Cuma kita lambat mengidentifikasi. Kita malah ributnya pada mistik.
Yang jelas, rumusan Nyi Ratu itu kita gagal paham. Tahun 80-an, ada film
Nyi Blorong, Nyi Roro Kidul, kemudian dibuat cerita seram.
Soal kereta kencana…?
Setiap daerah atau negara itu pasti punya simbol. Indonesia punya bendera merah putih. Kemudian merah putih disakralkan hanya pada 17 Agustus. Upacaranya dibikin jadi luar biasa.
Anak-anak latihan tiga bulan. Seolah-olah bendera itu menentukan nasib negara. Kalau masang benderanya terbalik, itu tanda-tanda katanya. Lah kan itu peristiwa sakral yang ditunggu setahun sekali. Saya juga pengin dong di Pendopo, di balai Paseban saya ada barang yang sakral yang orang menunggu kehadirannya, saya rumuskan kereta kencana.
Lalu, kenapa mesti diarak setiap setahun sekali dan diberi bunga di sekitaran kereta kencana itu?
Apa perbedaannya, kenapa bendera merah putih harus diarak? Kenapa bendera merah putih harus dibikin muter dengan pasukan berjumlah 17, 8 dan 45? Menaikan benderanya harus pakai sangkur, tentaranya lengkap? Kan biasanya sama Satpol PP tiap hari dikerek. Upacara itu untuk membangun sebuah nilai filosofi dan transendensi dari sebuah perjalanan kebangsaan.
Ya diarak setahun sekali lah. Dan yang enggak suka hanya beberapa orang, yang suka ratusan ribu orang, foto-foto mereka, selfie.
Pertanyaan berikutnya, kenapa harus dikasih bunga? Kenapa mobil harus dikasi pewangi, kenapa badan harus dikasih sabun ketika mandi, sama aja kan.
Apa sih cita-cita Anda yang belum tercapai selama jadi bupati?
Ideologi jadi konstitusi. Sekarang ini baru falsafah negara, belum jadi rumusan pasal-pasal. Rumusan pasalnya belum. Saya ke depan segera memuat pasal-pasal itu.
Misalnya begini. Kalau hutan, pakailah hukum kebudayaannya orang Dayak, dalam pengelolaan hutannya. Kalau hutan di Jabar, pakailah kebudayaan Siliwangi. Hutan di Jawa semua diatur, sehingga bagaimana memperlakukan air. Masalah gambut harus ada rumusan pengelolaan yang itu terbukti manjur. Enggak boleh dari sudut pandang Jakarta.
Dan ada cita-cita yang bakal diwujudkan, 2017 saya mau bangun masjid paling indah, minimal di Jawa Barat. Itu masjid dibangun di atas air. Berdesain arsitektur Padjadjaran. Lihat nanti.
Setelah pemerintahan Dedi Mulyadi berakhir, apa yang Anda lakukan agar program-program yang Anda terapkan bisa diteruskan?
Kita perdakan. Tahun ini. Namanya Perda Purwakarta Istimewa.
Ada rencana mencalonkan diri jadi Gubernur Jawa Barat pada 2018?
Belum.
Yang penting gini saja. Saya bekerja dengan baik sampai 12 Maret 2018. Pertama, setiap orang sudah punya alur. Kedua, tugas manusia itu bekerja dengan baik.
Orang yang bekerja dengan baik akan mendapat hasil yang terbaik. Di manapun, dalam bentuk tingkatan apapun.
Kalau sudah memberikan yang terbaik bagi masyarakat Purwakarta, saya akan mendapat yang terbaik di atas masyarakat Purwakarta. Masa sih kita ini tidak percaya sama perjalanan hidup. Masa orang kaya saya tidak dibutuhkan oleh negara ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ICH)