Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya mengembangkan alat kesehatan (alkes) dan produk farmasi dalam negeri. Indonesia menargetkan memiliki kemandiiran alkes dan produk farmasi pada 2024.
Plt Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya mengakui tidak mudah menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut di 2024. Kemenkes juga tidak bisa bekerja sendiri dan harus menggandeng peran perguruan tinggi, terutama para peneliti dari kalangan akademisi dan industri.
“Kita pastinya harus bekerja sama, kalau tidak pastinya tidak akan berhasil, ini tahunnya berjalan terus sekarang sudah hampir habis 2021, 2022, 2023, dan 2024, akhirnya kita cuma punya waktu 3 tahun, maka kita harus merapatkan barisan bagaimana kita bisa bekerja dan rasanya tidak mungkin tanpa kerja sama," kata Arianti melalui keterangan tertulis, Kamis, 11 November 2021.
Arianti sudah sejak lama berteriak dan menggunakan banyak kesempatan guna pengembangan alkes dan farmasi dalam negeri, khususnya terkait obat tradisional. Upaya pengembangan ini terus dilakukan mengingat Indonesia begitu kaya akan sumber daya alam untuk obat tradisional.
Dia tak ingin obat tradisional Indonesia juga dikalahkan negara lain, seperti China dan Korea. “Dan, kita tidak mau karena pak Menteri sudah menginstruksikan harus segera bergerak menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah yang ada, diantaranya pengembangan 10 bahan baku obat, 10 alat kesehatan, juga soal fitofarmaka dan vaksin," terang dia.
Baca: MUI Berharap Alkes Buatan Dalam Negeri Diterima Masyarakat
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Subagus Wahyuono mengungkapkan pihaknya sebagai salah satu institusi di Indonesia siap mendukung upaya pemerintah mewujudkan kemandirian alkes dan farmasi. Untuk mewujudkan kemandirian di bidang kesehatan, khususnya obat herbal, UGM Science Techno Park (STP) membuka kolaborasi dengan mitra untuk bersama-sama mengembangkan dan mengakselerasi penghiliran inovasi OHT Fitomarfaka.
UGM berharap Obat Herbal Terstandar (OHT) bisa dimasukkan dalam agenda jaminan kesehatan nasional (JKN). Sehingga bisa menjadi pelengkap terhadap resep obat kimiawi.
Subagus mengatakan UGM STP mendukung formularium herbal Indonesia untuk bersama-sama melakukan standarisasi bahan baku dan proses uji. Selain itu, soal metodologi standar untuk menyokong percepatan hilirisasi inovasi OHT ke fitofarmaka.
“Kami beranggapan jika ini sudah menjadi obat yang resmi diakui aman maka kalau kita mulai dari hilir dengan meminjam istilah yang selalu digunakan UGM start from the end, maka kalau ini berhasil kita pergi ke hulunya akan lebih kuat, dan ini akan membawa value added terhadap semua bahan-bahan baku. Petani akan menjadi hidup, industri-industri hidup dan kita memiliki kemandirian obat yang lebih baik lagi," jelas dia.
Dia mengatakan UGM telah bekerja sama dengan Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) untuk memproduksi alkes. Alat tersebut di antaranya penyedot cairan bagi penderita hidroscepalus, ring jantung, dan alat deteksi kanker nasopharing.
“Juga parasetamol, ini juga suatu mandat kemandirian obat, kerja sama dengan BRIN, PT Pertamina, PT Kimia Farma. Juga GeNose, yang merupakan alat screening cepat infeksi virus SARS-CoV2 melalui embusan napas pasien covid-19 dan obat herbal," ujar dia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan (
Kemenkes) terus berupaya mengembangkan alat kesehatan (
alkes) dan produk farmasi dalam negeri. Indonesia menargetkan memiliki kemandiiran alkes dan produk farmasi pada 2024.
Plt Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya mengakui tidak mudah menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut di 2024. Kemenkes juga tidak bisa bekerja sendiri dan harus menggandeng peran perguruan tinggi, terutama para peneliti dari kalangan akademisi dan industri.
“Kita pastinya harus bekerja sama, kalau tidak pastinya tidak akan berhasil, ini tahunnya berjalan terus sekarang sudah hampir habis 2021, 2022, 2023, dan 2024, akhirnya kita cuma punya waktu 3 tahun, maka kita harus merapatkan barisan bagaimana kita bisa bekerja dan rasanya tidak mungkin tanpa kerja sama," kata Arianti melalui keterangan tertulis, Kamis, 11 November 2021.
Arianti sudah sejak lama berteriak dan menggunakan banyak kesempatan guna pengembangan alkes dan farmasi dalam negeri, khususnya terkait obat tradisional. Upaya pengembangan ini terus dilakukan mengingat Indonesia begitu kaya akan sumber daya alam untuk obat tradisional.
Dia tak ingin obat tradisional Indonesia juga dikalahkan negara lain, seperti China dan Korea. “Dan, kita tidak mau karena pak Menteri sudah menginstruksikan harus segera bergerak menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah yang ada, diantaranya pengembangan 10 bahan baku obat, 10 alat kesehatan, juga soal fitofarmaka dan vaksin," terang dia.
Baca:
MUI Berharap Alkes Buatan Dalam Negeri Diterima Masyarakat
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Subagus Wahyuono mengungkapkan pihaknya sebagai salah satu institusi di Indonesia siap mendukung upaya pemerintah mewujudkan kemandirian alkes dan farmasi. Untuk mewujudkan kemandirian di bidang kesehatan, khususnya obat herbal, UGM
Science Techno Park (STP) membuka kolaborasi dengan mitra untuk bersama-sama mengembangkan dan mengakselerasi penghiliran inovasi OHT Fitomarfaka.
UGM berharap Obat Herbal Terstandar (OHT) bisa dimasukkan dalam agenda jaminan kesehatan nasional (JKN). Sehingga bisa menjadi pelengkap terhadap resep obat kimiawi.
Subagus mengatakan UGM STP mendukung formularium herbal Indonesia untuk bersama-sama melakukan standarisasi bahan baku dan proses uji. Selain itu, soal metodologi standar untuk menyokong percepatan hilirisasi inovasi OHT ke fitofarmaka.
“Kami beranggapan jika ini sudah menjadi obat yang resmi diakui aman maka kalau kita mulai dari hilir dengan meminjam istilah yang selalu digunakan UGM start from the end, maka kalau ini berhasil kita pergi ke hulunya akan lebih kuat, dan ini akan membawa
value added terhadap semua bahan-bahan baku. Petani akan menjadi hidup, industri-industri hidup dan kita memiliki kemandirian obat yang lebih baik lagi," jelas dia.
Dia mengatakan UGM telah bekerja sama dengan Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) untuk memproduksi alkes. Alat tersebut di antaranya penyedot cairan bagi penderita
hidroscepalus, ring jantung, dan alat deteksi kanker
nasopharing.
“Juga parasetamol, ini juga suatu mandat kemandirian obat, kerja sama dengan BRIN, PT Pertamina, PT Kimia Farma. Juga
GeNose, yang merupakan alat
screening cepat infeksi virus SARS-CoV2 melalui embusan napas pasien covid-19 dan obat herbal," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)