Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), mengatakan modusnya dalam iklan tersebut para korban biasanya tergiur dengan gaji besar yang ditawarkan.
Kebanyakan korban masuk perangkap dengan menyetujui semua persyaratan dari pelaku. Padahal nantinya gaji yang diterima tidak akan sama dengan yang dijanjikan karena perekrut akan mengkonversi biaya yang dikeluarkan sebagai utang.
Baca juga: Warga NTT Diimbau Tak Tergiur Gaji Besar Kerja di Luar Negeri |
Setelah persetujuan tercapai, pelaku akan berkomunikasi dan menemui korban untuk diberangkatkan ke luar negeri.
Di sana korban mengalami penyanderaan dokumen dan terjebak. Mereka tidak bisa melakukan protes dan tidak bisa pergi kemanapun.
Andai berani kabur dari tempat penampungan, para korban otomatis ditangkap dan berurusan dengan aparat hukum setempat karena berstatus WNA ilegal.
PPATK temukan transaksi Rp442 Miliar perdagangan orang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri transaksi keuangan dalam empat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). PPATK menemukan aliran uang mencapai Rp442 miliar terkait perdagangan orang dalam kurun waktu 2023.
Baca juga: Propam Usut Dugaan Rumah Polisi Jadi Tempat Penampungan 24 Korban TPPO di Lampung |
"Pada tahun 2023 PPATK telah menyampaikan 4 HA (hasil analisis) terkait TPPO dengan nilai transaksi kurang lebih Rp 442 Miliar," kata Humas PPATK Natsir Kongah saat dikonfirmasi.
Natsir mengatakan temuan itu telah diserahkan ke Polri. Kemudian, Polri menindaklanjuti dengan mengungkap sejumlah kasus perdagangan orang. Pihaknya masih terus melacak aliran dana ke jaringan pelaku perdagangan orang lainnya.
"Untuk jaringan penempatan TKI illegal lainnya baik itu jaringan Kamboja sebagaimana permintaan Polri maupun proaktif oleh PPATK sedang dilakukan penelusuran aliran dananya ke berbagai PJK (Perusahaan Jasa Keuangan)," kata Natsir.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News